Uniknya Ma’nene, Ritual Mengganti Pakaian Jenazah di Toraja

Siapa yang tak kenal dengan suku Toraja? Masyarakatnya yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan tersebut terkenal dengan sejumlah ritual tradisionalnya yang unik. Salah satunya yang populer tentu saja ritual pemakamannya. Ritual tersebut begitu penting, dan karena itu jugalah seringnya dihadiri oleh ratusan orang dan bisa berlangsung hingga beberapa hari.

Tak sedikit wisatawan yang rela menanti pesta penguburan untuk melihat rangkaian acaranya. Pasalnya, banyak hal menarik dan tak biasa yang bisa mereka jumpai. Sebut saja jenazah beserta tau-tau yang diusung sambil berjingkrak-jingkrak sepanjang jalan dari rumah duka ke kuburan di atas tebing.

Di lokasi kuburan, mereka bisa melihat bagaimana peti yang dibungkus dengan anyaman tikar itu diangkat beramai-ramai ke puncak gunung batu yang terjal. Sesampainya di puncak, dengan diikat seutas tali, jenazah diturunkan perlahan ke tempat peristirahatan terakhirnya, yaitu sebuah celah di tebing batu bersama anggota keluarga yang telah lebih dulu meninggal.

Ritual lainnya yang tak kalah unik di Tana Toraja adalah Ma’nene. Ritual ini dilakukan ketika anggota keluarga membersihkan dan menggantikan pakaian jenazah leluhur atau kerabat keluarga di kalangan suku Toraja.

Merupakan bagian dari ritual kematian Rambu Solo’, ritual ini sudah berlangsung sejak dahulu, dan biasanya digelar sekitar Juli dan Agustus seusai masa panen padi. Rangkaian prosesi Ma’tene diawali dengan jenazah yang dikeluarkan dari pemakamannya (disebut patane), dimandikan, kemudian dipakaikan pakaian baru.

Sebelum dikembalikan ke patane, jenazah akan dijemur di bawah sinar matahari untuk dikeringkan dengan tujuan agar jasad tetap awet. Barulah setelah itu jenazah dimasukkan kembali ke patane. Rangkaian acara Ma’tene ditutup dengan berkumpulnya anggota keluarga di tongkonan (rumah adat Toraja) untuk beribadah bersama.

Tradisi Ma’nene mencerminkan pentingnya hubungan dalam keluarga yang tidak terputus walupun dipisahkan kematian. Lewat ritual ini pula anggota-anggota keluarga yang muda dapat mengenal para leluhurnya.

Biasanya, ritual ini dilakukan secara serempak bersama satu keluarga atau bahkan satu desa, sehingga durasinya cukup lama. Waktu pelaksanaannya sendiri tergantung kesepakatan bersama keluarga, namun umumnya berlangsung tiap tiga atau empat tahun sekali untuk sekaligus mempererat silaturahmi.

Teks: Melinda Yuliani

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here