Makin Mudah, Tana Toraja Kini Bisa Diakses Pesawat Komersial dari Makassar

Per Jumat, 4 September 2020, pelancong dapat langsung terbang ke Tana Toraja dari Makassar dengan penerbangan yang dioperasikan oleh Wings Air. Tersedia empat kali dalam seminggu, yakni tiap Selasa, Rabu, Jumat, dan Minggu, rute ini akan dioperasikan oleh pesawat turboprop (mesin baling-baling) ATR 72-600 atau ATR 72-500 dengan kapasitas 72 kursi kelas ekonomi.

Pesawat berangkat dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin (UPG) pukul 09:35 WITA dan tiba di Bandara Toraja (TRT) pukul 10:35. Sementara penerbangan sebaliknya berangkat dari Tana Toraja pukul 10:55 WITA dan tiba di Makassar pukul 11:55 WITA.

Sebelumnya, Tana Toraja hanya bisa diakses dengan jalur darat selama sekitar delapan jam dari Makassar dengan rute melewati bukit-bukit karst Maros, Kabupaten Enrekang yang subur dan berbukit-bukit, hingga sampai di dataran tinggi Tana Toraja yang berhawa sejuk. Selain mobil sewaan, pelancong biasanya lebih memilih naik bus eksekutif yang senyaman kelas bisnis pesawat untuk mencapai Tana Toraja.

Opsi lainnya adalah naik pesawat selama 50 menit ke titik terdekat dari Toraja, yakni Palopo. Dari Palopo, pelancong mesti melanjutkan perjalanan via jalur darat menuju Tana Toraja selama sekitar satu jam. Dengan kehadiran rute baru Wings Air, pelancong dapat memangkas durasi perjalanan yang tadinya delapan jam menjadi satu jam saja.

Baca juga: Tip Naik Pesawat di Saat Pandemi

Tana Toraja yang menjadi ikon wisata budaya Sulawesi Selatan ini menarik wisatawan lokal dan mancanegara melalui panorama kuburan gantung yang berada di tebing maupun di dalam gua. Hal ini sudah menjadi tradisi secara turun-menurun yang dilaksanakan karena alasan khusus, yakni minimnya lahan untuk areal pemakaman.

Toraja sendiri dikelilingi bukit-bukit kapur, dengan lahan yang tersedia untuk berkebun dan bersawah hanya sekitar 20 persen. Alih-alih menggunakan lahan yang ada sebagai makam, warga Toraja menguburkan jenazah dengan cara unik, yakni dimasukkan ke dalam peti mati yang juga didesain unik, kemudian digantung di tebing seperti di Londa atau di dalam gua seperti di Lemo.

Teks: Melinda Yuliani

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here