Virus Corona Mulai Terkendali, Australia-Selandia Baru Berencana Buka “Gelembung” Perjalanan

Dengan wabah virus corona yang mulai terkendali, Australia dan Selandia Baru sedang mendiskusikan pembentukan travel “bubble” atau “gelembung” perjalanan yang akan memungkinkan orang untuk melakukan perjalanan internasional melintasi Laut Tasman tanpa karantina.

Langkah itu, yang masih berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan lagi diterapkan, akan memungkinkan kedua negara untuk perlahan menuju normalisasi sekaligus membantu industri pariwisata mereka. Tak hanya itu, langkah ini juga bisa menjadi contoh bagi pemerintah negara lain usai melewati krisis.

Jacinda Ardern, Perdana Menteri Selandia Baru, dijadwalkan untuk bergabung dengan pertemuan kabinet nasional Australia, bersama dengan para perdana menteri negara bagian Australia, pada hari ini (5/5) untuk membahas proposal tersebut.

Selandia Baru mencatat nol kasus baru per Senin (4/5), untuk pertama kalinya sejak dikunci ketat pada akhir Maret. Keberhasilannya sebagian didasarkan pada konsep “gelembung,” yang mengharuskan warga Selandia Baru membatasi kontak dengan sekelompok kecil orang.

Sementara upaya Australia untuk mengendalikan virus dan penyakit yang ditimbulkannya memang tak seketat Selandia Baru, namun jumlah kasus harian baru telah merosot dalam sebulan terakhir. Negara ini mencatat 18 kasus baru pada Minggu (3/5).

Dalam hal pembatasan perjalanan, dua negara ini sama-sama menutup perbatasan mereka untuk warga negara asing mulai akhir Maret, namun mengizinkan warga Australia dan Selandia Baru yang tinggal di negara lain untuk pulang. Kini, dengan virus corona yang mulai terkendali, ada peningkatan permintaan, terutama dari operator pariwisata, untuk membuka perjalanan antara kedua negara.

Pandemi corona telah menghancurkan industri pariwisata Australia dan Selandia Baru, yang terutama bergantung pada pengunjung dari Asia, terutama Cina. Namun, jumlah wisatawan antara Australia dan Selandia Baru tetap signifikan dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena kedekatan antara dua negara tersebut dan banyak warga Selandia Baru yang tinggal di seberang Laut Tasman. Penerbangan antara Auckland dan Sydney memakan waktu antara tiga dan empat jam, dan warga dari masing-masing negara diizinkan untuk tinggal dan bekerja tanpa batas di negara lain.

Bila terlaksana, “Perjalanan tanpa batas antara Australia dan Selandia Baru dapat menjadi penyambung kehidupan bagi perusahaan perjalanan dan pariwisata,” kata Chris Roberts, Kepala Eksekutif Industri Pariwisata Aotearoa, kelompok perwakilan industri di Selandia Baru.

Penduduk Australia menyumbang sekitar 1,5 juta, atau 40 persen, kedatangan internasional ke Selandia Baru setiap tahun, sementara 1,4 juta warga Selandia Baru bepergian ke Australia, yang merupakan sekitar 15 persen dari total jumlah pengunjung.

“Karena kedua negara berada di jalur yang sama dalam hal mengendalikan virus, tampaknya semakin mungkin bahwa kita dapat membentuk “gelembung” trans-Tasman, meskipun kami menyadari bahwa hal tersebut akan menimbulkan tantangan baru untuk menciptakan perbatasan yang aman,” kata Roberts.

Air New Zealand telah mengurangi kapasitas jaringannya sebesar 95 persen sejak penutupan perbatasan, dan pihak maskapai mengatakan sebanyak sepertiga dari karyawannya dapat kehilangan pekerjaan.

Di Australia, Qantas Airways telah memberhentikan 20.000 pekerja hingga akhir Mei, sementara Virgin Australia, yang sudah mengalami kesulitan keuangan, menjadi maskapai pertama di kawasan Asia dan sekitarnya yang kolaps akibat virus corona.

Meskipun Ardern mengatakan perubahan apa pun akan memakan waktu, para operator pariwisata berharap hal itu akan terjadi pada awal musim ski Selandia Baru di bulan Juni.

Membuat “gelembung” trans-Tasman juga akan memungkinkan Australia dan Selandia Baru untuk melanjutkan pertandingan olahraga yang sengit antara keduanya. Para penggemar Rugby secara khusus menaruh harapan mereka pada Bledisloe Cup, yang rencananya akan digelar mulai Agustus.

Diskusi resmi minggu ini juga akan membahas cara kedua negara tersebut melakukan pelacakan kontak. Australia telah menggunakan aplikasi ponsel COVIDSafe, berdasarkan aplikasi TraceTogether yang dikembangkan di Singapura. Sementara Selandia Baru sedang mempertimbangkan untuk mengadopsi atau menggunakan aplikasi yang serupa.

Aplikasi ini menggunakan teknologi Bluetooth untuk menyimpan catatan pergerakan seseorang di server pemerintah yang terenkripsi. Dengan cara ini, otoritas kesehatan dapat dengan cepat dan mudah memperingatkan orang-orang yang telah melakukan kontak dengan seseorang yang dinyatakan positif terkena virus corona.

Teks: Melinda Yuliani

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here