Mengintip Isi Goedang Ransoem, Bekas Dapur Umum Terbesar di Nusantara

Foto: Dok. Google Maps/Ciput Purwianti

Nama Sawahlunto mulai tercantum dalam peta geopolitik pemerintah Hindia Belanda, ketika seorang geolog bernama Willem Hendrik de Greve menemukan kandungan batu bara di sana pada 1868. Sejak saat itu, desa kecil di tengah hutan tersebut berkembang sebagai penghasil batu bara terbesar di Indonesia.

Saat ini, kegiatan penambangan tersebut sudah berhenti total karena telah habis dieksploitasi. Namun wisatawan dapat mengunjungi sejumlah tempat yang berkaitan dengan bekas kegiatan penambangan, seperti Museum Goedang Ransoem.

Foto: Dok. Google Maps/Oto Jurnal

Terletak dekat Lubang Tambang Mbah Soero, atau tepatnya di Jalan Abdurrahman Hakim, Kelurahan Air Dingin, Kecamatan Lembah Segar, museum ini menempati kompleks bekas dapur umum para pekerja tambang batu bara dan pasien RSU Sawahlunto yang ketika itu berjumlah ribuan.

Dibangun tahun 1918, dapur umum ini dilengkapi dua gudang besar dan tungku pembakaran untuk memasak 3.900 kilogram beras setiap harinya. Saking besarnya kebutuhan masak di dapur ini, peralatannya pun serba besar, seperti periuk raksasa yang diameternya mencapai 130 cm.

Foto: Dok. Google Maps/Benny Deswin#

Pada masa pendudukan Jepang hingga Agresi Belanda II, dapur ini sempat digunakan untuk aktivitas memasak bagi tentara dalam skala besar. Setelah kemerdekaan, gedung ini beralih fungsi menjadi Kantor Perusahaan Tambang Batu Bara Ombilin, gedung SMP Ombilin (1960–1970), hunian karyawan Tambang Batu Bara Ombilin (sampai 1980), dan hunian warga setempat hingga 2004. Baru pada 2005 kawasan ini ditata ulang untuk dijadikan museum.

Dengan tiket seharga Rp4 ribu, kamu dapat mengintip bekas dapur umum tersebut yang memamerkan berbagai koleksi peralatan dapur yang berukuran besar, seperti periuk, kuali, dan banyak lagi.

Foto: Dok. Google Maps/Reza M Pahlevi

Ada pula tungku pembakaran kuno buatan Jerman yang dulunya digunakan sebagai sumber energi uap panas untuk memasak, selain kompresor sepanjang dua meter yang dimanfaatkan sebagai penyalur energi uap panas ke tungku masak.

Sembari melihat berbagai perlengkapan dan peralatan dapur, kamu bisa membaca papan informasi yang memaparkan sejarah dapur umum tersebut maupun memperlihatkan foto-foto ‘orang rantai’ (pekerja paksa yang kakinya dirantai), para pekerja dapur dan koki, serta pemandangan orang-orang yang mengantre untuk mengambil jatah makan.

Foto: Dok. Google Maps/Ismail Artevac

Di salah satu sudut museum juga dipamerkan replika pakaian koki dan mandor, replika makanan yang disajikan di dapur, serta peralatan makan dan minum seperti piring dan kendi. Tak ketinggalan, ada pula contoh batu bara, batu nisan ‘orang rantai’, dan bahkan barang-barang yang digunakan pekerja tambang, seperti kapak dan lampu teplok, untuk memberikan gambaran kondisi aktivitas pertambangan di masa lalu.

Setelah berkeliling dapur, kamu bisa melihat bangunan lain di kompleks museum tersebut, seperti gudang yang dulunya digunakan untuk menyimpan padi dan bahan makanan lain, pabrik es batangan, tempat penggilingan padi, rumah jagal hewan, rumah sakit, pos penjaga, dan kantor koperasi.

Foto: Dok. Google Maps/Cheric NostalGila

Dengan perannya yang penting dan tak terpisahkan dari sejarah pertambangan di Sawahlunto, Museum Goedang Ransoem wajib masuk dalam rencana perjalanan, terutama untuk kamu yang baru pertama kali kemari. Dapat diakses dengan berkendara selama 2,5 jam dari Padang, museum ini buka setiap harinya pukul 08:00 hingga 16:00.

 Teks: Melinda Yuliani

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here