Mengagumi Beragam Gaya Arsitektur di Istana Maimun

Siapa sih yang tak kenal Istana Maimun, salah satu ikon kota Medan yang paling terkenal? Tanpa mengandalkan Google Maps, kamu bisa menanyakan lokasinya ke warga setempat, dan mereka pasti langsung sigap memberi tahu jalannya.

Kamu juga dapat dengan mudah menjumpai istana ini saat melintasi Jalan Brigjen Katamso. Dari kejauhan, bangunan ini tampak menonjol dengan dominasi warna kuning keemasan, warna kebesaran kerajaan Melayu. Pemandangan tersebut semakin cantik di malam hari, ketika lampu-lampu menerangi bagian dalam bangunan.

Istana ini sendiri dirancang oleh arsitek Theodoor van Erp, orang yang di kemudian hari berjasa memimpin pemugaran Candi Borobudur, dan dibangun atas perintah Sultan Ma’moen Al Rasyid. Berbagai kebudayaan turut memengaruhi arsitektur istana ini, mulai dari Melayu, Timur Tengah, India, Spanyol, hingga Belanda.

Sebut saja bentuk pintu dan jendela yang lebar dan tinggi, yang merupakan ciri khas bangunan Belanda. Sementara pengaruh Islam tampak dari bentuk atapnya yang melengkung. Memiliki tinggi lengkungan hingga delapan meter, bentuk lengkungan ini populer di Timur Tengah dan India.

Seluas 2.772 meter persegi, istana yang dibangun pada 1888 ini memiliki total 30 ruangan yang tersebar di bangunan induk serta bangunan sayap kanan dan kiri. Singgasana yang berada di bangunan induk digunakan untuk acara-acara tertentu, seperti penobatan raja atau ketika menerima keluarga kerajaan pada hari besar Islam.

Sejak 1946, para ahli waris Kesultanan Deli – yang hingga kini masih ada meski tidak lagi memiliki kekuatan politik – menghuni Istana Maimun. Di saat-saat tertentu, misalnya ketika pesta pernikahan, digelar pertunjukan musik tradisional Melayu yang juga dapat dinikmati untuk umum. Selain itu, Sultan Deli juga masih kerap mengadakan acara silaturahmi antar keluarga besar kerajaan.

Walau demikian, terdapat bagian bangunan yang dapat dieksplorasi pengunjung untuk melihat berbagai peninggalan, seperti foto keluarga sultan, perabotan kuno, beragam jenis senjata, serta meriam buntung yang dipercaya sebagai jelmaan dari seorang pangeran saat Kerajaan Aru berperang melawan Kerajaan Aceh. Tiketnya pun terjangkau, yakni Rp10.000 per orang.

Sayangnya kondisi istana saat ini tidak sepenuhnya terawat, selain beberapa pedagang terlihat berjualan di halaman istana sehingga mengganggu pemandangan, sementara yang lain mencari keuntungan dengan menyewakan baju adat bagi wisatawan untuk berfoto.

Meski demikian, tak ada salahnya mampir sebentar ke Istana Maimun saat liburan ke Medan. Kamu bisa mengintip bagian dalam bangunan sembari membayangkan kemegahan istana tersebut di masa lalu.

Teks: Melinda Yuliani

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here