Sepedaan sambil Mengagumi Arsitektur Lawas di Kota Tua Surabaya

Gowes di Surabaya bisa menyenangkan dilakoni karena kota ini semakin ramah dengan kehadiran taman dan pepohonan rindang yang ditanam di sepanjang jalan. Bagi yang tidak ingin serius gowes dan memilih menikmati Kota Pahlawan dari perspektif berbeda, cobalah bersepeda mengitari Kota Tua Surabaya.

Tiga Kawasan, Tiga Karakter

Saat Belanda berkuasa, mereka membagi tiga kawasan di sekitar Kali Mas. Satu untuk wilayah yang ditempati golongan dari Eropa, kemudian ada kawasan yang ditinggali masyarakat dari Tiongkok, dan terakhir ada daerah untuk penduduk Arab juga India. Masing-masing kelompok membangun wilayahnya sesuai kultur mereka dan inilah awal mula terbentuknya Kota Tua Surabaya.

Kawasan Eropa berada di sekitar Jembatan Merah dan menyebar hingga Jalan Gula, Jalan Karet, Jalan Panggung, Jalan Rajawali, dan Jalan Bongkaran, sedangkan area Pecinan berada di sekitaran Jalan Kembang Jepun. Untuk area tinggal kaum Arab dan India, terkonsentrasi di sekitar daerah Ampel.

Saat menelusuri tiap jalan ini, dapat ditemui perbedaan mencolok dari sisi arsitektur, di mana bangunan yang didirikan mencirikan budaya masing-masing bangsa. Kelenteng, masjid, bangunan megah bergaya Eropa, dan kuliner khas menunjukkan keberagaman yang harmonis, menyajikan pemandangan unik saat bersepeda.

Rute Panjang Tapi Menyenangkan

Gowes di Kota Tua Surabaya akan bertemu dengan jalur beraspal, namun cukup ramai situasi lalu lintasnya. Dengan jarak tempuh sekitar 15 kilometer, pertimbangkan untuk mulai gowes di pagi hari, bahkan sebelum warga lokal memulai aktivitasnya. Kamu dapat leluasa memotret bangunan-bangunan lawas, di samping itu, udara pun masih segar untuk dihirup.

Mulailah gowes dari Perpustakaan Bank Indonesia yang berada di Jalan Taman Mayangkara, lalu mengarah ke Jalan Darmo, yang nanti akan bermuara ke Monumen Tugu Pahlawan. Manfaatkan momen dengan mengamati monumen yang menjadi ikon Surabaya, yang dibangun untuk memperingati Pertempuran 10 November 1945, saat warga Surabaya melawan Sekutu dan Belanda.

Seusai mengamati Monumen Tugu Pahlawan, lanjutkan menggenjot sepeda melewati Jembatan Merah, Jalan Kembang Jepun, kawasan Ampel di Jalan K.H. Mas Mansyur, Titik Nol Surabaya, dan Jalan Kramat Gantung. Di antara rute ini, pesepeda dapat sekalian melihat beberapa bangunan penting dalam sejarah.

Sebut saja De Javasche Bank, bank sentral yang dulunya berfungsi sebagai pengawas peredaran uang; Musala Thoriqul Jannah yang sudah ada sejak abad 19 dan memiliki desain bangunan yang memadukan gaya Tiongkok dan Jawa; atau Klenteng Hok An Kiong, salah satu kelenteng tertua di Surabaya yang banyak disinggahi saudagar dari Tiongkok yang baru tiba dengan kapal untuk beristirahat.

Beranjak dari Kramat Gantung, tuntaskan petualangan gowes di Hotel Majapahit yang berlokasi di Jalan Tunjungan No. 65. Dulunya bernama Hotel Yamato, bangunan ini tercatat dalam sejarah Indonesia melalui peristiwa perobekan bagian biru pada bendera Belanda yang dikibarkan di sini.

Teks: Priscilla Picauly | Editor: Melinda Yuliani

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here