Saat mengunjungi Jepang untuk pertama kalinya, Anda pasti merasakan gegar budaya. Untungnya, sebagian besar kejutan yang biasanya wisatawan temui di tujuan terbilang positif, entah dari segi makanan yang ternyata cocok di lidah, kebersihan dan keamanan destinasi wisatanya, atau bahkan warga lokal yang ternyata sangat baik dan membantu.
Berikut ini beberapa mitos salah kaprah tentang Jepang yang paling sering kita dengar, bahkan dari pelancong berpengalaman sekalipun.
1. Jepang sangat mahal
Sejauh ini, salah satu mitos yang paling umum dan luas tentang Jepang adalah bahwa negara tersebut mahal. Faktanya, mesti nilai tukar yen memang kuat, Jepang tak lagi menjadi salah satu destinasi termahal di dunia.
Jepang memang tak murah, dan dibanding negara-negara tetangga, seperti Thailand dan Vietnam, terbilang mahal. Bahkan hingga kini Tokyo selalu menempati daftar kota termahal dalam berbagai survei dan studi yang dilakukan di seluruh dunia.
Namun terlepas dari semua ini, sebagian besar pelancong yang akhirnya berkunjung ke Jepang biasanya mengatakan hal yang sama, “Harganya ternyata tak semahal yang saya bayangkan.”
Ya, semua tergantung selera dan kebiasaan Anda berbelanja. Bagi yang ingin menikmati semua hal terbaik yang ditawarkan Jepang (entah itu makanan, berbelanja, wisata mewah, dan lainnya), jelas Anda akan lebih mudah menghabiskan banyak uang di negara tersebut.
Tetapi Jepang tidak harus mahal, dan salah satu hal yang menarik dari negara ini adalah Anda dapat menyesuaikan rencana perjalanan dengan bujet yang dimiliki. Misalnya, Anda bisa memilih untuk menghabiskan:
- Rp2-3 juta untuk makan di restoran Michelin
- Rp250 ribu untuk makan teishoku yang lezat dan menyehatkan (set makanan berupa nasi, sup miso, dan menu utama seperti ikan atau daging sapi)
- Rp100 ribu untuk semangkuk ramen
- Rp50 ribu untuk semangkuk udon atau soba
Pelancong bujet juga dapat memanfaatkan situs-situs seperti Tokyo Cheapo dan Japanese Guest Houses untuk merencanakan perjalanan mereka.
2. Sulit keliling kota bila tak bisa berbahasa Jepang
Terlepas dari kenyataan bahwa sebagian besar orang yang melakukan perjalanan ke Jepang tidak berbicara sepatah kata pun dalam bahasa Jepang, kekhawatiran ini juga sebagian berasal dari persepsi umum yang salah bahwa orang Jepang tidak berbicara bahasa Inggris.
Meski demikian, Anda tak perlu khawatir saat berkeliling Jepang. Tanpa berinteraksi pun, Anda dapat memanfaatkan aplikasi seperti Google Maps untuk melihat rute dan jadwal kereta. Berkat JNTO, Jepang juga menjadi lebih ramah turis dengan keberadaan papan penunjuk jalan, menu, dan nama stasiun yang tersedia dalam bahasa Inggris. Kalaupun tersesat, meski warga lokalnya tak bisa berbahasa Jepang, mereka biasanya bakal membantu Anda sebisa mungkin, entah dengan menunjukkan arah dengan bahasa tubuh, atau bahkan mengantarkan Anda ke stasiun terdekat.
Tentu saja, kemampuan berbahasa Jepang memberikan akses ke lebih banyak tempat lokal, seperti izakaya yang tak punya menu dalam bahasa Inggris, jadi ada gunanya juga bila Anda memiliki pemandu pribadi untuk pengalaman tambahan. Anda juga dapat memanfaatkan berbagai aplikasi bahasa yang tersedia, atau mempelajari beberapa frasa penting untuk membantu berkomunikasi dengan warga setempat.
3. Tokyo sangat ramai dan semrawut
Anda barangkali sudah sering melihat foto-foto persimpangan Shibuya yang ikonis di pusat kota Tokyo, atau mendengar kisah-kisah petugas kereta yang harus mendorong masuk penumpang agar muat ke dalam gerbong yang penuh sesak di jam-jam sibuk. Anda bahkan mungkin pernah membaca bahwa Tokyo merupakan wilayah metropolitan terpadat di bumi.
Namun, bila Anda meninggalkan kawasan wisata terkonsentrasi di Tokyo (atau di kota Jepang mana pun), Anda bakal mendapati diri sendirian, berkeliaran di jalan-jalan sepi dengan suasana yang jauh berbeda dari Ginza atau Shinjuku yang sibuk.
Sayangnya, sebagian besar turis rata-rata tidak pernah menikmati sisi tenang Tokyo, sebuah kota besar yang secara mengejutkan memiliki banyak distrik yang sepi dan jauh dari ingar-bingar.
Hal serupa juga terjadi di kota-kota yang lebih kecil, seperti Kyoto dan Osaka, yang sebenarnya menawarkan banyak area non-turis yang memesona, tempat Anda dapat rileks tanpa kerumunan orang.
Saat berkunjung ke Tokyo, apalagi bagi yang baru pertama kali ke sana, Anda mungkin tak punya waktu lebih untuk berkeliaran di sekitar area perumahan yang normal, tetapi Anda dapat mengalami sisi tenang Tokyo (dan kota-kota Jepang lainnya) hanya dengan berjalan kaki dari stasiun-stasiun utama.
Misalnya, tinggalkan area yang sangat ramai di sekitar Stasiun Shibuya dan berjalanlah ke arah utara sekitar 15 menit hingga tiba di distrik Tomigaya yang menawan, tempat Anda dapat mampir ke tempat seperti Fuglen untuk menikmati kopi atau koktail, atau jalan-jalan di Taman Yoyogi yang indah.
4. Musim sakura adalah waktu terbaik berkunjung ke Jepang
Musim sakura memang selalu ditunggu-tunggu, terutama karena mekarnya bunga sakura ini hanya dalam hitungan hari. Namun, ada banyak pertimbangan yang harus dipikirkan sebelum memilih kunjungan ke Jepang di musim sakura.
Misalnya, bila dilihat dari segi biaya, harga tiket pesawat dan akomodasi biasanya akan jauh lebih mahal. Tempat-tempat wisata pun akan lebih ramai dari biasanya, sehingga Anda tak akan bisa puas menikmatinya. Di sisi lain, bila Anda benar-benar ingin melihat sakura, pertimbangkan untuk mencari destinasi alternatif yang lebih sepi turis untuk menikmatinya.
5. Anda akan menyinggung orang Jepang bila tidak belajar etiket
Etiket Jepang sangatlah rumit, dan bahkan orang Jepang sekalipun sering melakukan kesalahan. Karena itu, orang Jepang juga tidak berharap wisatawan asing dapat menguasai semua seluk-beluk etiket Jepang. Bagi pemula, cara terbaik untuk beradaptasi adalah dengan melakukan hal ini: mengamati dan mendengarkan lingkungan sekitar, selalu bersikap sopan, dan meminta maaf (katakanlah “sumimasen”) ketika Anda secara tidak sengaja membuat kesalahan etiket.
Teks: Melinda Yuliani