Pemerintah Indonesia berencana menjadikan Pulau Komodo sebagai destinasi wisata superpremium. Hal ini berarti, tidak semua wisatawan dapat datang dan berkunjung ke pulau ini. Rencananya, pemerintah akan menerbitkan kartu keanggotaan khusus seharga 1.000 dolar AS atau setara Rp 14 juta per tahun sebagai akses masuk ke Pulau Komodo.
Rencana menjadikan Pulau Komodo sebagai destinasi wisata superpremium banyak mengalami penolakan dari warga setempat, terutama para pelaku pariwisata. Masyarakat Manggarai Barat khawatir akan adanya penurunan jumlah wisatawan yang berdampak pada mata pencaharian mereka. Saat ini, kebanyakan warga berprofesi sebagai pengusaha kapal yang menawarkan jasa transportasi ekonomis. Target pasar mereka biasanya adalah wisatawan backpacker atau kelas menengah yang mencari transportasi murah untuk menekan biaya perjalanan. Bila Pulau Komodo menjadi wisata eksklusif atau mewah, hanya ada wisatawan-wisatawan dari kelas atas yang mampu berkunjung ke pulau ini. Jika demikian, siapa yang mau menggunakan jasa perahu ekonomis warga setempat?
Kekhawatiran serupa juga disampaikan oleh praktisi wisata sekaligus pendiri TTC Indonesia Tedjo Iskandar. Dilansir dari Kompas.com (19/02/2020), ia menyoroti dampak wisata superpremium ini terhadap bisnis hotel murah milik warga setempat. Tedjo khawatir penginapan milik warga tidak akan diminati wisatawan premium.
“Coba sekarang kalau mau dibuat eksklusif, siapa yang mau menginap di guest house, homestay, apalagi ada desa wisata. Jangan lah, kasihan juga pelaku pariwisata di sana, yang sanggup nginap nanti siapa?” jelas Tedjo.
Oleh sebab itu, Tedjo menyarankan agar pemerintah tetap membuka Pulau Komodo untuk wisatawan kelas menengah. Hal yang sama juga diungkapkan salah seorang pemandu wisata Labuan Bajo, Boe Berkelana. Dilansir dari Asumsi.co (21/01/2020), Boe berharap Pulau Komodo tetap melayani wisatawan non-premium yang bisa menggunakan jasa-jasa warga lokal. Hal ini untuk memastikan tetap mengalirnya pemasukan bagi warga lokal yang biasa melayani wisatawan umum tanpa paket premium.
Secara terpisah, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio menyatakan akan tetap membangun desa wisata untuk wisatawan menengah dalam mengantisipasi hal tersebut.
“Ya tetap kita bangun untuk wisatawan menengah, kita akan fokuskan pada homestay. Jadi wisatawan akan menginap di rumah-rumah warga dan ini sudah pasti akan berdampak pada ekonomi masyarakat,” ungkap Wishnutama seperti dikutip dari Kompas.com (17/12/2019).
Hingga saat ini, belum ada keterangan lebih lanjut mengenai rencana pengelolaan Pulau Komodo menjadi destinasi wisata superpremium. Label premium ini juga belum memiliki kejelasan atas apa yang akan dijualnya dan apa yang membedakannya dari Pulau Komodo sebelum dijadikan wisata premium. Bahkan menurut Boe, tempat ini sebenarnya sudah merupakan wisata premium dari sisi budaya dan alam yang ditawarkannya.
Teks: Levana Florentia | Editor: Melinda Yuliani