Gowes ke Candi Abang, Panoramanya Mirip Bukit Teletubbies!

Foto: Dok. Flickr/Nasuhali

Saking banyaknya jumlah candi yang ada di Indonesia, tak semua bisa terungkap dengan mudah. Ada yang masih tertimbun di dalam tanah di suatu lokasi, ada pula yang hanya menyisakan reruntuhannya saja. Karena tak ada plang nama atau informasi yang jelas, warga setempat ataupun wisatawan hanya melintasinya tanpa mengetahui seberapa besar nilai sejarahnya.

Sebut saja Candi Abang yang terletak di Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Dibangun sekitar abad ke-9 dan ke-10 pada masa kerajaan Mataram Kuno, candi berbentuk seperti piramid ini telah tertimbun tanah dan ditumbuhi banyak rerumputan, sehingga dari jauh lebih mirip bukit kecil.

Foto: Dok. Google Maps/KristyantoNugroho FX

Tampilannya terutama cantik di musim hujan, ketika rerumputannya berwarna hijau dan gundukan tersebut mengingatkan akan Bukit Teletubbies. Banyak yang berfoto di sana, namun hanya sedikit yang tahu bahwa bukit tersebut merupakan candi.

Dinamai Candi Abang karena tersusun dari batu bata berwarna merah, atau abang dalam bahasa Jawa, candi ini memiliki keunikan tersendiri dibanding candi-candi lainnya di kawasan tersebut. Umumnya, candi di wilayah Jawa Tengah terbuat dari batu andesit. Candi yang terbuat dari batu bata merah biasanya berada di kawasan Jawa Timur.

Foto: Dok. Google Maps/CupiidMusliha

Dari segi ketahanan, batu andesit jauh lebih tahan lama, sehingga meski sudah bertahun-tahun tertimbun, masih bisa ditemukan dalam keadaan utuh. Sementara candi dari batu merah, seperti Candi Abang, lebih sulit diurai sejarahnya karena banyak yang sudah tak berbentuk candi lagi, hanya reruntuhan.

Candi Abang sendiri hanya menyisakan bangunan berupa yoni berbentuk segi delapan di ‘dasar bukit’. Yoni tersebut terbuat dari batu andesit dengan kondisi yang terbelah di bagian tengahnya. Di sisi selatan candi juga ada batu menyerupai kodok, sehingga dinamakan Batu Kodok oleh warga setempat, namun tak ada penjelasan lengkap terkait keberadaannya.

Foto: Instagram @anangmaulanamb

Salah satu temuan yang paling menarik di candi ini adalah lubang bekas galian di puncak yang dipercaya sebagai sumur. Hal itu tentu mengundang pertanyaan, karena penggalian untuk sumur yang berada di puncak bukit tersebut tentunya mesti dalam sekali hingga puluhan meter sampai bisa menemukan mata air.

Bila tertarik melihat candi ini dari dekat, kamu bisa berkendara langsung ke lokasi, atau bersepeda untuk sekalian berolahraga santai. Dari pusat kota Yogyakarta, jaraknya sekitar 14 km.

Foto: Instagram @nursanando

Lokasinya persis di pinggir jalan desa, sehingga bisa dengan mudah ditemukan. Hanya saja begitu mendekati lokasi, jalanan yang tadinya beraspal mulai rusak dan menanjak, selain juga mesti melewati medan tanah dan batu. Karena itu, pastikan sepedamu dalam kondisi prima.

Biaya masuk kawasan ini adalah Rp5.000, sementara biaya parkir Rp2.000 untuk kendaraan roda dua dan Rp5.000 untuk kendaraan roda empat. Fasilitasnya masih terbatas. Walau ada papan informasi bertuliskan cerita singkat sejarah candi, ada baiknya datang bersama pemandu atau menanyakan langsung sejarah candi ini ke warga setempat.

Foto: Instagram @yohanes_jogja

Dari mereka jugalah kamu bisa mendengar sejumlah mitos menarik, seperti salah satunya yang menyebutkan kalau Candi Abang memiliki penjaga bernama Kyai Jagal, sehingga kawasan wisata ini pun tetap aman dari segala ancaman.

Waktu terbaik untuk menikmati keindahannya adalah saat matahari terbit atau terbenam. Dari puncak bukit, kamu bisa melihat hamparan sawah yang membentang luas. Kalau datang sore, jangan sampai kemalaman ya, karena jalanannya sepi. Selain itu, jangan lupa bawa penerangan.

Teks: Melinda Yuliani

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here