Kembali ke Alam di Kawasan Adat Ammatoa

Bila berkesempatan ke Sulawesi Selatan, sempatkanlah ke Kawasan Adat Ammatoa di Desa Tana Towa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Dihuni oleh suku Kajang, kawasan ini terkenal dengan adat istiadatnya yang masih dipegang teguh oleh warganya, sehingga cocok sebagai pilihan wisata budaya.

Dapat ditempuh dengan berkendara selama lima jam dari pusat kota Makassar, atau satu jam bila dari Tanjung Bira, Kawasan Adat Ammatoa menempati lahan seluas 331 hektar dengan wilayah di sekelilingnya yang berupa hutan dan tanpa jalan beraspal. Untuk memasukinya, kamu perlu meminta izin terlebih dahulu dan memarkirkan kendaraan di area pintu masuk desa.

Setelah mengisi buku tamu dan membayar biaya tiket masuk sebesar Rp10.000, kamu akan diinformasikan sejumlah aturan adat yang harus dipatuhi, termasuk melepas alas kaki, tidak menggunakan peralatan elektronik, dan tidak memotret area tertentu. Selain itu, kamu harus mengenakan pakaian serba hitam (bisa menyewa di lokasi).

Pakaian serba hitam ini juga turut dikenakan warga setempat. Bagi mereka, warna tersebut memiliki makna persamaan dalam segala hal, termasuk derajat setiap orang di depan sang pencipta maupun kewajiban mereka dalam melestarikan hutan sebagai sumber kehidupan.

Foto: Instagram @andi.agung44

Sementara alas kaki tidak diperbolehkan, karena dianggap merupakan bentuk teknologi. Warga setempat memang menolak segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi karena diyakini dapat merusak kelestarian alam.

Dari pintu masuk, Kawasan Adat Ammatoa dapat dicapai dengan berjalan kaki sejauh satu kilometer melewati jalur tanah berbatu. Setibanya di lokasi, kamu akan mendapati pepohonan yang rimbun maupun deretan rumah panggung yang bentuknya sama dan menghadap ke satu arah, yakni barat.

Bukan tanpa alasan, karena barat diyakini sebagai lokasi keberadaan nenek moyang suku Kajang. Bentuknya pun sengaja disamakan sebagai ungkapan keseragaman dan kesederhanaan.

Saat mengintip isi dalam rumahnya, kamu akan mendapati desain yang begitu simpel, yakni hanya berupa ruang tamu, ruang tidur, dan dapur. Sementara di lantai atasnya terdapat gudang untuk menyimpan bahan pangan. Tak ada perabotan sama sekali di dalam, apalagi listrik. Di malam hari, warga memanfaatkan cahaya dari campuran kemiri dan kapas yang dibentuk seperti lilin.

Foto: Instagram @pskl_klhk

Berada di Kawasan Adat Ammatoa, kamu akan merasakan pengalaman kembali ke alam. Karena tak boleh membawa perangkat elektronik, kunjungan kemari pun dapat menjadi semacam terapi untuk mengurangi pemakaian gawai dan mengisi waktu dengan kegiatan seru, seperti mempelajari bahasa setempat yang merupakan bahasa Makassar berdialek Konjo, ataupun menjajal memainkan alat musik tradisional yang kerap digunakan saat upacara adat tertentu.

Teks: Melinda Yuliani

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here