Melihat Proses Pembuatan Tenun Ikat di Kampung Watublapi

Foto: Instagram @andienaisyah

Watublapi adalah nama sebuah kampung tradisional di Desa Kajowair, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Dari pusat kota Maumere, kamu bisa mencapai kampung ini dengan berkendara selama sekitar setengah jam.

Kampung ini terutama terkenal dengan tenun ikatnya yang berkualitas baik. Banyak komunitas penenun lokal lainnya yang telah beralih ke benang pintal mesin dan pewarna kimia demi menghemat waktu dan uang.

Foto: Instagram @noelkelen

Namun para penenun Watublapi masih menggunakan benang pintal tangan dari kapas lokal maupun pewarna alami, seperti warna merah dari kulit akar mengkudu, warna biru dari daun nila, warna cokelat dari kayu mahoni, dan warna kuning dari kunyit. Umumnya, kain tersebut didominasi warna biru, kuning, merah, cokelat, dan hijau.

Karena seluruh pengerjaannya secara manual dengan peralatan tradisional, untuk membuat selembar kain sepanjang tiga meter dan lebar 80 cm membutuhkan waktu lebih dari tiga bulan. Kain itu sendiri ada yang dipakai untuk keperluan pakaian sehari-hari maupun digunakan untuk upacara keagamaan dan tradisi lainnya.

Foto: Instagram @claraalverin

Kamu dapat melihat langsung proses pembuatan tenun ikat tradisional ini di Sanggar Bliran Sina, sebuah sanggar budaya yang berperan aktif dalam mempromosikan dan melestarikan tenun ikat, tari dan musik tradisional, serta kerajinan lainnya.

Kalau tertarik, kamu juga bisa mengikuti proses pembuatannya secara langsung dari awal, mulai dari memisahkan kapas dari bijinya, memintal kapas menjadi benang, mengikat motif, hingga menenun. Dengan turun tangan langsung dan merasakan betapa sulitnya setiap tahapan yang harus dilakukan untuk membuat sebuah kain, kamu akan lebih menghargai jerih payah sang perajin.

Foto: Instagram @poeticpicture

Bila ingin membawa pulang kain tersebut, harganya berkisar mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Semakin rumit motifnya, semakin lama durasi pengerjaannya dan semakin mahal pula harganya. Kualitasnya tentu terjamin, karena tak ada yang menggunakan bahan kimia.

Di sanggar itu jugalah kamu bisa menonton sejumlah atraksi budaya dari penduduk setempat. Kamu pun bisa ikut menari bersama, atau mencoba mengenakan pakaian tradisional. Jangan kaget pula kalau kamu ditawari untuk mengunyah sirih pinang. Kebiasaan ini umum dilakukan oleh warga Flores, termasuk di Kabupaten Sikka.

Teks: Melinda Yuliani

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here