Dari Gunung dan Laut, Bertemu di Miyama

Kini Jakarta telah memiliki banyak pilihan restoran Jepang, namun sekitar 40 tahun lalu, bila ingin bersantap masakan Jepang di kota ini, pilihannya sangatlah terbatas dan mereka yang mengejar kualitas, akan menjatuhkan pilihan pada Miyama (dulu menggunakan nama lain) di Hotel Borobudur Jakarta. Bertahun-tahun kemudian, walau banyak restoran Jepang baru dengan konsep yang lebih beragam, ternyata mereka tetap setia dan kembali ke Miyama. Kami berkunjung ke Miyama untuk mencari tahu alasannya.

Berada di Lantai 3 Hotel Borobudur, Miyama menyuguhkan interior khas restoran klasik Jepang. Interior yang tak banyak berubah sejak pertama kali beroperasi ini seketika memberikan gambaran aneka hidangan yang dihidangkan, yaitu hidangan autentik Jepang yang setia kepada tradisi.

Dinding kayu sebagai penyekat ruangan, tirai bambu pada jendelanya, kertas dinding bertuliskan “Miyama” dalam huruf kanji, area teppanyaki yang luas dengan konter sushi, sashimi, dan tempura, serta pintu geser yang menuju ruang tatami, semuanya memancarkan nuansa nostalgia. Di luar jendela, mata dibuai dengan pemandangan taman khas Jepang yang ditata sedemikian rupa, agar para tamu dapat merasakan Zen selagi bersantap. Ditemani alunan musik yang menenangkan, siapa pun bakal seketika lupa sedang berada di tengah kota yang sibuk.

Semua Ada

Nama Miyama merupakan kependekan dari kata dalam bahasa Jepang, yaitu “umi” (laut) dan “yama” (gunung), di mana hal ini menjelaskan asal bahan-bahan yang diolah di sini. Ingin memberikan banyak pilihan bagi pengunjung, terutama mereka yang mengulang kunjungan agar selalu menemukan sesuatu yang baru, Miyama tak hanya menyajikan aneka sushi, sashimi, tempura, ramen, bento, robatayaki, sukiyaki, dan teppanyaki, namun juga menu-menu inovatif, seperti Shisamo Mayo Maki (ikan shishamo yang dipanggang, lalu diletakkan di atas nasi dan diberi mayones serta cabai rawit, lalu digulung bersama nori dan dipotong menjadi enam bagian). Walau setia pada pakem masakan Jepang, namun Miyama tak menutup diri dari inovasi, terutama bila hal tersebut merupakan tuntutan dari para pengunjung.

“Shisamo Mayo Maki ini awalnya diciptakan karena keinginan para tamu lokal yang ingin mencari sesuatu yang pedas, di mana hal ini sulit dipenuhi karena tipikal masakan Jepang jarang ada yang pedas, selain rempah yang digunakan pun tidak sebanyak dalam masakan Indonesia,” terang Syamsul Bachri selaku Assistant Manager Miyama. “Wasabi tidak menimbulkan rasa pedas, melainkan panas dan menyengat, namun hanya di hidung, bukan di lidah. Sementara shichimi atau ichimi togarashi pun kurang pedas.” Tak kekurangan akal, juru masak Miyama pun kemudian memberikan sentuhan lokal dengan menambahkan cabai rawit ke dalam sushi roll.

“Kami berusaha mengakomodasi permintaan para tamu kami yang sebagian besarnya justru bukan orang Jepang, melainkan orang Indonesia,” tambah Syamsul.

Menu Bulanan

“Tiap bulan, kami menawarkan menu-menu baru, seperti unagi tiap Agustus-September untuk menyambut musim panen ikan sidat di Jepang, atau menu bento tiap Januari – di mana di Jepang, tiap April biasanya warga berpiknik di bawah pohon sakura sambil menikmati bento,” ujar Omori Tomohiko, chef yang bertanggung jawab atas menu-menu yang disajikan di Miyama.

Untuk Februari 2018, menu yang ditawarkan adalah Sukiyaki Nabe Hot Pot. Sup hangat yang biasa disantap saat musim hujan atau musim dingin ini berupa irisan daging sapi atau ayam, serta aneka sayuran. Selama Februari, para tamu dapat memilih beberapa menu sukiyaki, antara lain Kamo Suki yang terdiri dada bebek panggang dalam kuah pedas; Miso Chanko Nabe yang terdiri irisan daging ayam dam sayuran dalam kuah kaldu miso; Udon Suki yang terdiri irisan daging sapi, udon, tofu, dan sayuran dalam kuah kaldu sapi; serta Sakana Suki yang terdiri seafood, tofu, dan sayuran.

“Saya sendiri merekomendasikan steik jyu Jyu bagi penyuka daging sapi atau seafood,” ujar Omori. Steik ala Jepang ini disajikan di atas jyu jyu atau batu panas untuk menghasilkan tingkat kematangan daging yang diinginkan.

“Jangan bilang pernah makan jyu jyu jika ketika menu tersebut tersaji tidak ada bunyi gemericik, karena jyu jyu sendiri artinya suara gemericik yang dihasilkan saat daging diletakkan di atas batu panas,” imbuh Syamsul. Ada beberapa pilihan jyu jyu di Miyama, yakni jyu jyu kobe, wagyu, rib eye, dan seafood.

Miyama beroperasi untuk makan siang pukul 11:30 hingga 15:00 dengan pemesanan terakhir pukul 14:30, serta untuk makan malam pukul 18:30 hingga 23:00 dengan pemesanan terakhir pukul 22:30.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here