Pameran ‘Digital Echoes of the Past’, Menggali Jejak Budaya di Era Digital

Foto: Instagram @gajahgallery

Bagi para pencinta seni kontemporer, pameran ‘Digital Echoes of the Past’ karya Jemana Murti yang digelar di Gajah Gallery Jakarta adalah acara yang sayang untuk dilewatkan. Berlangsung hingga 26 Oktober 2024, pameran ini menandai debut solo Murti, seorang seniman asal Bali yang dikenal dengan eksplorasinya terhadap hubungan antara budaya tradisional dan teknologi modern.

Pameran ini menawarkan perspektif menarik tentang bagaimana budaya dan identitas lokal dapat dipertahankan sekaligus beradaptasi dalam era digital. Jemana Murti, melalui karyanya, menyelami dinamika antara kemajuan teknologi dan pelestarian warisan budaya, terutama budaya Bali yang kaya akan nilai sejarah dan spiritual. Dalam setiap karya yang ditampilkan, ia menghadirkan ketegangan yang menarik antara dua dunia: yang kuno dan yang modern, yang alami dan yang digital.

‘Carbon Copy’ (2024) karya Jemana Murti

Salah satu tema utama yang diangkat dalam ‘Digital Echoes of the Past’ adalah bagaimana teknologi mempengaruhi persepsi kita terhadap warisan budaya. Karya-karya Murti, baik itu patung maupun instalasi dinding, memanfaatkan teknik cetak 3D untuk menyusun bentuk-bentuk tradisional dengan sentuhan futuristik. Motif-motif khas Bali yang familiar seperti ukiran kayu atau relief candi dipadukan dengan estetika digital yang terasa asing, menciptakan kontras yang memikat.

Dalam beberapa karya, Murti menggunakan teknik ‘glitch’, yang sering ditemukan dalam dunia digital. Efek ini menciptakan distorsi pada bentuk yang sudah dikenali, memberikan kesan bahwa ada sesuatu yang ‘rusak’ atau terdistorsi. Namun, di balik efek ini, ada pesan yang lebih dalam: bahwa di tengah kemajuan teknologi, kita harus tetap mempertahankan kesadaran akan akar budaya kita, meskipun mungkin bentuknya telah berubah.

Foto: Instagram @gajahgallery

Suasana galeri terasa futuristik namun tetap terhubung dengan masa lalu. Instalasi Murti memanfaatkan warna-warna tegas seperti biru pekat, merah, dan perunggu, memberikan sentuhan modern yang kuat namun tetap terikat pada esensi tradisional. Setiap ruang di galeri menampilkan perpaduan karya yang berbeda, mengundang penonton untuk merenungkan peran teknologi dalam membentuk, menjaga, atau bahkan mengganggu identitas budaya.

Selain menjadi ruang untuk refleksi budaya, ‘Digital Echoes of the Past’ juga merupakan ruang untuk merenungkan dampak sosial dari perkembangan teknologi. Melalui karya-karyanya, Murti mengingatkan kita bahwa transformasi budaya adalah bagian alami dari kemajuan, tetapi kita harus tetap berhati-hati agar tidak kehilangan esensi yang telah diwariskan oleh generasi sebelumnya.

‘Vestige’ (2024) karya Jemana Murti

Pameran ini pun didampingi oleh serangkaian program publik yang dirancang untuk lebih melibatkan masyarakat dalam topik yang diangkat oleh Murti. Acara-acara seperti diskusi bersama seniman, panel mengenai seni dan teknologi, serta lokakarya akan diadakan selama pameran berlangsung. Melalui program-program ini, pengunjung tidak hanya dapat menikmati karya-karya seni Murti, tetapi juga terlibat dalam percakapan yang lebih luas mengenai peran teknologi dalam melestarikan dan mentransformasi budaya.

Jika tertarik untuk mengeksplorasi pertemuan antara tradisi dan teknologi dalam seni rupa kontemporer, pameran ‘Digital Echoes of the Past’ di Gajah Gallery Jakarta adalah destinasi yang wajib dikunjungi. Jangan lewatkan kesempatan untuk melihat karya Jemana Murti yang menggugah pikiran, sekaligus merenungkan posisi budaya tradisional di dunia yang terus berubah ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here