Berkat lanskap alamnya yang beragam, Banyuwangi merupakan destinasi liburan sempurna untuk para penyuka petualang. Mereka yang senang berwisata bahari bisa menyambangi pantai-pantainya yang terpencil, sementara penyuka gunung bisa menaklukkan puncak-puncaknya yang megah.
Tentu saja kunjungan kemari tak hanya bisa diisi dengan aktivitas seru nan menantang adrenalin. Wisatawan yang tertarik untuk mengenal budaya setempat dapat mengunjungi desa adat yang dihuni warga suku asli Banyuwangi.
Adalah Osing, nama suku asli Banyuwangi yang kini tak hanya mendiami kawasan tersebut, namun juga merambah hingga ke Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Lumajang.
Suku Osing adalah penduduk asli Blambangan, kerajaan bercorak Hindu terakhir di Jawa yang berjaya pada abad 13 hingga 18. Dalam bahasa setempat, kata ‘sing’ berarti ‘tidak’. Hal ini dikarenakan masyarakat Blambangan menolak bekerja sama ketika VOC mendatangkan pekerja dari Jawa Tengah dan Madura, sehingga mereka mengucilkan diri di pegunungan.
Dari sinilah ciri permukiman masyarakat Osing berasal, yakni tidak menghadap jalan raya. Pasalnya, di masa itu mereka banyak dilanda ketakutan, terutama pasca-kekalahan laskar Blambangan pada Perang Puputan Bayu.
Bila tertarik berjumpa dengan warga asli Banyuwangi ini, kamu bisa mengunjungi desa wisata di Kemiren, Kecamatan Glagah. Lokasinya tak jauh dari pusat kota, sehingga kamu dapat mampir ke sana dalam perjalanan ke destinasi lain, atau melewatkan malam di salah satu rumah penduduknya yang dijadikan homestay.
Dengan menginap di sini, kamu tak hanya bisa menikmati arsitektur rumah adatnya dengan atapnya yang khas maupun tiang-tiang kayu sebagai penyangga di sekelilingnya, namun juga merasakan langsung keramahan warganya yang membuat nyaman serasa di rumah sendiri.
Saat waktunya makan, kamu akan disuguhkan berbagai masakan khas Banyuwangi yang lezat dan autentik. Kamu bahkan bisa mengintip dapur untuk melihat langsung cara memasaknya. Menu andalan di sini adalah pecel pitik (ayam), tahu walik, dan uyah asem (ayam kuah asem).
Di lain waktu, kamu bisa berkeliling desa bersama pemandu lokal untuk sekalian mengenal budaya setempat, seperti tradisi menjemur kasur di sepanjang jalan yang dipercaya dapat mengusir segala macam penyakit, ataupun kebiasaan menyimpan batik dalam toples agar tetap awet.
Batik tersebut juga bisa kamu beli di sana untuk suvenir. Pola batiknya diambil dari lingkungan pertanian, seperti Wader Kesit yang berupa ikan-ikan yang hidup di sungai, Jajan Sebarong dengan motif bambu, Jajan Sebarong yang adalah sayuran lokal, dan Kopi Pecah untuk menyimbolkan sejarah kopi di kawasan tersebut.
Berbagai kesenian suku Osing pun dapat disaksikan di sini, termasuk tari Jejer Gandrung untuk mengucap syukur atas hasil panen dan tradisi Ider Bumi untuk mengusir hawa jahat maupun memohon kemakmuran. Kostumnya yang warna-warni dengan iringan musik yang meriah dipastikan akan membuatmu terpesona.
Dan selagi berada di Kemiren, jangan lupa untuk mencoba produk kopi lokal terbaik mereka yang diproses secara tradisional. Ciri khasnya terletak pada penggunaan wajan bertungku tanah liat saat menyangrai kopi. Kamu bisa mengintip proses pembuatannya atau bahkan belajar membuat kopi sendiri, dari cara menumbuk, menyangrai, hingga menyajikan secangkir kopi.
Teks: Melinda Yuliani