Banyak suku di Indonesia memiliki tradisi yang unik. Sebut saja suku Nias yang terkenal dengan tradisi lompat batunya. Tradisi ini terbilang populer di Indonesia, terutama karena gambarnya pernah muncul di lembaran uang seribu rupiah sekitar tahun 1990-an. Tak sedikit pula wisatawan asing yang datang jauh-jauh ke Nias Selatan untuk melihat langsung atraksi lompat batu ini.
Lebih dikenal sebagai fahombo oleh masyarakat setempat, tradisi lompat batu ini hanya terdapat di Desa Bawomataluo, Kecamatan Fanayama. Karena keunikannya, desa ini telah dinobatkan sebagai desa budaya, dan tengah diupayakan untuk menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO.
Konon, tradisi ini awalnya dilakukan oleh para pemuda Nias untuk berlatih perang. Disaksikan oleh seluruh warga kampung, pemuda tersebut akan mengambil ancang-ancang terlebih dahulu, kemudian berlari kencang dan menginjakkan kaki pada sebongkah batu sebagai tumpuannya.
Setelah itu, ia akan melompat ke udara dan melewati susunan batu setinggi dua meter dan setebal 40 cm. Saat melompat, ia tidak boleh menyentuh susunan batu tersebut. Bila berhasil, pemuda tersebut lolos seleksi menjadi prajurit.
Di masa lalu, permukaan batu tersebut bahkan ditutupi paku dan bambu runcing untuk menunjukkan betapa seriusnya tradisi tersebut di kalangan suku Nias. Keahlian ini sendiri dianggap berguna dalam peperangan, terutama di malam hari, karena mereka dapat gesit melompati dinding pertahanan musuh dengan memegang obor di satu tangan dan pedang di tangan yang lain.
Kini fahombo hanya dipertontonkan untuk menyambut para tamu, selain sebagai atraksi untuk pariwisata. Fahombo juga terkadang digunakan sebagai batu acuan untuk menentukan kedewasaan pemuda maupun kesiapan mereka menikah.
Bila tertarik menyaksikan tradisi ini, kamu bisa langsung berkunjung ke Desa Bawomataluo. Kamu bisa membayar pemuda desa dengan tarif yang telah disepakati sebelumnya. Kisarannya sekitar Rp150.000 untuk dua kali lompatan. Setiap pemuda akan melompat satu kali.
Kamu bisa membayar secara patungan dengan teman atau wisatawan lain yang ingin menyaksikan tradisi unik suku Nias tersebut. Biaya yang dikeluarkan tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan pengalaman luar biasa yang didapat saat menyaksikan fahombo secara langsung.
Kelar menonton, kamu bisa berkeliling desa untuk melihat rumah-rumah adat tradisional, menikmati pemandangan alam sekitar dari ketinggian (lokasi desa ini berada di bukit), atau membeli suvenir yang dibuat langsung oleh warga setempat sebagai oleh-oleh.
Untuk aksesnya sendiri, kamu bisa naik pesawat untuk mencapai Bandara Binaka di Gunungsitoli, Pulau Nias. Setibanya, masih dilanjutkan dengan perjalanan darat sekitar tiga jam hingga tiba di desa para pelompat batu tersebut.
Teks: Melinda Yuliani