Sekitar abad 15, kapal dagang Tionghoa berlabuh di Teluknaga, Tangerang. Armada Cheng Ho memasuki nusantara dengan 300 kapal jung dan 30.000 pasukan yang dipimpin Chen Ci Lung. Seiring berjalannya waktu, meleburlah dua kultur dan melahirkan komunitas peranakan Tiongkok yang dikenal dengan sebutan Cina Benteng atau Cibeng.
Kisah asimilasi di kawasan ini dapat ditemukan di Museum Benteng Heritage, yang merupakan salah satu bangunan tertua di kota Tangerang. Berlokasi di Jalan Cilame No. 20, Tangerang, Museum Benteng Heritage diklaim sebagai museum Tionghoa pertama di Indonesia yang menyimpan catatan sejarah kaum peranakan Tionghoa Tangerang.
Dari Bangunan Reyot Jadi Museum
Berlokasi di tengah Pasar Lama Tangerang, bangunan museum diperkirakan berasal dari abad 17. Konon, rumah ini sempat dijadikan markas organisasi perdagangan Tionghoa di Tangerang. Kemudian di abad 19 dibeli keluarga Lao dan dijadikan kediaman.
Sayangnya, tidak ada dokumen resmi mengenai kondisi asli bangunan di masa lalu. Udaya Halim yang kemudian membeli rumah antik ini pada 2009, melakukan riset untuk mengetahui lebih lanjut mengenai bangunan yang dibelinya ini. Restorasi dilakukan selama dua tahun dan pada 11 November 2011 Museum Benteng Heritage diresmikan.
Hasil restorasi mengubah bangunan museum yang reyot menjadi lebih indah dengan relief dan patung-patung. Udaya Halim juga menambahkan partisi dan hiasan di dinding yang menjadikannya terlihat artistik.
Ragam Koleksi Bersejarah
Dengan sejarah panjang, Museum Benteng Heritage memiliki banyak koleksi, namun ada beberapa yang masuk catatan penting, seperti relief Sam Kok dari abad 18. Masih dalam kondisi asli 95 persen, relief yang juga turut direstorasi bersamaan dengan bangunan museum merupakan roman klasik yang menceritakan tiga kerajaan hasil pecahan Tionghoa.
Ada juga koleksi literatur (surat-surat) milik Oey Kim Tian (O.K.T), penerjemah cerita silat populer kelahiran Tangerang dan satu-satunya yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Museum Benteng Heritage juga menyimpan timbangan opium yang berasal dari Tiongkok, Jepang, Korea, Myanmar, Thailand, hingga buatan Indonesia. Sebagai simbol dalam kegiatan perdagangan, timbangan juga identik dengan lokasi museum yang berada di tengah Pasar Lama Tangerang.
Satu barang unik yang dimiliki Museum Benteng Heritage adalah botol kecap dengan label lawas. Kecap-kecap ini merupakan produksi Benteng Tangerang yang masih berdiri hingga sekarang, seperti Ketjap Benteng Teng Giok Seng dan Ketjap Siong Hin. Benda-benda klasik, seperti kamera tua dan Edisson phonograph (alat pemutar lagu buatan 1890-an), juga menghiasi jajaran koleksi museum.
Pengunjung juga dapat menemukan sepatu khas Tiongkok yang digunakan untuk membentuk kaki wanita Tiongkok menjadi kecil. Ada juga koleksi hiasan kepala, pundak, kain batik Tiongkok, dan kebaya encim. Salah satu koleksi busana lawas ini merupakan milik istri Kapitan di Batavia, Auw Tjoei yang dijuluki Kartini dari Batavia.
Berkunjung Saat Pandemi
Saat dihubungi Getlost.id pada Kamis (19/11/2020), Martin dari Museum Benteng Heritage menegaskan bahwa museum tetap buka dengan jam operasional pukul 10:00 hingga 17:00 (Selasa-Jumat). Dengan tiket masuk Rp30.000 per orang, Martin menjelaskan bahwa tiket sudah termasuk jasa pemandu yang tersedia tiap sejam sekali.
Selama kunjungan, pemandu akan menceritakan sejarah museum dan koleksi yang dimiliki. Tur dengan pemandu berdurasi sekitar 30-40 menit, dengan kuota 10 orang per sesi.
Jika berkunjung dengan kendaraan pribadi, dapat mengaksesnya melalui Jalan Tol Jakarta-Tangerang/Jalan Tol Merak-Jkt. Kamu yang menggunakan transportasi umum, disarankan menaiki Commuter Line tujuan Tangerang dan turun di Stasiun Tangerang. Dari stasiun, jalan kaki saja ke arah Pasar Lama Tangerang.
Gedung Gapensi Tangerang menjadi penanda kamu semakin dekat dengan museum. Di sebelah gedung terdapat gang kecil menuju Museum Benteng Heritage berada. Gunakan peta digital di ponsel untuk memudahkan pencarian lokasi atau bisa bertanya ke warga setempat.
Teks: Priscilla Picauly | Editor: Melinda Yuliani