Cuma Sehari di Ayutthaya? Pastikan Kunjungi 5 Wat Ini!

Ayutthaya adalah ibu kota Kerajaan Siam pada abad 14 hingga 17, sekaligus pusat kebudayaan, kekayaan arsitektur, dan perdagangan internasional. Memiliki tiga istana besar dan 400 kuil yang hampir semuanya dihancurkan ketika Burma menginvasi Siam pada 1767, perjalanan ke kota tua ini berarti beranjak dari satu wat ke wat lain.

Hanya berjarak sekitar 76 kilometer dari Bangkok dan dapat ditempuh dalam perjalanan naik mobil selama 90 menit, kota kuno Ayutthaya yang merupakan bekas ibu kota Kerajaan Sukhothai memberikan suasana kontras dengan Bangkok yang selalu ramai dan hiruk-pikuk. Kerajaan Sukhothai sendiri merupakan pusat peradaban Asia berkat letaknya yang strategis di Teluk Siam, di tengah-tengah antara India dan Tiongkok.

Itulah sebabnya juga kerajaan ini merupakan pusat perdagangan antara Asia, Timur Tengah, dan Eropa, sehingga mengundang banyak komunitas asing untuk menetap di sini, seperti bangsa Tiongkok, Jepang, Vietnam, India, Persia, Portugis, Belanda, dan Prancis. Jika punya waktu sehari untuk mengunjungi Ayutthaya, jangan lewatkan lima wat penting dalam sejarah Ayutthaya.

  • Wat Chaiwatthanaram

Upaya restorasi yang dimulai pada 1987, mengubah Wat Chaiwatthanaram dari reruntuhan yang sempat dijarah, menjadi salah satu atraksi yang paling banyak dikunjungi di Ayutthaya Historical Park. Kompleks kuil besar di tepi barat Sungai Chao Phraya ini adalah salah satu kuil di Ayutthaya yang paling mengesankan dan menawarkan pengaruh Buddha pada komunitas Thailand.

Dibangun dengan gaya tradisional Khmer, kompleks ini terdiri sebuah tiang pusat atau puncak menara yang bertengger di atas dasar persegi panjang, di tengah empat candi yang lebih kecil dan delapan candi atau merus, mirip chedi. Relief yang menggambarkan pemandangan kehidupan Buddha pernah menghiasi bagian luar merus, tetapi sekarang hanya tersisa fragmen. Usahakan untuk mengunjungi Wat Chaiwatthanaram menjelang senja, sekalian menikmati matahari terbenam.

  • Wat Lokkayasutharam

Kerajaan Ayutthaya terbagi menjadi Ayutthaya Awal, Tengah, dan Akhir. Menilik dari batu bata dan semen yang digunakan serta model bangunannya, kompleks kuil yang hanya tinggal reruntuhan di tepi jalan ini dibangun pada periode pertengahan Ayutthaya atau ketika kerajaan ini sedang jaya-jayanya. Yang tampak paling mencolok dari kompleks reruntuhan ini adalah patung Buddha sepanjang 37 meter dan setinggi 8 meter dalam keadaan terbaring, dengan wajah menghadap timur.

Bekas kuil ini masih dianggap keramat oleh warga setempat, karena pengunjung masih berbaris di hadapan patung Buddha untuk memberikan persembahan berupa buket teratai kuncup demi memohon nasib baik. Setelah puas berkeliling sambil melakukan swafoto, di sekitar kompleks reruntuhan kuil terdapat deretan warung yang menjual makanan ringan dan minuman dingin, termasuk es krim kelapa.

  • Wat Mahathat

Disebut-sebut sebagai kuil di Ayutthaya Historical Park sebagai yang paling banyak difoto oleh pengunjung, terutama objek unik berupa kepala patung Buddha yang terlilit akar pohon beringin. Kepala Buddha tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak kepala Buddha yang tergeletak begitu saja di tanah, setelah dijarah pencari harta karun. Karena tergeletak dekat pohon beringin setelah ratusan tahun, akar pohon ini membelit dan menggangkat kepala patung, sehingga menjadi seperti yang ada sekarang.

Bila sedang ramai antrean untuk berfoto dengan kepala Buddha tersebut, kitari dulu kompleks kuil yang tak kalah menawan. Dibangun pada 1374, Wat Mahathat tergolong besar dan masih dalam keadaan utuh. Wat Mahathat bila diterjemahkan berarti Temple of the Great Relics karena di sinilah peninggalan Buddha disimpan dan dipuja, selain sebagai tempat tinggal pimpinan tertinggi biksu Thailand.

  • Wat Phra Si Sanphet

Wat Phra Si Sanphet adalah kuil terindah dan paling penting secara historis di Ayutthaya. Tiga chedinya yang besar dan banyak yang lebih kecil membuat wat ini juga dikenal sebagai Kuil Raja. Dua dari chedi besar, yang timur dan tengah, dibangun pada 1492 oleh Raja Ramathibodi II untuk menampung abu ayah dan kakak laki-lakinya. Abunya sendiri dimakamkan di chedi ketiga, yang dibangun pada 1530 oleh putranya dan penerus kerajaan, Raja Boromaraja IV.

Ketiga chedi itu dijarah orang Burma, meskipun mereka gagal menemukan ratusan patung Buddha kecil berbahan perunggu, kristal, perak, timah, dan emas yang sekarang dipajang di Museum Nasional, salah satu atraksi utama di Bangkok. Patung Buddha kecil lainnya juga dibawa ke ibu kota untuk ditempatkan di Wat Buddhaisawan (yang sekarang juga menjadi bagian dari Museum Nasional di Bangkok) dan wiharn barat Wat Pho.

  • Wat Ratchaburana

Raja Boromracha II (1424-48) membangun Wat Ratchaburana untuk mengenang kakak laki-lakinya, Ay dan Yi, yang tewas dalam duel perebutan tahta. Kolom dan dinding wiharn masih berdiri, seperti halnya beberapa chedi yang rusak. Prang besar yang menggambarkan naga menopang garuda, masih terpelihara baik hingga sekarang.

Pengunjung akan menemukan beberapa lukisan dinding yang menarik di dua ruang bawah tanah di bawah prang, kemungkinan merupakan karya seniman Tiongkok yang menetap di Ayutthaya dan memiliki keterampilan untuk menyelaraskan gaya yang berbeda, seperti yang ada di Khmer dan Burma, Lopburi, dan Sukhothai. Dua chedi lagi di persimpangan jalan menampung abu saudara-saudara kerajaan, sementara yang ketiga untuk memperingati Ratu Si Suriyothai yang selama bertempur dengan Burma sekitar 1550, berpakaian seperti seorang pria dan menunggangi gajah putih untuk menyelamatkan suaminya.

Teks: Priscilla Picauly

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here