Selain Danau Kelimutu, Bisa ke Mana Saja di Ende?

Berada di tengah Flores, tak banyak yang tahu bahwa kota perbatasan ini banyak menawarkan keindahan tersembunyi yang menanti untuk ditemukan. Saking minimnya konflik, meski penduduknya berasal dari latar belakang suku yang berbeda-beda, Bung Karno yang pernah diasingkan di Ende pun menganggap kota ini sebagai miniatur Indonesia. Sebagai kota terbesar di Flores, Ende juga memiliki berbagai sekolah dan perguruan tinggi bermutu, sehingga banyak pemuda dari Flores, Timor, Sumba, hingga Alor dan Lembata datang ke sini untuk menimba ilmu.

Berkunjung ke Ende, berikut tempat-tempat yang bisa Anda kunjungi.

Danau Kelimutu

Berada di Desa Pemo, gunung ini memiliki danau kawah di puncaknya yang dinamakan Danau Tiga Warna karena memang memiliki tiga warna yang berbeda-beda seiring waktu. Meski telah menganut Katolik, suku Ende-Lio yang menghuni di sekitar Kelimutu masih memberikan sesajen di danau yang dipercaya sebagai tempat tinggal arwah leluhur.

Mobil-mobil sewaan wisatawan biasanya mulai memadati parkiran Danau Kelimutu di Taman Nasional Kelimutu sekitar pukul 05:00 untuk kemudian trekking ringan selama 20 menit menembus dingin dan gelap demi menunggu matahari terbit. Namun jangan khawatir, sambil menunggu matahari terbit, di puncak gunung banyak penjual aneka minuman untuk menghangatkan tubuh. Kunjungan ke sini sebaiknya dilakukan pagi hari, karena lewat dari pukul 07:00 biasanya akan turun awan tebal yang tentu saja menghalangi pemandangan ketiga danau, sehingga foto-foto yang didapat kurang bagus.

Rumah Pengasingan Bung Karno

Bangunan yang berada di Jalan Perwira ini merupakan tempat Soekarno menjalani hukuman pengasingan sebagai tahanan politik selama empat tahun sejak 1934. Di sinilah pengunjung dapat membayangkan bagaimana Bung Karno menjalani keseharian hidupnya bersama keluarga di kota yang dahulu ibarat kota mati dengan jalanan kecil belum beraspal, rumah penduduk yang masih jarang, dan wilayah sekitar yang masih berupa hutan, kebun karet, dan tanaman rempah-rempah.

Terdapat bekas dua telapak tangan Bung Karno saat ia bersujud di ruang salat dan meditasi, selain sumur yang masih berfungsi. Tak banyak yang berubah dari bentuk asli rumah yang dibangun pada 1927 itu, kecuali atap sengnya. Bagian dalamnya pun masih menyimpan perabotan asli serta lukisan dan bingkai foto yang menghiasi dinding.

Tenun Ikat Suku Ende-Lio

Desa Ndona terkenal akan tenun ikat khas suku Ende-Lio yang dibuat dengan pewarna alami, seperti mengkudu dan daun tarum, serta peralatan sederhana warisan leluhur. Tenun ikat dari desa ini banyak menggambarkan latar belakang kehidupan masyarakatnya. Misalnya, nggaja yang bermotif gajah sebagai simbol Dewa Ganesha, untuk menceritakan nenek moyang mereka yang berasal dari India dan Melaka serta merupakan penganut Hindu.

Sedangkan motif rajo menceritakan kapal rajo yang digunakan para leluhur menuju Ende. Karena kapal rajo menyimpan wea (emas) dan riti (anting emas), di dalam motif rajo pun terdapat lukisan emas. Motif rote rego dan rote koba menggambarkan aneka tumbuhan yang menjadi sumber kehidupan masyarakat, selain terdapat juga motif mata kerara atau buah sukun yang dianggap sebagai pohon yang penuh inspirasi sehingga dijuluki Pohon Pancasila.

Desa Wolotopo

Ketimbang dua desa di Kabupaten Ende yang disebutkan sebelumnya yang aksesnya sulit, Desa Wolotopo adalah favorit para operator paket overland untuk membawa para tamunya karena akses yang lebih mudah, walau letaknya sama-sama di perbukitan. Penduduknya pun masih memegang teguh adat dan bangunan tradisional yang masih digunakan untuk berbagai upacara adat.

Menenun adalah pekerjaan utama para wanita di desa ini, sehingga bagi para pecinta kain, berkunjung ke desa ini dapat diagendakan untuk memborong kain, selain mengagumi arsitektur tradisional suku Ende-Lio, seperti keda kanga yang digunakan untuk menyimpan tulang-belulang leluhur.

Teks: Melinda Yuliani

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here