Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio memberi apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi dalam mempersiapkan pembukaan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di masa normal baru. Banyuwangi dinilai sebagai salah satu kota di Jawa Timur yang sudah siap membuka destinasi wisata di tatanan normal baru, termasuk cukup matang dalam merancangkan tiga tahapan pemulihan untuk sektor pariwisata daerah, yakni darurat, pemulihan, dan new normal. Nantinya, bila sudah memasuki masa normal baru, Banyuwangi siap membuka sejumlah objek wisata unggulan, salah satunya Taman Nasional Alas Purwo.
Taman Nasional Alas Purwo berlokasi di perlintasan jalur antara Banyuwangi dan Situbondo, dapat dicapai sekitar lima kilometer dari Pelabuhan Ketapang atau sekitar 14 kilometer dari pusat kota Banyuwangi. Yang menjadikan taman nasional seluas 43.420 hektar ini menarik karena terdiri berbagai tipe ekosistem yang tergolong utuh di Pulau Jawa, mulai dari pantai, hutan hujan dataran rendah, hutan bakau, hutan bambu, sabana, dan hutan tanaman. Taman Nasional Alas Purwo memiliki lebih dari 700 jenis tumbuhan, baik yang khas dan endemik; 50 jenis mamalia; 302 jenis burung; 15 jenis amfibi; dan 48 jenis reptil.
Memasuki masa normal baru, wisatawan dapat berkunjung kembali ke Taman Nasional Alas Purwo dengan menyambangi sejumlah spot menarik, antara lain:
1. Savana Sadengan
Lanskapnya serupa dengan padang rumput di Taman Nasional Baluran, yang mengingatkan akan padang rumput di Afrika. Savana Sadengan berlokasi sekitar dua kilometer dari pintu masuk pos Rawa Bendo. Dengan luas mencapai 80 hektar, Savana Sadengan merupakan padang rumput semi alami karena terbentuk dari kerusakan hutan, yang kemudian secara alami menjadi hamparan rumput nan luas. Pengunjung dapat menyaksikan kawanan banteng, rusa, kijang, ajag, babi hutan, dan macan tutul. Jika berkunjung di waktu-waktu tertentu, terutama sekitar pukul 06:00 hingga 09:00 atau 15:30 hingga 17:00, pengunjung berkesempatan melihat banteng jawa yang ikonis dengan tanduk berbentuk huruf U. Di pagi hari, pengunjung dapat melihat kawanan merak berkeliaran hingga sebelum matahari meninggi.
2. Pantai Plengkung
Disebut juga G-Land, Pantai Plengkung ditemukan saat Mike dan Bill Boyum asal Amerika Serikat melakukan ekspedisi pada 1972. Menghadap langsung Samudra Hindia, Pantai Plengkung memiliki ombak yang dahsyat, itulah sebabnya pantai ini menjadi pantai favorit untuk berselancar. Rencananya Pantai Plengkung akan menjadi tuan rumah World Surf League (WSL) seri ke-3 pada 4-14 Juni 2020, sayangnya kompetisi batal digelar mengingat pandemi masih berlangsung dan ditutupnya taman nasional untuk sementara waktu. Pantai Plengkung diakui sebagai salah satu spot selancar terbaik di Asia Tenggara, termasuk satu dari tujuh ombak terbaik di dunia dengan ketinggian mencapai delapan meter dan panjang hingga dua kilometer. Ombak di Plengkung dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu Kong Waves (tinggi ombak antara 6-8 meter), Speedis Waves (tinggi ombak antara 5-6 meter), dan Many Track Waves (tinggi ombak mencapai 3-4 meter).
3. Pantai Trianggulasi
Alas Purwo juga memiliki Pantai Trianggulasi yang berada dekat Pura Luhur Giri Salaka, hanya dua kilometer saja Pantai Plengkung. Namanya yang unik berasal dari Tugu Trianggulasi, tugu petunjuk titik pengikat di area pengukuran dan pemetaan, yang berada sekitar 500 meter dari pantai. Awalnya masyarakat sekitar menyebutnya Tanggul Asri, namun karena sulit diucapkan, mereka menggantinya dengan Trianggulasi. Pantai Trianggulasi memiliki garis pantai landai, hamparan pasir putih yang luas, juga ombak tinggi, namun pengelola taman nasional melarang kegiatan selancar dan berenang karena alasan keamanan. Pengunjung dapat memanfaatkan lanskap pantai dengan bersantai menikmati debur ombak sembari menanti matahari terbenam atau sekalian saja berkemah.
4. Pantai Ngagelan
Berkendara sekitar delapan kilometer dari Pantai Trianggulasi, ada Pantai Ngagelan yang lebih populer sebagai tempat penetasan telur penyu. Di sini terdapat sekitar empat jenis penyu, yaitu penyu lekang (penyu abu-abu), penyu sisik, penyu belimbing, dan penyu hijau. Jika ingin menyaksikan proses penyu-penyu bertelur, pengunjung dapat berkemah di sini. Ingatlah untuk menjaga jarak agar penyu leluasa saat bertelur, tanpa merasa terganggu dengan kehadiran pengunjung. Sebagian pengunjung yang bertamu di Ngagelan biasa memanfaatkan bawah lautnya dengan snorkeling, jangan lupa untuk membawa peralatan menyelam sendiri. Tutup hari yang menyenangkan di Ngagelan dengan menikmati panorama matahari terbenam dari tepi pantai.
5. Kawasan Hutan Mangrove Bedul
Mengunakan gondang-gandung (dua perahu yang dijadikan satu), pengunjung berkesempatan menyusuri kawasan hutan bakau yang terlihat seperti hutan Amazon di Brasil. Hutan Mangrove Bedul sudah dibuka untuk publik sejak 2009, walau begitu, pihak pengelola membatasi zona kunjungan untuk menjaga kelestarian ekosistem dari eksploitasi manusia. Tidak hanya menyusuri hutan bakau, terdapat paket wisata yang menyertakan kunjungan ke spot-spot menarik lainnya di dalam taman nasional, seperti mengamati burung yang bermigrasi, kunjungan ke Pantai Ngagelan, menyaksikan penetasan telur penyu, dan melihat tukik.
6. Mangrove Trail Jatipapak
Yang terkini, Taman Nasional Alas Purwo punya spot baru yang belum banyak dikunjungi, Mangrove Trail Jatipapak, merupakan jembatan kayu kecil yang membawa pengunjung menyusuri hutan bakau. Pemandangan dari atas jembatan tampak lebih indah saat air laut sedang pasang, di mana pengunjung sekalian menikmati debur ombak yang jernih. Jembatan ini membawa pengunjung ke titik tengah hutan bakau yang bermuara di area dek terbuka, langsung mengarah ke Teluk Pang-pang. Di sini, Anda dapat bersantai sejenak di kursi-kursi yang telah disediakan sambil menikmati keindahan hamparan laut di bawahnya. Selain menyusuri hutan bakau, pengunjung dapat berburu foto di Mangrove Trail Jatipapak yang menawarkan spot-spot menarik sepanjang jalan, seperti di bagian awal trek yang terbuka dengan pemandangan laut dan hutan bakau di belakangnya.
7. Pura Luhur Giri Salaka
Selain wisata alam, mereka yang berkunjung ke Alas Purwo juga dapat melakoni wisata religi dengan menyambangi Pura Luhur Giri Salaka yang sudah berdiri sejak 1985. Walau berada di hutan belantara, pura ini cukup mudah diakses. Biasanya Pura Luhur Giri Salaka ramai dikunjungi saat Pagerwesi tiap Rabu Kliwon wuku Sinta, merupakan perayaan untuk memuliakan Ida Sanghyang Widhi Wasa dengan manifestasinya sebagai Sanghyang Pramesti Guru (Tuhan sebagai guru alam semesta). Perayaan Kuningan dan tradisi Malam Satu Suro juga menjadi alasan umat berbondong-bondong mendatangi pura yang menawarkan suasana tenang dan damai ini.
Teks: Priscilla Picauly