Morotai telah ditetapkan Presiden Joko Widodo menjadi satu dari sepuluh Destinasi Pariwisata Nasional bersama dengan Danau Toba di Sumatera Utara, Tanjung Kelayang di Belitung, Kepulauan Seribu di Jakarta, Tanjung Lesung, di Banten, Candi Borobudur di Jawa Tengah, Bromo Tengger Semeru di Jawa Timur, Mandalika di Lombok, Labuan Bajo di Flores, dan Wakatobi di Sulawesi Tenggara.
Berada di utara Pulau Halmahera, Morotai adalah salah satu pulau terluar Indonesia yang namanya mulai dikenal ketika penyelam berdatangan untuk menyelami perairannya yang diseraki bangkai pesawat-pesawat yang jatuh ditembak selama Perang Dunia II.
Sempurnakan Akses
Akses yang masih terbatas membuat kunjungan ke Morotai harus menggunakan strategi, baik dari segi waktu maupun logistik, terutama bagi yang ingin menyelam. Ada tiga cara menuju Morotai, yaitu lewat udara, laut, dan darat yang semuanya dapat diakses dari Ternate.
Wings Air dan Susi Air melayani rute dari Ternate ke Morotai selama 40 menit. Walau cepat, naik pesawat kecil ini membuat jatah bagasi sangat terbatas. Bagi yang memilih jalur laut, KM Geovani dari Pelabuhan Ahmad Yani di Ternate berangkat pukul 20.00 WITA dan tiba di Pelabuhan Imam Lastori, Morotai Selatan pukul 06.00 WITA.
Sedangkan untuk jalur darat, dari Ternate harus ke Pelabuhan Sidangoli untuk menuju Pelabuhan Sofifi, kemudian naik mobil ke Tobelo selama empat jam dan sesampainya di Tobelo, naik feri dari Pelabuhan Tobelo menuju Pelabuhan Ms Lastori di Morotai selama sekitar 90 menit.
Untuk mengembangkan suatu destinasi pariwisata, akses memang menjadi perhatian utama. Percepatan akselerasi sektor pariwisata memang harus dilakukan, terlebih kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ditargetkan 20 juta orang dan wisatawan domestik 275 juta pada 2019, di mana angka ini dua kali lipat dari pencapaian di 2015 yang mencapai 10 juta orang.
“Sektor pariwisata 2019 harus berkontribusi pada pendapatan domestik bruto (PDB) sebesar delapan persen, memperoleh devisa Rp 240 triliun, membuka lapangan pekerjaan di bidang pariwisata yang dapat menyerap tenaga kerja 13 juta orang,” jelas Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Serakan Sejarah
Sebagai tempat terjadinya pertempuran Perang Dunia II, atraksi wisata Morotai didominasi oleh sisa-sisa perang dan pertempuran. Letak yang strategisnya menjadikan Morotai sebagai pangkalan militer pasukan Amerika Serikat yang tergabung dalam Sekutu. Di bawah komando Jenderal Douglas McArthur, Morotai menjadi pangkalan militer terbesar di wilayah Pasifik dengan tujuh landasan dibangun untuk mengakomodir 3.000 pesawat tempur untuk menyerang Jepang dengan taktik menguasai Filipina terlebih dahulu. Terdapat tujuh landasan sebagai tempat pendaratan pesawat tempur Amerika Serikat, namun kini hanya dua dari tujuh bandara tersebut yang masih digunakan.
Setelah perang selesai, di Morotai, baik di atas maupun bawah airnya terdapat sisa-sisa perang. Yang paling menjadi incaran para penyelam adalah jenis pesawat pengebom Bristol Beufort dengan rentang sayap sekitar 20 meter bertumpuk-tumpuk di dasar laut.
Tak hanya pesawat, di kedalaman sekitar 15 meter, ban kendaraan perang, truk, dan bahkan peluru berserakan di antara pasir dan karang. Yang pernah menyelam di sini mengaku merinding membayangkan berbagai hal mengerikan selama perang berlangsung.
Bagi yang tidak menyelam, Morotai juga dikelilingi dengan pantai-pantai cantik berpasir putih halus, seperti Pulau Zum-zum dan Pulau Dodola. Pulau Zum-zum atau sering juga disebut Sumsum adalah markas tempat Jenderal MacArthur mempersiapkan pasukan untuk menyerang Jepang, walau kini sisa-sisa perang sudah tak ada lagi, kecuali bekas landasan pesawat yang telah berkarat dan terbengkalai.
Di pulau tak jauh dari Daruba ini pun terdapat gua persembunyian pasukan MacArthur. Di pulau ini pengunjung dapat berenang dan duduk-duduk menikmati angin sepoi-sepoi di pasirnya yang halus dan hangat.
Pulau Dodola adalah pulau cantik berpasir putih dengan fasilitas penginapan bagi siapa pun yang ingin bersantai dan menikmati jernihnya perairan Morotai. Di pulau inilah juga konon Jenderal MacArthur dan pasukannya melakukan rekreasi dan sejenak melupakan ketegangan perang.
Banyak yang menobatkan Pulau Dodola sebagai pulau tercantik di sekitar Morotai. Hanya berjarak 20 menit naik kapal dari pulau tersebut, Dodola terdiri dari Dodola Besar dan Dodola Kecil yang terletak bersisian. Bila air sedang surut, pengunjung dapat berjalan kaki di pasir yang menghubungkan kedua pulau yang juga dimanfaatkan warga setempat untuk bercocok tanam rumput laut ini.
Berjalan-jalan di Morotai, terutama di bagian kota tuanya, masyarakat setempat menggunakan Marston Mat atau alas baja buatan Amerika untuk landasan pesawat temporer bekas perang sebagai pagar. Bungkus peluru juga kemudian dimodifikasi dan dijadikan monumen di sebuah persimpangan jalan yang ramai di pulau ini. Sedangkan tak jauh dari Daruba, dua tank amfibi yang berkarat tampak teronggok di sebuah ladang.
Morotai memang unik. Tak hanya mengagumkan di bawah air, namun di sekitar daratannya pun menyimpan bagian dari sejarah dunia yang penting.