Pasola, Perang Berdarah untuk Suburkan Tanah

Festival Pasola di Sumba diawali dengan perburuan cacing laut atau yang disebut “nyale” di pagi hari. Cacing ini biasanya muncul di celah karangĀ  di tepi pantai dan menjadi pertanda para Rato (kepala adat), yaitu jika nyale gemuk, sehat, dan berwarna-warni, pertanda akan mendapatkan kebaikan dan panen yang melimpah. Sedangkan jika nyale kurus dan pucat, justru malapetaka yang akan datang. Tanpa mendapatkan nyale, Pasola pun tidak dapat dilaksanakan.

Pasola merupakan permainan ketangkasan saling melempar lembing kayu dari atas punggung kuda sandel, kuda asli Indonesia dari Pulau Sumba, yang dipacu kencang. Terbagi atas dua kelompok, setiap kelompok biasanya beranggotakan 50 hingga 100 pemuda. Meski lembing berujung tumpul, namun selama permainan berlangsung, bila lemparan benda ini mengenai pemain maupun penonton, tetap dapat melukai. Namun justru setiap tetes darah yang keluar dari tubuh peserta diyakini dapat menyuburkan tanah dan membawa hasil panen yang melimpah.

Bahkan jika jatuh korban, menurut kepercayaan setempat, dosa-dosanya telah tertebus dan membawa kebaikan bagi masyarakat sekitar karena dapat menikmati panen yang lebih baik. Selama penyelenggaraan Pasola, wanita Sumba yang biasanya membuat tenun ikat juga turut turun ke arena untuk menyemangati peserta. Derap kaki kuda yang menggemuruh di tanah lapang, suara ringkikan kuda, dan teriakan garang penunggangnya menjadi musik alami yang mengiringi permainan berdarah ini. Tahun ini, Pasola di Desa Maliti Bondo Ate diselenggarakan pada 8 Maret, di Desa Waiha pada 9 Maret, dan di Wainyapu pada 10 Maret.

Akses

Bandara Tambolaka di Waikabubak, Sumba Barat, terhubung dengan Garuda Indonesia (garuda-indonesia.com) dari Denpasar dengan durasi penerbangan 50 menit.

Akomodasi

Sumba Wera Beach (sumbaeastresort.com), Sumba Nautil Resort (sumbanautilresort.com), Oro Beach Houses (oro-beachbungalows.com)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here