Desa Terindah di Indonesia Ini Letaknya di Atas Awan

Terletak di ketinggian sekitar 1.200 meter, Wae Rebo merupakan kampung tradisional suku Manggarai yang menghuni mbaru niang, rumah adat berupa bangunan kayu bertingkat lima, berbentuk kerucut, dan beratap ijuk yang mampu menampung hingga delapan keluarga.

Karena berada di tengah pegunungan yang tertutup hutan, belum ada kendaraan yang dapat menembus desa ini, sehingga pengunjung harus berjalan kaki selama empat jam dari Denge untuk mengaksesnya. Meski demikian, turis terus berdatangan ke desa permai ini.

Terdiri dari tujuh rumah adat berbentuk kerucut yang disebut mbaru niang, konon rumah-rumah tersebut telah dihuni turun-temurun selama 19 generasi. Jumlah rumah adat tak boleh lebih dari tujuh dan setiap rumah dihuni antara enam hingga delapan keluarga. Bila anggota keluarga makin banyak dan perlu membangun rumah baru, rumah harus dibangun di luar kampung adat.

Walau terpencil, penduduk Wae Rebo sangat ramah terhadap pendatang. Upacara Waelu akan dilangsungkan setiap ada pengunjung yang mampir ke desa. Upacara penyambutan ini menganggap tamu seperti penduduk asli Wae Rebo yang sedang pulang kampung.

Pengunjung diperbolehkan menginap di Wae Rebo dengan bermalam di salah satu mbaru niang yang terdiri dari lima lantai dengan daun lontar sebagai atapnya dan tikar anyaman daun pandan sebagai alasnya. Acara makan pun dilakukan bersama-sama dengan penduduk setempat. Berkat keramahan penduduk lokal dan keaslian adat istiadatnya, Desa Wae Rebo pun dinobatkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia.

Biaya masuk dan menginap di rumah adat Wae Rebo adalah Rp 325.000/orang, sudah termasuk welcome tea, makan malam, sarapan, serta kasur dan selimut hangat. Bila tidak menginap, tamu cukup membayar Rp 250.000 untuk welcome tea dan satu kali makan.

Seiring makin banyaknya turis yang datang, para wanita Wae Rebo membuat kain ikat untuk cenderamata menggunakan alat yang masih tradisional. Tak ada yang lebih romantis selain duduk dan saling merapatkan badan bersama pasangan dengan berselimutkan sarung ikat Flores cantik yang baru dibeli dari warga setempat!

Akses: Pintu gerbang Flores adalah Labuan Bajo atau Maumere, yang kemudian dilanjutkan dengan naik mobil menuju Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai. Dari Ruteng menuju Desa Dintor yang terletak di pesisir, kemudian berjalan kaki di Sebu hingga ke Denge melalui hutan dan Sungai Wae Lomba menuju Ponto Nao, tempat Desa Wae Rebo berada. Total perjalanan dengan berjalan kaki sejauh sembilan kilometer selama kurang lebih 4,5 jam.

Teks: Melinda Yuliani

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here