Wahyu Mahendranata: Menjadi Fotografer Tak Semudah yang Dikira

Bermula dari deretan wallpaper yang otomatis tampil di komputer yang dibelikan sang ayah ketika ia berumur lima tahun dan selalu ia pandangi dengan penuh kekaguman, sejak itu ia tahu bahwa ia pun jika besar nanti ingin memproduksi gambar-gambar indah serupa. Harapan itu pun berhasil terwujud karena kini mungkin ada orang yang lain yang bertingkah seperti dirinya, yaitu terpana tak berkedip selama beberapa menit ketika melihat foto-fotonya di akun Instagram @iw.wm.

Yang ingin disampaikan melalui foto-foto yang dihasilkan?  

Rasa. Saya berharap para penikmat feed Instagram saya dapat merasakan hal yang sama dengan yang saya rasakan ketika memotret suatu objek dan ikut masuk ke momen yang berusaha saya abadikan.

Kalau tidak menjadi fotografer, akan memilih karier di bidang apa? 

Mungkin barista, karena saya suka kopi dan mengrobrol, terutama dengan orang-orang baru. Sebenarnya sekarang pun sedang menabung untuk mewujudkan impian membuka sebuah kedai kopi.

Jika seseorang hanya memiliki 24 jam di Bali, tempat-tempat yang disarankan untuk dikunjungi? 

Ubud! Tempat ini menurut saya sangat merepresentasikan Bali. Baik suasana, makanan, gaya hidup, hingga pesona alam berupa sawah dan air terjun.

Tempat-tempat favorit di Bali untuk berburu foto? 

Desa Pinggan di Kintamani untuk pemandangan gunung dan matahari terbit terbaik; Ubud untuk mengabadikan suasana khas Bali yang kini mulai langka; Canggu untuk mengabadikan suasana pantai yang didominasi anak muda. Canggu juga kini semakin ramai mencuri perhatian wisatawan, berkat kemunculan banyak kafe unik yang menyediakan latar foto menawan.

Pengalaman unik berburu foto di Bali? 

Pernah hampir digigit monyet di Monkey Forest, Ubud. Kawanan monyet di sini memang terkenal agresif, sehingga untuk memotret harus berpacu dengan momen.

Tantangan terbesar seorang fotografer di masa kini? 

Banyak fotografer tidak memiliki pengetahuan pemasaran yang baik, sehingga mereka pikir satu-satunya cara untuk mendapatkan pekerjaan adalah dengan menjatuhkan harga. Hal ini tentu saja berefek ke fotografer lain dan membuat suasana tidak sehat. Itu semua ditambah kebanyakan orang beranggapan untuk menjadi fotografer bisa cukup dengan sekadar memiliki kamera. Fotografer tidak hanya menekan shutter kamera, tapi ia pun perlu soft skills, seperti public speaking, disiplin waktu, kemampuan editing, dan pengaturan keuangan untuk menunjang pekerjaannya. Dibutuhkan proses yang panjang dan kerja keras agar karya diakui dan semua itu tidak semudah yang orang-orang kira.

Pencapaian sebagai fotografer yang paling dibanggakan? 

Saya adalah satu dari tiga fotografer yang dipilih Beautiful Destinations, sebuah digital agency terbesar di Amerika Serikat untuk kesehariannya difilmkan. Tim mereka datang khusus ke Indonesia untuk mendokumentasikan kehidupan saya. Saat ini saya juga sedang terlibat beberapa proyek internasional, seperti dengan dinas pariwisata Selandia Baru dan Swiss, selain menjadi satu-satunya fotografer dari Indonesia yang diundang ke acara 9GAG di Hong Kong.

Yang paling disukai dan tidak disukai dari tinggal di Bali? 

Yang paling disuka dengan keramah-tamahan masyarakat Bali. Mereka pun seringkali tak segan-segan membantu jika dibutuhkan. Sedangkan yang paling tidak disukai adalah kebiasaan turun temurun membuang sampah sembarangan dan kemacetan yang semakin parah.

Fotografer favorit? 

Fotografer asal Amerika Serikat @Bejamin yang karya-karyanya sangat artistik dan memiliki ciri khas.

Punya Muse? 

Ada, akun Instagramnya@helloemilie. Dia seorang fotografer dari Australia yang banyak menginspirasi karya-karya saya. Dia bisa menciptakan nuansa yang berbeda dalam tiap foto melalui warna dan ciri foto minimalisnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here