40 Ide Menjelajahi Nusantara Selama 2018 (Bagian 1)

Tahun 2018 mendatang, terdapat tujuh akhir pekan panjang dan enam hari libur nasional yang jatuh pada tengah minggu. Kebanyakan hari libur tahun depan jatuh pada Jumat dan Selasa, di mana itu berarti kesempatan emas untuk merencanakan liburan kecil ke berbagai tempat di Indonesia. Berikut kami pilihkan 40 aktivitas seru yang dapat dilakukan di negara yang tidak habis-habisnya dijelajahi ini.

1. Menyaksikan Ngaben, Bali

Ngaben merupakan upacara kremasi untuk mengirim jenazah ke kehidupan selanjutnya. Upacara ini tak diwarnai kesedihan, karena keluarga yang ditinggalkan percaya bahwa kematian adalah awal dari kehidupan baru, berhubung masyarakat Hindu Bali percaya reinkarnasi.

Bila reinkarnasi seseorang telah selesai pun, semua jiwa akan mencapai Moksha (suatu keadaan di mana jiwa telah bebas dari reinkarnasi dan roda kematian), sehingga mereka beranggapan tak ada yang perlu ditangisi dari kematian. Lagipula, isak tangis justru akan menghambat perjalanan roh mencapai Nirwana.

Dalam ajaran Hindu, ketika seseorang meninggal, yang mati hanya jasadnya saja, sedangkan rohnya tidak. Oleh karena itu, untuk menyucikan roh tersebut, perlu dilakukan Ngaben untuk memisahkan roh dari jasad.

Di hari pelaksanaan Ngaben, jenazah diletakkan di sebuah peti, kemudian peti tersebut diletakkan dalam sebuah sarkofagus kayu berbentuk lembu atau vihara untuk diarak ke tempat kremasi. Arak-arakan tidak berjalan lurus untuk mengecoh roh jahat yang dapat merasuki jenazah.

Ngaben biasanya memakan waktu cukup lama, terlebih bila yang meninggal dari kasta tinggi. Menjelang Ngaben, berita akan tersebar luas, sehingga di sela-sela menikmati beragam atraksi di Bali atau sekadar mencicipi tempat-tempat baru yang selalu bermunculan di kawasan Seminyak dan Canggu, menyaksikan upacara kremasi ini dengan mudah akan menyumbangkan kenangan tak terlupakan.

2. Air Terjun Geopark Ciletuh, Sukabumi

Geopark Ciletuh yang memuat hamparan bebatuan berusia jutaan tahun memang telah mengundang minat pejalan. Namun, belum banyak yang tahu bahwa di kawasan konservasi ini juga terdapat sembilan air terjun.

Curug Awang, misalnya, disebut-sebut sebagai air terjun paling cantik di sini dengan dikelilingi sawah dan pedesaan asri. Untuk mengaksesnya, pengunjung harus menuruni jalan tanah dengan bebatuan curam.

Bila ingin akses yang lebih mudah, dapat memilih berkunjung ke Curug Cimarinjung di Desa Ciemas, yang tinggal menyusuri jalan setapak di samping pematang sawah dan dinding batu. Debit air Curug Cimarinjung pun cukup dahsyat, walau warna airnya agak kecokelatan akibat keberadaan tambang emas di hulu sungai.

Dari kesembilan air terjun di sini, yang difavoritkan pengunjung adalah Curug Sodong, karena selain mudah diakses, tampilannya pun unik dengan cekungan di balik air terjun yang terlihat seperti gua. Sesuai namanya, “sodong” dalam bahasa Sunda memang berarti cekungan. Beberapa air terjun di sini tidak dikenakan biaya masuk, namun sediakan uang parkir, selain membawa bekal karena fasilitasnya masih terbatas.

3. Hunting foto di Kotagede, Yogyakarta

Kotagede pernah menjadi pusat kerajinan dan perdagangan, selain merupakan pusat Kerajaan Mataram, sehingga tak heran bila hingga kini masih banyak keturunan bangsawan Yogyakarta yang menghuni tempat ini. Bangunan antik di gang-gang Kotagede memang memiliki kisahnya sendiri, yang tidak tercatat di buku sejarah mana pun.

Sudut-sudut terbaik di Kotagede memang lebih menyenangkan dijelajahi dengan berjalan kaki karena ternyata banyak kejutan di sini, misalnya gedung tua yang megah di tengah gang sempit atau gedung-gedung di tepi Jalan Raya Kotagede yang bercat putih dan menggabungkan arsitektur Eropa dengan sentuhan Jawa.

Di sini tidak ada bangunan komersial yang lebih tinggi dari rumah-rumah di sekitarnya, sehingga siapa pun dengan mudah dapat membayangkan dan merasakan suasana masa lalu.

Jangan lewatkan mencicipi kue setempat bernama kipo, yang namanya diambil dari singkatan dalam bahasa Jawa “iki opo” (ini apa, karena memang kudapan hasil inovasi ini menggelitik rasa ingin tahu karena kelezatannya). Terbuat dari tepung beras ketan yang diberi daun suji sehingga berwarna hijau, kue yang dipanggang di atas arang ini berisi parutan kelapa dan gula merah.

4. Bersenja di Pura Lempuyang Luhur, Bali

Pura Lempuyang Luhur di Bukit Bisbis, Karangasem, dipercaya sebagai pura tertua di Bali dan berstatus yang setara dengan Pura Besakih karena sama sakralnya. Lempuyang Luhur tidak sendirian, karena di kawasan yang sama juga terdapat enam pura lainnya, yaitu Pura Panataran Agung, Pura Telaga Mas, Pura Telaga Sawang, Pura Lempuyang Madya, Pucak Bisbis, dan Pura Pasar Agung.

Untuk menuju Pura Lempuyang Luhur, pengunjung harus bersiap mendaki sekitar 2.000-an anak tangga, sehingga banyak yang hanya singgah di pura pertama, yaitu Pura Panataran Agung yang memiliki tiga pintu masuk.

Pengunjung hanya diperbolehkan menggunakan tangga di kanan dan kiri, karena pintu tengahnya hanya digunakan untuk upacara-upacara besar. Menduduki naga, baik ekor maupun kepalanya juga dilarang, selain pengunjung wanita yang sedang menstruasi tidak diperbolehkan memasuki pura.

Pura ini juga memiliki sebuah gapura ikonik dengan berlatar Gunung Agung, yang jika dipotret dari sudut pandang tertentu, hasilnya seakan-akan sedang berada di atas awan. Bila ingin ke sini, dianjurkan datang menjelang senja untuk menikmati pemandangan yang dramatis dan unik, karena tidak banyak yang ke sini di sore hari, terlebih menunggu hingga hampir gelap.

5. Tinggal di Rumah Pohon Suku Korowai, Papua

Jauh di pedalaman Papua, tepatnya di kawasan hutan yang berjarak sekitar 150 kilometer dari Laut Arafura, keberadaan suku Korowai baru diketahui keberadaannya pada 1970-an oleh misionaris Belanda, karena sebelumnya, suku ini hampir tidak mempunyai kontak dengan dunia luar.

Berpopulasi sekitar 3.000 jiwa, Korowai adalah salah satu suku Papua yang para prianya tidak menggunakan koteka. Mereka adalah pemburu-pengumpul yang memiliki keterampilan bertahan hidup dengan membangun rumah di atas pohon dengan ketinggian antara 10 hingga 50 meter untuk menghindari serangga, binatang buas, dan roh jahat. Suku Korowai membangun rumah tanpa paku dan semen sebagai perekat, melainkan hanya memanfaatkan tali rotan untuk mengikat sejumlah material.

Akses untuk masuk rumah melalui tangga panjang berbahan ranting – tanpa pengaman dan hanya menggunakan tali dari serat tanaman. Walau mungil, rumah berukuran sekitar 18 meter persegi tersebut kuat dan dapat menampung hingga 20 orang.

Setiap rumah memiliki tempat untuk memanggang makanan, selain sekat kayu untuk membagi ruangan. Rumah pohon bakal sedikit bergoyang bila angin bertiup. Operator wisata Pesona Indo Tour & Travel (pesonaindo.com) yang berbasis di Yogyakarta menawarkan paket perjalanan delapan hari dari Jayapura untuk mengunjungi berbagai suku terasing Papua dan tinggal di beberapa pemukiman suku Korowai sambil mengikuti keseharian mereka, seperti berburu, menangkap ikan di sungai, atau memanen sagu.

6. Lumba-lumba di Teluk Kiluan, Lampung

Ketimbang menyaksikan pertunjukan lumba-lumba di akuarium yang mengancam kelangsungan hidup hewan tersebut dan tidak bermuatan edukasi karena lumba-lumba dipaksa untuk melakukan hal-hal yang bukan merupakan perilaku aslinya, lebih baik melihat langsung hewan tersebut di alam bebas.

Ada beberapa tempat terbaik untuk melihat lumba-lumba di Indonesia, salah satunya Teluk Kiluan di Kabupaten Tanggamus, atau sekitar 80 kilometer dari Bandar Lampung. Akses yang tadinya kurang baik, sejak September 2017 telah diperbaiki dengan membangun ruas jalan Simpang Teluk Kiluan-Simpang Umbar untuk memudahkan perjalanan menuju Teluk Kiluan.

Dari Teluk Kiluan, untuk melihat lumba-lumba harus naik kapal selama satu jam ke tengah laut. Agar kans untuk melihat lumba-lumba besar, disarankan sudah berangkat sebelum pukul 06:00 karena kawanan lumba-lumba di sini biasanya terlihat mencari makan di pagi hari.

Teluk Kiluan sendiri merupakan jalur migrasi dari dua jenis lumba-lumba, yakni lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris) yang senang melompat dan berputar di udara (dalam bahasa Inggris disebut spinner dolphin), serta lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) yang tubuhnya lebih besar, namun pemalu.

Selain melihat lumba-lumba, pejalan juga dapat mengunjungi sejumlah pulau di sekitar Teluk Kiluan, seperti Pulau Kiluan yang memiliki laguna berair jernih dan Pantai Gigi Hiu (Pegadungan) dengan gugusan karangnya yang eksotis.

7. Menginap di Lembah Harau, Sumatera Barat

Julangan dinding-dinding tebing di Lembah Harau di Kabupaten Lima Puluh Kota menawarkan pemandangan yang memukau. Dari antara tebing-tebing setinggi antara 100 hingga 150 meter ini kadang keluar air terjun. Walau merupakan kawasan cagar alam, kini terdapat beberapa homestay di Lembah Harau bagi yang ingin menikmati keindahan tempat ini dengan lebih leluasa.

Abdi Homestay menawarkan bungalow dengan harga terjangkau untuk dua dan empat orang per unitnya. Kelebihan Abdi Homestay adalah di halaman belakangnya terdapat tebing yang dialiri air terjun. Karena jumlahnya terbatas dan selalu ramai, terutama Juni hingga September, pesanlah kamar di sini dari jauh-jauh hari.

Pilihan lain menginap di Lembah Harau adalah di Lembah Echo Homestay and Convention (T. 0752-7750306 atau 081266191501) yang juga berkonsep cottage dan terbagi menjadi sembilan tipe dengan total 21 kamar, di mana para tamu dapat menyewa per cottage maupun hanya per kamar.

Sementara Harau Syafiq Homestay yang tak jauh dari Sarasah Bunta pun juga merupakan alternatif yang patut dipertimbangkan. Walau hanya memiliki tiga cottage yang mampu menampung maksimal 20 orang, namun lahannya luas dengan kolam ikan yang boleh dipancing para tamunya dengan membayar hasil tangkapan yang dihitung per kilogram. Tempat ini juga menyediakan fasilitas untuk membuat api unggun.

8. Bernostalgia di Lasem, Jawa Tengah

Dijuluki Tiongkok Kecil karena merupakan pendaratan imigran Tiongkok di Jawa pada abad 14, nama Lasem adalah variasi dialek dari kata “Lao Sam”, nama aslinya. Kedatangan armada dari Tiongkok pimpinan Laksamana Cheng Ho ke Jawa sebagai duta kaisar semasa Dinasti Ming untuk membina hubungan dengan Majapahit membuat banyak pedagang Tiongkok kemudian menetap di daerah pesisir utara Pulau Jawa, dan seiring waktu, menjadikan Lasem pusat perdagangan.

Tak heran, di Lasem banyak rumah tua perpaduan gaya Tiongkok dan Hindia Belanda, terutama di Kampung Turi, termasuk kelenteng tua tak jauh dari Sungai Babagan.  Beberapa rumah masih ditempati atau direvitalisasi sebagai homestay, namun tak jarang juga yang sudah tak berpenghuni.

Sebagai penghasil jambu, mangga, garam, dan terasi, Lasem juga merupakan sentra kerajinan batik. Batik Lasem bercirikan egalitarian karena dapat dikenakan oleh semua lapisan masyarakat. Konon, perkembangan Batik Lasem dipengaruhi budaya Tiongkok dan Campa yang membaur dengan penduduk lokal dan lambat laun melahirkan akulturasi kebudayaan dalam bentuk seni batik dan kuliner. Hidangan yang mesti dicoba di Lasem adalah lontong tuyuhan atau lontong berkuah santan dengan daging ayam.

9. Bermain dengan Gajah di Tangkahan, Sumatera Utara

Pusat konservasi gajah di Desa Namo Sialang, Batang Serangan Langkat ini mulai ramai dikunjungi turis mancanegara beberapa tahun terakhir, terutama setiap Juli hingga Oktober. Berada di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, karena perjalanan yang jauh dari Medan, disarankan untuk menginap di Tangkahan yang menyediakan penginapan sederhana sekaligus pengalaman memandikan gajah di Tangkahan Center.

Bila tidak menginap pun, tiket untuk ikut memberi makan dan memandikan gajah di sungai dapat diperoleh langsung di Tangkahan Center, di mana penjualan tiketnya digunakan untuk biaya perawatan tujuh gajah dewasa dan tiga anak gajah yang ada di sini. Jadwal memandikan gajah yang dapat diikuti wisatawan tersedia dua kali sehari (setiap hari kecuali Jumat) selama satu jam, yaitu pukul 08:30 dan 15:30.

Bila tak ingin ikut kegiatan memandikan gajah, pengunjung tetap diperbolehkan melihat kandang gajah tanpa dipungut biaya. Kegiatan ekowisata di sini lebih menyenangkan dan lebih jelas sisi edukasinya ketimbang melihat gajah di sebuah kandang di kebun binatang. Yang ditawarkan Tangkahan adalah berinteraksi dengan gajah di habitat aslinya.

10. Menyepi di Siladen, Sulawesi Utara

Merupakan salah satu dari lima pulau di kawasan Taman Nasional Bunaken, Siladen di timur laut Bunaken dapat ditempuh sekitar 45 menit naik kapal dari Manado. Pulau mungil ini relatif lebih sepi pengunjung dibandingkan Bunaken, sehingga bila ingin menikmati suasana pantai indah yang jauh dari keramaian, di sinilah tempatnya.

Untuk menuju Siladen, bila telah memesan akomodasi di pulau ini biasanya akan dijemput di bandara dan menyeberang dengan kapal milik resor, namun bila ingin melakukan perjalanan secara independen, dari Manado tersedia kapal umum yang hanya tersedia sekali sehari, yaitu antara pukul 13:00 hingga 15:00 (Manado – Siladen), dan pukul 07:00 (Siladen – Manado). Siladen memiliki beberapa resor berfasilitas lengkap, mulai dari kolam renang air asin, bar tepi pantai, dive center, layanan tur keliling pulau untuk menyaksikan lumba-lumba, hingga kelas memasak makanan setempat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here