Everything We Inherit, Perayaan 50 Tahun ASEAN-Australia Lewat Seni Transkultural

'Gugusan' (2023) karya Agus Wijaya

Pameran Everything We Inherit yang berlangsung di ISA Art Gallery, Jakarta, dari 28 September hingga 29 November 2024, digelar untuk merayakan 50 tahun hubungan dialog antara ASEAN dan Australia.

Dikurasi oleh Jennifer Yang, pameran ini menampilkan karya 11 seniman berbakat yang mewakili ikatan budaya lintas negara antara Asia Tenggara dan Australia. Dengan dukungan dari Australian Mission to ASEAN, pameran ini menjadi panggung bagi eksplorasi identitas, warisan budaya, serta pertanyaan seputar batas-batas nasional dalam dunia yang semakin mengglobal.

Foto: Dok. ISA Art Gallery

Para seniman yang berpartisipasi dalam pameran ini antara lain Agus Wijaya, Emma Rani Hodges-Vanitlertpibon, Ida Lawrence, Janelle Low, Jenna Lee, Jumaadi, Leyla Stevens, Linda Sok, Melissa Nguyen, Sangeeta Sandrasegar, dan Zico Albaiquni.

Karya-karya mereka mencerminkan berbagai pengalaman diaspora, mengeksplorasi warisan multirasial mereka dan menyajikan refleksi mendalam tentang arti kebangsaan dan identitas. Melalui karya seni yang menggunakan berbagai medium, mereka menantang ide-ide konvensional tentang kebangsaan, menciptakan narasi visual yang kaya dan penuh makna.

‘Taksakala’ (2021) karya Agus Wijaya

Agus Wijaya, seniman asal Cianjur yang kini tinggal di Sydney, menampilkan karya seperti ‘Procession’ dan ‘Taksakala’ yang menggunakan digital art dan instalasi. Karya Agus mempertanyakan konstruksi identitas dalam dunia modern yang semakin terhubung, menggambarkan perjalanan budaya dari perspektif yang beragam.

Sementara itu, Jumaadi, seniman dari Indonesia yang berbasis di Yogyakarta dan Sydney, menghidupkan kembali teknik wayang kulit melalui karya-karya seperti ‘Tulang Punggung’ dan ‘Sepasang Malaikat’, yang terbuat dari kulit kerbau dan menggabungkan tema cinta dan keluarga dengan elemen tradisional.

‘Tulang Punggung’ (2024) karya Jumaadi

Emma Rani Hodges-Vanitlertpibon, seniman tekstil asal Canberra, menampilkan karya berjudul ‘Where My Mother Tongue Can Kiss the Soil She Stands Upon’. Karya ini terbuat dari kain tradisional Thailand yang dikombinasikan dengan elemen modern seperti glitter dan mutiara plastik, menggambarkan kerinduan pada akar budaya di tengah kehidupan diaspora.

Jenna Lee, seorang seniman Gulumerridjin (Larrakia) yang juga memiliki keturunan Asia Tenggara, menyajikan karya-karya yang mengangkat isu kolonialisme dan identitas, seperti ‘Dark Singing Tree’ dan ‘One Legend Says’, menggunakan material daur ulang dan buku-buku lama sebagai bentuk perlawanan simbolis terhadap warisan kolonial.

‘At Your Surface #2’ (2018) karya Janelle Low

Janelle Low, fotografer berbakat yang mengeksplorasi budaya Peranakan dan kehidupan di Australia, menampilkan seri ‘At Your Surface’, di mana ia menggabungkan elemen fotografi dengan daun emas untuk menciptakan karya yang merenungkan warisan dan kenangan keluarga.

Seniman lainnya, Ida Lawrence, yang berbasis di Berlin, menampilkan lukisan-lukisan seperti ‘A Friend’ dan ‘The Greater the Volume the Greater the Love’, yang menggambarkan keintiman dan hubungan antar manusia dalam konteks budaya lintas batas.

‘GROH GOH (Rehearsal for Rangda)’ (2023) karya Leyla Stevens

Karya dari Leyla Stevens, Linda Sok, Melissa Nguyen, Sangeeta Sandrasegar, dan Zico Albaiquni melengkapi pameran ini dengan ragam medium mulai dari video hingga instalasi kain dan patung.

Leyla Stevens, misalnya, melalui karya video ‘GROH GOH (Rehearsal for Rangda)’, menampilkan tema spiritualitas Bali dengan sentuhan modern. Sementara itu, Sangeeta Sandrasegar menghadirkan karya tekstil yang memadukan pewarna alami dan motif etnik India untuk menggambarkan perjalanan budaya dan ritual dari perspektifnya sebagai diaspora Asia Selatan di Australia.

Foto: Dok. ISA Art Gallery

Everything We Inherit merupakan ajakan bagi pengunjung untuk merenungkan kembali makna identitas dan warisan budaya dalam konteks yang semakin lintas batas. Dengan berbagai perspektif yang dituangkan dalam karya-karya ini, pameran ini menciptakan ruang di mana batas-batas nasionalitas dibaurkan, memberikan pengalaman artistik yang mendalam tentang keberagaman dan pertukaran budaya antara ASEAN dan Australia.

Pameran ini berlangsung hingga 29 November 2024, dari Selasa hingga Minggu pukul 11:00 hingga 18:00 di ISA Art & Gallery, Wisma 46, Jakarta. Bagi yang belum berkunjung, ini adalah kesempatan untuk menikmati karya-karya seni yang menghubungkan sejarah, identitas, dan pertukaran budaya. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi akun Instagram @isaart.id.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here