Kawasan selatan Bali yang selalu ramai oleh berbagai pesta, perayaan meriah, dan pasar malam yang gegap gempita membuat wisatawan terkadang melupakan fakta bahwa pulau ini pun sarat sejarah dan budaya. Menyingkirlah dari pusat kota, dan niscaya kamu pun akan menemukan banyak hidden gem yang masih belum banyak diketahui wisatawan.
Di dekat Ubud misalnya, ada sebuah desa kuno yang memiliki konsentrasi peninggalan sejarah yang padat di satu area. Desa Pejeng Kangin, namanya. Lokasinya di Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, sekitar satu jam berkendara dari kawasan Kuta.
Konon, kawasan ini merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Bali Kuno yang melahirkan sejumlah raja besar dari Dinasti Warmadewa. Setelah penyerbuan Patih Gajah Mada, pusat kerajaan tersebut kemudian dipindahkan ke Gelgel, sementara Pejeng sendiri menjadi lokasi istana Dalem Tarukan.
Nama Pejeng sendiri mulai dikenal dunia sejak ditemukannya nekara perunggu terbesar di dunia. Dinamai Bulan Pejeng, nekara yang merupakan salah satu media pemujaan sakral tersebut diperkirakan berasal dari masa perundagian yang berkembang sekitar 2.000 tahun silam.
Diyakini sebagai nekara terbesar di dunia, banyak legenda yang mengisahkan asal-usul artefak berstatus Benda Cagar Budaya ini. Salah satunya menceritakan kalau nekara tersebut dibuat dari material luar angkasa, dan dulunya merupakan salah satu roda dari sebuah kereta langit. Suatu hari, roda tersebut lepas, lalu jatuh dan mendarat di bumi.
Terlepas dari benar tidaknya legenda tersebut, nekara setinggi 186,5 cm tersebut memang memiliki ukuran dan motif hiasan yang unik. Begitu memesonanya nekara ini hingga seorang seniman Belanda, W.O.J. Nieuwenkamp, nekat memanjat Pura Penataran Sasih, tempat disimpannya artefak tersebut, untuk mengukur dan melukisnya secara detail.
Menyimpan Ratusan Arca Kuno
Beranjak dari Pura Penataran Sasih, kamu dapat menuju yang masih berada di Desa Pejeng. Dibangun pada 1960, museum ini tidak saja bertanggung jawab atas koleksi di dalam ruangan, namun juga ratusan arca, candi, dan pura yang bertebaran di desa-desa sekitarnya dan sebagian berada di rumah-rumah warga.
Saking banyaknya, kamu dapat dengan mudah menemukan situs-situs tersebut saat menjelajahi desa ini. Bahkan, persis di seberang museum, terdapat bentangan sawah luas yang selama berabad-abad menyimpan patung Arjuna dalam balutan jubah pertapaan dengan dua abdinya yang setia, Tualen dan Merdah. Hanya dinaungi atap seadanya, sang Arjuna bagai menemani para petani yang kerap menumpang makan siang di situ.
Menurut Stuart O. Robson dalam tulisannya berjudul “The Ancient Capital of Bali”, bentangan sawah ini bisa jadi merupakan kawasan hunian di masa lalu, sehingga tidak mengejutkan jika kerap ditemukan arca di banyak tempat di desa ini.
Pura Penataran Sasih maupun Museum Arkeologi Gedong Arca dapat dikunjungi secara gratis. Pura Penataran Sasih buka tiap Senin-Jumat pukul 11:00-05:30 dan Sabtu pukul 11:00-15:30. Sementara Museum Gedong Arca beroperasi tiap Senin-Jumat pukul 07:30-16:00.
Teks: Melinda Yuliani