Nonfrasa Gallery di Ubud kembali menghadirkan pameran seni kontemporer yang menarik, kali ini lewat “After Ruins”, sebuah pameran kelompok yang mengajak pengunjung untuk merenungkan bagaimana ingatan dan masa lalu bisa tetap hidup lewat karya seni.
Tema utama pameran ini adalah tentang memori budaya – bagaimana kita mengingat, menafsirkan kembali, dan meresapi jejak-jejak kehidupan dari generasi sebelumnya. Bukan hanya melihat ke belakang, pameran ini juga mendorong kita membayangkan masa depan dari sudut pandang sejarah yang pernah ada.
“After Ruins” disusun oleh kurator Krisna Sudharma dan dilengkapi esai dari Sarah Mosca yang menyoroti pentingnya reruntuhan – baik secara harfiah maupun simbolik – dalam membentuk pemahaman kita tentang masa lalu.
Pameran ini percaya bahwa ingatan tidak selalu utuh, melainkan hadir dalam potongan-potongan yang perlu disatukan kembali melalui karya seni. Setiap karya yang ditampilkan mengajak pengunjung berpikir tentang siapa yang membentuk memori itu dan bagaimana kita bisa ikut terlibat dalam memeliharanya.

Pameran ini diikuti oleh seniman-seniman dari berbagai latar belakang dan keahlian. Ada yang berprofesi sebagai penyair, musisi, perancang, guru, hingga aktivis. Mereka menghadirkan karya dengan cara yang unik, tapi tetap saling terhubung dalam satu tema besar tentang ingatan dan warisan budaya. Melalui karya mereka, ruang galeri terasa seperti tempat percakapan yang tenang namun penuh makna, di mana setiap karya saling menyapa dan menanggapi.
Beberapa seniman yang ikut ambil bagian antara lain Augusta V. Richardson, Gian Manik, Herru Yoga, Jen Berean & James Carey, Kadek Armika, Katie Wularni, Mahendra Yasa, Nyoman Darmawan, Oscar Perry, Pande Wardina bersama Putu Septa, dan Wahyu Nugo.
Mereka membawa berbagai perspektif, yang membuat pengalaman mengunjungi pameran ini terasa kaya dan beragam. Meski berasal dari latar yang berbeda, semua karya memiliki semangat yang sama: mengenang dan mengolah kembali masa lalu menjadi sesuatu yang relevan untuk masa kini.

Di dalam pameran ini, kita bisa menemukan berbagai simbol yang terinspirasi dari arsip, bangunan lama, dan benda-benda peninggalan sejarah. Semuanya dirangkai menjadi karya seni yang mengajak kita untuk melihat bahwa masa lalu bukan sekadar cerita lama, tapi bisa menjadi sumber makna baru yang penting. Beberapa karya mungkin akan terasa emosional, sementara yang lain mendorong kita untuk berpikir lebih kritis.
Selain menyuguhkan karya seni yang menarik, “After Ruins” juga ingin mengajak pengunjung untuk lebih sadar akan pentingnya memori bersama. Dalam dunia yang terus berubah dengan cepat, pameran ini menjadi pengingat bahwa nilai-nilai budaya dan pengalaman manusia tetap perlu dirawat dan dibagikan. Melalui seni, kita bisa merayakan perbedaan dan menemukan benang merah yang menyatukan banyak kisah dalam satu ruang.

Pameran ini juga didukung oleh Sutton Gallery Melbourne dan The Commercial, yang membantu menghadirkan karya-karya dari luar negeri. Kehadiran mereka membuat pameran ini tak hanya penting untuk penikmat seni lokal, tapi juga relevan dalam diskusi seni kontemporer internasional.
“After Ruins” bisa dikunjungi setiap Selasa sampai Sabtu, pukul 10.00 hingga 17.00 WITA di Nonfrasa Gallery, Jalan Raya Sanggingan, Kedewatan, Ubud. Bagi wisatawan yang sedang mencari pengalaman budaya yang lebih mendalam saat liburan di Bali, pameran ini patut masuk dalam daftar kunjungan.