Pernahkah kita merasa berada di antara dua dunia—tidak sepenuhnya di satu tempat, tetapi juga belum benar-benar melangkah ke tempat lain? Inilah yang disebut sebagai ruang liminal, suatu zona transisi yang penuh dengan ketidakpastian sekaligus kemungkinan. “Where The Sidewalks End” di ISA Art Gallery mengajak kita untuk menjelajahi ruang-ruang ini, baik dalam arti fisik, psikologis, maupun imajinatif.
Terinspirasi dari puisi “Where the Sidewalk Ends” karya Shel Silverstein, pameran ini menggambarkan trotoar sebagai batas antara yang familier dan yang belum diketahui. Trotoar bukan hanya jalan bagi pejalan kaki, tetapi juga menjadi simbol dari peralihan, tempat di mana kita menunggu, merenung, atau melangkah ke sesuatu yang baru.
Melalui karya-karya para seniman yang ditampilkan, pameran ini mengajak kita untuk mempertanyakan bagaimana ruang liminal hadir dalam kehidupan sehari-hari dan bagaimana kita menghadapinya.

Salah satu karya yang menarik perhatian adalah “Basket of Fish” (2023) oleh Vanessa Jones. Terinspirasi dari figur klasik dalam seni patung, Jones menangkap momen keseharian yang sederhana namun memiliki kedalaman makna. Ikan-ikan dalam lukisannya tidak hanya menjadi objek visual, tetapi juga mewakili unsur primordial yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini.
Sementara itu, Zico Albaiquni dalam “Blinded by Beauty: The Tale of the Orient and the Occident” (2023) menggunakan warna-warna mencolok untuk menyoroti sejarah kolonial Indonesia serta bagaimana representasi visual dapat membentuk cara kita melihat dunia.
Alexander Sebastianus menghadirkan karya yang menggabungkan teknik tradisional dan modern dalam “Tubuh Diantara #3” (2024). Dengan menggabungkan cetakan foto dan teknik batik, ia menciptakan lapisan-lapisan makna yang menggambarkan memori dan identitas yang terus berubah.

Di sisi lain, Rose Cameron dalam “The Sun Just Kissed My Cheeks” (2024) mengeksplorasi kenangan masa kecilnya di Filipina, menyoroti bagaimana pengalaman pribadi dapat membentuk cara kita memandang diri sendiri dan dunia di sekitar kita.
Vivian Lee membawa pendekatan yang lebih meditatif dalam karyanya “Earth The Universe 1” (2023). Dengan lebih dari 50 lapisan warna yang berasal dari batu alami, ia menunjukkan bagaimana proses penciptaan seni bisa menjadi bentuk pelepasan dari ekspektasi diri dan tekanan sosial. Karya ini mencerminkan bagaimana ruang liminal tidak hanya ada dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam perjalanan batin manusia.

Sinta Tantra menampilkan refleksi mendalam tentang warna dan psikologi dalam” A Composer in Two Worlds” (2023) dan “Reincarnate” (2023). Dengan dominasi warna biru dan elemen emas, ia menciptakan karya yang mengundang kita untuk merenungkan makna keseimbangan dan keterhubungan dalam hidup. Seni Tantra tidak hanya berbicara tentang ruang visual, tetapi juga tentang ritual dan proses penciptaan yang penuh kesadaran.
Pameran ini membuka perspektif baru tentang bagaimana kita melihat ruang transisi dalam kehidupan. Ruang liminal bukan hanya tentang tempat-tempat kosong yang kita lewati, tetapi juga tentang pengalaman, perasaan, dan momen ketidakpastian yang kita alami. Seperti trotoar yang berakhir di ujung jalan, pameran ini mengajak kita untuk bertanya: apa yang ada di luar batas yang kita kenal?

“Where The Sidewalks End” berlangsung hingga 4 April 2025 di ISA Art Gallery, Jakarta, memberikan kesempatan bagi para penikmat seni untuk mengalami keindahan dalam transisi dan ketidakpastian. Galeri ini buka setiap hari Selasa hingga Sabtu, pukul 11.00 hingga 18.00 WIB, serta tutup pada hari Minggu, Senin, dan hari libur nasional.