Paradoks: Ilmu, Alam dan Lukisan Gusmen Heriadi di Jagad Gallery

'Hilang-Hening' (2018) karya Gusmen Heriadi

Di tengah kehidupan modern yang serbacepat, pameran tunggal ‘Paradoks: Ilmu, Alam dan Lukisan Gusmen Heriadi’ menawarkan ruang untuk merenung tentang dampak kemajuan teknologi terhadap alam. Pameran ini digelar di Jagad Gallery, Jakarta Pusat, hingga 18 Agustus 2024, di bawah kurasi Asmudjo J. Irianto. Melalui karyanya, Gusmen mengajak kita untuk memikirkan kembali hubungan antara manusia dengan alam, serta konsekuensi dari pilihan hidup kita yang seringkali tak berkelanjutan.

Gusmen Heriadi, seorang seniman asal Minangkabau, telah lama menjadikan alam sebagai subjek utama dalam karyanya. Dengan filosofi ‘Alam Takambang Jadi Guru’ sebagai landasan, Gusmen menyuarakan kritik terhadap cara manusia modern memperlakukan alam. Dalam karyanya, ia mengeksplorasi paradoks bahwa di satu sisi, ilmu pengetahuan dan teknologi membawa kemajuan yang luar biasa bagi kehidupan manusia, namun di sisi lain, kemajuan tersebut sering kali merusak alam yang menjadi sumber kehidupan itu sendiri.

‘Tahan Ingin’ (2018) karya Gusmen Heriadi

Salah satu karya yang dipamerkan, ‘Lingkaran Bangga’, menjadi contoh nyata bagaimana Gusmen menggabungkan bentuk dan makna dalam satu kanvas. Karya ini terdiri dari lima panel bundar yang menampilkan citraan kulit hewan yang dipadukan dengan tekstur relief yang menyerupai galur.

Kombinasi antara unsur-unsur ini menciptakan ketegangan visual yang menggugah, mencerminkan ironi antara kebanggaan manusia akan kemajuan teknologi dengan dampak destruktifnya terhadap alam. Karya ini seolah mengingatkan kita bahwa kemajuan yang dirayakan seringkali harus dibayar mahal dengan kerusakan lingkungan.

‘Menggaris Diri’ (2005-2016) karya Gusmen Heriadi

Lukisan lain, ‘Menggaris Diri’, menyajikan 10 panel yang menggambarkan perjalanan manusia dalam merusak dan mencoba memperbaiki hubungan mereka dengan alam. Setiap panel membawa kita melalui fase-fase kehancuran yang disebabkan oleh eksploitasi alam, serta usaha untuk kembali ke keseimbangan. Dalam karya ini, Gusmen menggunakan warna-warna cerah yang mencolok, memberikan kesan bahwa meskipun ada upaya untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi, kenyataan yang dihadapi seringkali tidak seindah yang diharapkan.

Gusmen juga menghadirkan karya ‘Aesthetic’, yang menggabungkan warna-warna sintetis dengan tekstur berelief dangkal. Dalam karya ini, Gusmen menunjukkan ketegangan antara keindahan visual dan kenyataan pahit tentang kondisi lingkungan kita. Dengan menggunakan kombinasi warna yang kontras, ia menciptakan ilusi keindahan yang menyimpan kritik tersembunyi, menantang audiens untuk melihat lebih dalam dan menemukan pesan-pesan kritis di balik tampilan yang indah.

‘Aesthetic’ (2017) karya Gusmen Heriadi

Gusmen tidak hanya bermain dengan simbolisme dan warna, tetapi juga dengan teknik yang ia gunakan. Penggabungan antara bentuk-bentuk mimetik, tekstur relief, dan warna sintetis dalam karyanya menciptakan dinamika visual yang kuat.

Teknik ini tidak hanya memperkuat pesan yang ingin disampaikan, tetapi juga menunjukkan kemampuan Gusmen dalam mengolah medium lukisan menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar representasi visual. Karya-karyanya mengajak kita untuk merenung, untuk melihat melampaui apa yang tampak di permukaan, dan untuk menemukan makna yang lebih dalam.

‘Gugur Tumbuh #2’ (2017) karya Gusmen Heriadi

Bagi yang tertarik mengunjungi pameran ‘Paradoks: Ilmu, Alam dan Lukisan Gusmen Heriadi’, silakan datang ke Jagad Gallery di Wisma Geha Level 2, Jl. Timor No. 25, Menteng, Jakarta Pusat. Pameran ini dibuka untuk umum setiap hari Selasa hingga Minggu pukul 12:00 hingga 19:00. Info lebih lanjut, kunjungi akun Instagram @jagadgallery.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here