Kohesi Initiatives tengah menggelar ‘Fever Dream’, pameran tunggal oleh Timoteus Anggawan Kusno, yang berlangsung hingga 25 Agustus 2024 di Gedung A Tirtodipuran Link, Yogyakarta. Dikuratori oleh Alia Swastika, pameran ini dibuka secara resmi pada 29 Juni lalu dan mengundang para penikmat seni untuk mengeksplorasi tema besar mengenai memori kolektif dan dinamika kekuasaan.
Timoteus Anggawan Kusno telah menghabiskan satu dekade terakhir menggali isu-isu kolonialisme dan sejarah spekulatif. Dalam ‘Fever Dream’, Timoteus membawa audiensnya pada perjalanan yang lebih luas, menjelajahi bagaimana memori kolektif terbentuk dan bagaimana relasi kuasa di masa lalu terus mempengaruhi masa kini, khususnya yang berkaitan dengan rezim Orde Baru di Indonesia dan masa setelahnya.
Konsep pameran ‘Fever Dream’ diatur seperti sebuah set film, dengan narasi yang dibangun dari fragmen-fragmen yang terpisah namun saling terhubung. Setiap karya dirancang dengan cara yang memungkinkan pengunjung merasakan setiap adegan seolah-olah mereka adalah bagian dari film tersebut.
Pendekatan sinematografis ini menggambarkan metode kerja Timoteus, yang seringkali melibatkan pengumpulan gambar visual dari berbagai sumber sejarah dan mengolahnya dengan teknik, gaya, dan medium yang beragam. Hal tersebut membuat pengunjung merasakan seolah-olah mereka terlibat dalam pengembangan sebuah film, mengatur bagaimana satu adegan berpadu dengan yang lain menjadi alur cerita kolektif.
Salah satu instalasi yang paling mencuri perhatian adalah video instalasi berjudul ‘Fever Dream’. Melalui karya ini, Timoteus menyajikan paralel antara realitas era kolonial dengan mimpi dan alam bawah sadar.
Istilah ‘fever dream’ digunakan sebagai metafora untuk menggambarkan perasaan terjebak antara dunia nyata dan dunia imajinasi. Karya ini menunjukkan rumah yang terbakar, yang mengarah pada bencana besar seperti letusan Gunung Tambora dan Krakatau, serta luka dari masa lalu yang terus menghantui kita. Pertanyaan yang diajukan Timoteus adalah, apakah masa kini kita hanyalah pengulangan dari masa lalu?
Tema besar lainnya dalam pameran ini adalah bagaimana narasi sejarah seringkali ditampilkan sebagai monumen. Timoteus mengajak kita untuk mempertanyakan apakah monumen-monumen ini benar-benar merefleksikan kebenaran sejarah, atau justru merupakan representasi dari kekuasaan yang berusaha mendominasi ingatan kolektif. Melalui karya-karyanya, Timoteus menunjukkan bahwa meskipun kita berusaha melawan atau menghancurkan jejak-jejak kekuasaan opresif, mereka tetap ada dan berkembang dalam bentuk yang berbeda.
Pameran ini juga mengajak audiens untuk merenungkan bagaimana sejarah ditulis dan siapa yang menulisnya. Timoteus menantang mereka untuk melihat sejarah dari berbagai perspektif dan memahami bahwa setiap narasi memiliki bias dan motif tersembunyi. Dengan demikian, ‘Fever Dream’ menjadi sebuah platform untuk dialog kritis mengenai masa lalu dan dampaknya terhadap masa kini.
Dalam konteks seni rupa, ‘Fever Dream’ bukan hanya sebuah pameran, tetapi juga sebuah perjalanan introspektif yang mendorong pengunjung untuk memikirkan kembali hubungan antara masa lalu dan masa kini. Dengan menggabungkan berbagai medium dan pendekatan sinematografis, Timoteus berhasil menciptakan pengalaman yang mendalam dan provokatif.
Bagi para penikmat seni yang tertarik mengunjungi pameran ‘Fever Dream’, silakan langsung datang ke galeri Kohesi Initiatives yang bertempat di Tirtodipuran Link Building A, Jl. Tirtodipuran No. 50, Yogyakarta. Tiket masuknya seharga Rp30 ribu. Galeri buka setiap Selasa hingga Jumat pukul 12:00 hingga 19:00, serta hingga pukul 20:00 di hari Sabtu dan Minggu. Info lebih lanjut, kunjungi akun Instagram @kohesi.initiatives.