Selama beberapa minggu terakhir ini, banyak tempat wisata di Indonesia yang telah dibuka kembali. Salah satunya yang terbaru adalah Wae Rebo.
Setelah tutup selama enam bulan, kampung adat di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini telah dibuka kembali sejak Minggu, 6 September 2020, untuk wisatawan domestik maupun internasional dengan menerapkan serangkaian protokol kesehatan.
Keputusan pembukaan situs warisan dunia UNESCO itu sendiri diambil setelah Pemerintah Provinsi NTT bersama para pemimpin suku dan pemangku kepentingan lokal sepakat untuk membuka kembali Wae Rebo. Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat juga menambahkan bahwa pihaknya akan menyiapkan rest area untuk pengunjung, selain menyediakan akses jalan yang baik agar kendaraan roda dua bisa melintas.
Desa Wae Rebo memang terletak terpencil, selain di akhir perjalanan mesti berjalan kaki cukup jauh. Dari Labuan Bajo, pelancong mesti naik mobil menuju Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, selama sekitar empat jam. Setibanya di Ruteng, mereka mesti melanjutkan perjalanan ke Desa Dintor yang terletak di pesisir selama tiga jam, kemudian berjalan kaki di Sebu hingga ke Denge melalui hutan dan Sungai Wae Lomba menuju Ponto Nao, tempat Desa Wae Rebo berada. Total perjalanan dengan berjalan kaki ini sekitar 4,5 jam melintasi trek sejauh sembilan kilometer.
Meski butuh perjuangan untuk mencapainya, turis rela jauh-jauh datang ke desa permai ini untuk melihat deretan bangunan asli Manggarai. Disebut mbaru niang, rumah adat ini berupa bangunan kayu bertingkat lima, berbentuk kerucut, serta beratap ijuk dan alang-alang. Mbaru niang di Wae Rebo jumlahnya hanya boleh tujuh. Bila anggota keluarga makin banyak dan perlu membangun rumah baru, rumah harus dibangun di luar kampung adat.
Berencana ke Wae Rebo dalam waktu dekat? Bila ya, disarankan untuk mengalokasikan setidaknya tiga hari, di mana hari pertama untuk naik mobil melewati jalan berliku menuju Denge, kemudian bermalam di Denge dan keesokan harinya trekking menuju Wae Rebo selama empat jam dan bermalam di Wae Rebo. Baru keesokan harinya setelah sarapan, trekking kembali ke Denge untuk melanjutkan perjalanan.
Teks: Melinda Yuliani