Pandemi Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir memaksa Malaysia untuk memperpanjang pembatasan pergerakan hingga 31 Desember 2020.
Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin mengatakan, munculnya klaster baru yang mengkhawatirkan belakangan ini di beberapa negara bagian dan jumlah kasus yang terus bertambah juga menjadi alasan bagi pemerintah untuk memperpanjang Perintah Kawalan Pergerakan Pemulihan (PKPP) sampai akhir tahun.
Perpanjangan ini akan memungkinkan pemerintah untuk menangani pandemi dengan cepat di bawah hukum Undang-Undang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular 1988, sembari memastikan warga untuk terus mematuhi sejumlah protokol kesehatan yang diberlakukan oleh pemerintah.
Malaysia pertama kali memberlakukan pembatasan pergerakan pada 18 Maret, dengan seluruh sekolah dan tempat bisnis tak penting ditutup untuk publik. Orang-orang mesti diam di rumah, kecuali untuk membeli makanan dan barang-barang penting, atau mencari perawatan medis.
Pemberlakuan aturan yang ketat membuahkan hasil ketika kasus harian di negara ini mulai berkurang. Pemerintah pun kemudian mulai mengizinkan sebagian besar tempat bisnis untuk buka kembali secara bertahap mulai 10 Juni dengan mengikuti serangkaian protokol, termasuk mengecek suhu tubuh dan menerapkan jaga jarak fisik. Kegiatan dengan massa yang banyak, seperti beribadah dan berolahraga, juga diperbolehkan.
Sementara itu, pub dan klub malam masih tak boleh beroperasi karena sulitnya melakukan social distancing di tempat-tempat yang tertutup seperti itu. Tadinya, pembatasan pergerakan ini dijadwalkan berakhir pada hari ini, meski akhirnya mesti ditunda lagi sampai beberapa bulan ke depan.
Kementerian Kesehatan juga telah mengusulkan untuk menaikkan denda sebesar 10 kali lipat menjadi 10.000 ringgit bagi orang-orang yang melanggar Undang-Undang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular 1988. Usulan ini datang beberapa hari setelah Menteri Kabinet Mohd Khairuddin Aman Razali tidak melakukan karantina sekembalinya dari Turki pada 7 Juli, melainkan menghadiri berbagai acara dengan orang lain, termasuk para menteri. Hal ini menimbulkan kemarahan publik karena warga Malaysia lainnya telah didenda dan bahkan dipenjara karena melanggar kebijakan karantina.
Turis Asing Masih Dilarang Masuk
Sementara itu, perbatasan Malaysia juga akan tetap ditutup, dengan warga setempat yang terbang ke Malaysia diwajibkan untuk menjalani karantina wajib selama 14 hari demi mencegah penyebaran kasus impor. Menurut Menteri Pariwisata Nancy Shukri, perbatasan Malaysia kemungkinan besar akan ditutup untuk turis internasional hingga kuartal kedua tahun depan.
“Kami awalnya memiliki daftar negara yang warganya akan diizinkan masuk. Namun kemudian kami melihat adanya gelombang kedua dan ketiga virus corona di beberapa negara tersebut, sehingga kami harus menyusun kembali rencana pembukaan pariwisata untuk wisatawan asing.”
“Bahkan jika kami membuka perbatasan Malaysia sekarang, beberapa negara tidak siap melakukannya, sehingga perjalanan antarnegara tidak mungkin dapat dilakukan saat ini,” imbuhnya.
Nancy mengatakan sekitar 40 juta ringgit telah dihabiskan untuk kampanye Visit Malaysia Year 2020, sebelum akhirnya kampanye tersebut ditangguhkan dan kemudian dibatalkan. Pemerintah juga tadinya mengharapkan kedatangan 30 juta turis internasional tahun ini dengan menerima pemasukan sebesar 100 miliar ringgit, atau naik dari sebelumnya 26,1 juta pengunjung dan 86,1 miliar ringgit pada 2019.
Akibat pandemi corona dan penutupan perbatasan, Malaysia diperkirakan kehilangan pengeluaran turis sebesar 45 miliar ringgit antara Januari hingga Juni 2020.
Selama enam bulan pertama tahun ini, Malaysia mencatat 4,3 juta kedatangan turis internasional – penurunan 68 persen dari 13,4 juta pada periode yang sama tahun lalu. Penerimaan pemasukan wisatawan yang masuk pun turun 71 persen menjadi 12,7 miliar ringgit, dibandingkan 44,1 miliar ringgit pada 2019.
Teks: Melinda Yuliani