Selain mi instan, mungkin yang dapat dinobatkan sebagai pemersatu bangsa adalah martabak yang hadir dalam bentuk martabak telur dan martabak manis atau yang di beberapa tempat disebut terang bulan. Bila dilacak asal-usulnya, martabak telur berasal dari komunitas Muslim Tamil Nadu di India yang kemudian membawa hidangan ini ke Semenanjung Arab dan Asia Tenggara dalam perantauan dagang.
Namanya dari murtabak berubah sesuai tempatnya berada: di Arab menjadi mutabbaq dan di Indonesia menjadi martabak. Isiannya pun beragam, sesuai kultur masyarakat setempat, di mana di Malaysia, murtabak berisi cincangan daging sapi, ayam atau kambing disajikan dengan kuah kari, sementara di Yaman, muttabaq hanya berisi daging kambing.
Dari India ke Arab
Murtabak dalam bahasa Tamil berasal dari kata “mutabar” atau paduan kata “muta” yang berarti hidangan berbahan utama telur dan kata “bar” yang merupakan kependekan dari barota yang berarti roti. Murtabak pertama memang hanya sejenis roti dari telur, bawang bombai, dan cabai. Di tempat-tempat yang sempat dikunjungi pedagang India di Semenanjung Arab, murtabak barulah ditambahkan daging karena masyarakat di sana memang pemakan daging, terutama kambing. Dengan demikian, barulah didapat bentuk martabak telur seperti yang dikenal sekarang di Indonesia dan beberapa tempat di Asia Tenggara.
Walau begitu, jenis martabak ini tetap memiliki banyak variasi. Di Brunei, misalnya, martabak tidak memiliki isi dan lebih mirip roti prata India sehingga disebut martabak kosong. Di Singapura, Malaysia, dan Indonesia, selain aneka pilihan daging juga masih ditambahkan keju dan bahkan di permukaannya masih diberikan mozzarella yang dilelehkan bak piza. Murtabak di Johor dan Singapura isian dagingnya lebih banyak daripada di tempat-tempat lain di Asia dan, seperti di Indonesia, disajikan dengan acar dan kuah asam manis pedas.
Di Indonesia sendiri jenis martabak telurnya berbeda-beda. Di Palembang, Martabak HAR (singkatan dari nama pemiliknya, yaitu Haji Abdul Rozak) menyajikan martabak telur dengan semangkuk kari berisi potongan kentang dan daging sapi, serta saus asam manis dengan potongan cabai hijau. Sedangkan di Padang, ada Martabak Kubang yang disajikan dengan saus asam manis yang diberi potongan bawang, tomat, dan cabai untuk disiramkan ke martabak. Di Jambi, Palembang, dan Lampung, ada martabak kentang yang merupakan variasi martabak telur. Selain telur, daging, dan daun bawang, adonan juga ditambahkan potongan kentang dan disajikan dengan pilihan kuah kari atau saus asam manis.
Konon, martabak dikenal luas di Indonesia awalnya karena ada pria Jawa yang menikahi wanita India. Ketika kembali ke Jawa, pemuda tersebut mulai memperkenalkan martabak telur dengan rasa yang disesuaikan untuk selera orang Jawa. Karena martabak tersebut ternyata digemari keluarganya, mulailah martabak telur dijajakan pada acara-acara besar di Jawa.
Asal-usul yang Manis
Sedangkan martabak manis atau Terang Bulan memiliki sejarah yang berbeda dengan murtabak yang dari India. Terang Bulan berasal dari komunitas suku Hakka atau Khek yang tinggal di Malaysia, di mana hidangan ini disebut apam balik. Dengan adonan tepung yang diberi ragi, soda kue, dan ekstrak vanili, martabak manis dipanggang di panci khusus dari baja.
Dari Malaysia, martabak manis masuk ke Indonesia melalui Bangka Belitung yang ketika itu menyebutnya sebagai hok lo pan atau yang berarti kue orang Hok Lo (sebutan lain suku Hakka). Awalnya adonan hok lo pan hanya diberi gula dan wijen sangrai. Kini, tak hanya topping-nya yang beraneka ragam dengan memasukkan olesan cokelat ternama atau bahkan produk cokelat yang populer, bahkan adonannya pun ada yang ditambahkan ekstrak pandan dan ekstrak buah bit agar menyerupai kue red velvet yang terkenal.
Seiring waktu, kue ini tersebar hingga ke luar Bangka berkat seorang Bangka yang merantau di Bandung. Itulah sebabnya, untuk urusan martabak manis, kedua tempat itu memang paling terkenal. Dari Bandung, nama martabak manis mengalami perubahan sesuai demografi warga setempat. Warga Semarang menyebutnya kue Bandung karena ada warga Bangka yang merantau ke Semarang dan di sana ia menjual martabak manis di kedai yang bersebelahan dengan penjual mi Bandung. Sejak itulah, martabak manis disebut kue Bandung. Di Pontianak, martabak manis disebut apam pinang.