Gempa dahsyat yang mengguncang Nepal pada 2015 lalu sempat membuat negara ini mengalami krisis selama berbulan-bulan dengan makanan yang sulit didapat, pasokan energi yang tak cukup, dan infrastruktur yang rusak. Pariwisata, salah satu kontributor utama terhadap PDB (produk domestik bruto) negara, juga menurun drastis.
Dampaknya terhadap lebih dari satu juta penduduk Nepal yang mata pencahariannya bergantung pada industri itu pun sangat terasa. Banyak pelancong yang menghindari Nepal, sementara pemandu lokal di seluruh penjuru negeri pun tak bekerja hingga tujuh bulan setelah gempa. Pada 2014, 790.000 pengunjung datang ke negara itu. Tahun berikutnya ketika gempa melanda, jumlah itu merosot menjadi 539.000.
Kini, tiga tahun setelah gempa, meski wisatawan tak-serta merta kembali ke Nepal, pariwisata di sana sudah mulai membaik, dengan jumlah kunjungan turis di tahun 2016 meningkat kembali ke 753.000 orang. India menjadi wisatawan terbanyak yang ke Nepal, diikuti Tiongkok dan Amerika Serikat. Kedatangan turis via jalur udara meningkat sebesar 36 persen di tahun 2017 dibandingkan tahun sebelumnya, sementara yang lewat jalur darat jumlahnya lebih banyak lagi dengan lonjakan lebih tajam.
Demi menarik lebih banyak turis, Nepal telah menyiapkan kampanye baru bertajuk “Visit Nepal Year” pada 2020. Menargetkan kunjungan 1,5 juta wisatawan dengan sepertiganya berasal dari India dan Tiongkok, nantinya pemerintah setempat bakal menyiapkan promosi untuk berbagai destinasi yang ada di Nepal dengan masing-masing menawarkan pengalaman yang beragam, dari budaya, alam, petualangan, hingga gastronomi.
Sebagai destinasi wisata, Nepal memang memiliki keunikan tersendiri. Tak ada tempat lain di dunia yang bisa mendaki gunung selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu dengan makanan hangat yang cukup, penginapan yang nyaman, dan ditemani sherpa yang tangguh. Selain surga bagi para pendaki, pejalan pun dapat menyesatkan diri di Thamel, sementara yang lain dapat dibuat terpukau dengan keindahan kuil yang menebarkan kedamaian.