Pada abad ke-17, ketika kerajaan Bohemia berada di bawah kekuasaan Habsburg, bahasa Ceko hampir lenyap. Kekalahan Protestan Bohemia dalam pertempuran melawan pasukan Katolik di Bilá Hora (Gunung Putih) tak hanya menyulut Perang Tiga Puluh Tahun, namun juga mempertaruhkan identitas dan bahasa penduduk setempatnya.
Ketika pihak Protestan meninggalkan Praha pada awal 1600-an, kota ini mengalami kemunduran selama hampir dua abad. Sang penguasa baru, Ferdinand II, tidak mentolerir non-Katolik dan menganggap Protestan sebagai ancaman terhadap imannya. Warga Ceko yang kebanyakan petani dan orang-orang kelas pekerja dipaksa untuk berbicara bahasa Jerman, sesuai dengan bahasa penjajah mereka. Segera setelah itu, para intelektual, yang pada awalnya menentang bahasa Jerman, mengikutinya. Bahkan aktor Ceko mulai tampil di Jerman sebagai mandat resmi. Bahasa Ceko menjadi dialek belaka, dan bakal terlupakan kalau bukan karena beberapa potongan kayu.
Boneka kayu telah lama menjadi bentuk protes bagi orang-orang Ceko. Para pemahat kayu, yang sebenarnya lebih berpengalaman memahat kursi bergaya Baroque untuk gereja ketimbang membuat model manusia, mulai membuat boneka untuk para aktor Bohemia segera setelah Ferdinand II berkuasa, karena wayang adalah satu-satunya entitas yang tersisa yang memiliki hak untuk berbicara dalam bahasa Ceko di tempat umum. Sementara seluruh warganya terpaksa berbicara bahasa Jerman, para aktor dan dalang dapat berbicara melalui boneka-boneka itu dalam bahasa Slavik asli mereka.
Terdengar tak mungkin memang, bahwa dalang dan bonekanya ini dapat menyelamatkan bahasa Ceko dari kepunahan. Namun boneka kayu ini, beserta bahasa Ceko yang dituturkan saat memainkannya, menjadi warisan budaya berharga yang dapat mereka turunkan ke generasi berikutnya.
Hingga kini, saat berjalan-jalan di Praha, tak sulit untuk menjumpai toko-toko boneka kayu, atau setidaknya bazar dengan sejumlah boneka yang tergantung di langit-langit atau bingkai jendela. Bentuk tradisionalnya masih tetap dipertahankan, yakni berupa raja, ratu, penyihir, petani, maupun hewan, dengan tali sebagai penggeraknya – hanya saja boneka ini tak lagi berfungsi sebagai bentuk protes, melainkan untuk mainan anak-anak dan dekorasi.