Unik dan misterius menjadi dua elemen penting dari Moai – patung batu berbentuk kepala manusia yang diukir orang Rapa Nui yang berada di Taman Nasional Rapa Nui, Pulau Paskah, Chili, yang termasuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO pada 1995. Jajaran patung yang diperkirakan dibuat antara 1250 hingga 1500 ini begitu menarik perhatian para wisatawan hingga mencapai angka ratusan ribu pengunjung setiap tahunnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, Walikota Rapa Nui, Petro Edmunds mulai khawatir dengan pengaruh negatif melonjaknya tingkat pariwisata ke pulau ini, juga terhadap penduduk setempat. Pada sensus 2017 dilaporkan bahwa terdapat 7.750 orang yang tinggal di pulau yang berada di barat daya Samudra Pasifik ini. Hal ini diakui Edmunds sebagai penggandaan populasi yang menumpuk dalam dua dekade, bahkan bagi Edmunds, angka 3.000 jiwa saja masih terlalu banyak. Selain menumpuknya populasi di pulau, sang walikota juga berpendapat, “Orang asing telah mengambil alih pulau. Mereka merusak keistimewaan lokal, budaya 1.000 tahun berubah, dan bukan untuk kebaikan.
Menyingkapi hal ini, pemerintah Chili mengambil langkah tegas dengan membatasi waktu kunjung wisatawan, baik turis internasional maupun warga Chili yang bukan bagian dari orang Rapa Nui hanya dapat menetap di pulau hingga 30 hari, sebelumnya mereka dapat tinggal hingga 90 hari. Kebijakan terbaru ini sudah efektif diberlakukan per 1 Agustus 2018, walaupun belum ada keterangan resmi dari pemerintah mengenai ada tidaknya pembatasan jumlah pengunjung dalam satu periode tertentu.
Keunikan Pulau Paskah
Bukan sebuah kejutan jika Pulau Paskah dengan jajaran Moai-nya tak henti-hentinya dikunjungi wisatawan. Ada banyak hal menarik yang bisa dinikmati pengunjung pulau, tidak sekadar mengagumi patung-patung berusia ribuan tahun saja. Inilah sederet keunikan Pulau Paskah.
-Dengan kontur alam yang mengagumkan, pengunjung diberi banyak pilihan aktivitas saat menjelajah Taman Nasional Rapa Nui, salah satunya dengan mendaki menuju situs arkeologi. Sekitar tujuh jam pendakian dengan trek dramatis di pesisir utara, salah satu area di pulau yang hanya dapat diakes dengan berjalan kaki. Perjalanan panjang ini akan melewati Gunung Maunga Terevaka, gunung berapi yang telah punah menuju Pantai Anakena, serta ukiran-ukiran menarik yang dapat ditemukan di dinding batu dan gua. Pendakian dengan jarak pendek bisa dilakoni dengan mengikuti trek dari krater Rano Kau menuju Vai Atare yang memamerkan panorama pesisir Pulau Paskah.
-Malas mendaki, main saja ke Pantai Anakena yang berada di sisi utara pulau, merupakan pantai cantik terutama saat musim panas, di mana pasir putihnya disapu air laut yang hangat dan ditemani semilir angin yang mengayunkan daun pohon kelapa. Pantai ini merupakan rumah bagi dua situs arkeologi, yaitu Ahu Ature Huki dengan satu Moai yang tersisa dan Ahu Nau Nau yang memiliki tujuh Moai.
-Unggul karena berada di selatan Samudera Pasifik, Pulau Paskah diberkahi kondisi alam yang cocok untuk bermain selancar yang dapat dijajal sepanjang tahun. Jika tertarik untuk bermain selancar di sini, terdapat kelas selancar di Hanga Roa yang menyuguhkan ombak yang tidak terlalu dahsyat, cocok bagi pemula, sedangkan bagi mereka yang sudah lihai bermain selancar, meluncurlah ke Tahai atau Pantai Mataveri.
-Berada di situs arkeologi Akivi Ahu, Te Pahu merupakan gua alami yang terbentuk dari erupsi gunung berapi Mumga Hiva Hiva yang terjadi 10.000 tahun lalu. Gua ini dapat diakses dengan menuruninya melalui celah dan dapat mudah dijelajahi saat cahaya matahari menembus ke dalam. Ada juga gua kecil, Ana Kai Tangata yang menawarkan pemandangan histori melalui lukisan birdmen.
-Budaya orang Rapa Nui dapat pula dinikmati melalui selebrasi Tapati, yaitu perayaan warga lokal yang dirayakan dengan dua tim dari berbagai wilayah di Hanga Roa yang bersaing dengan meluncur menuruni bukit menggunakan batang pisang, memancing dengan tombak, berselancar, berkano, kompetisi nyanyi dan tari, di mana pemenang akan dinobatkan sebagai Ratu Tapati. Acara ini diadakan di seluuh pulau yang berlangsung dari akhir Januari hingga awal Februari dengan melibatkan semua penduduk sekalian menyambut kedatangan para wisatawan