Selama beberapa tahun terakhir ini, Penang Island City Council (MBPP) telah menutup banyak hotel ilegal yang beroperasi di kawasan bersejarah George Town. Namun, beberapa guest house baru terus bermunculan untuk menggantikan penginapan yang telah musnah tersebut, terutama di Stewart Lane dan Love Lane, dengan lagi-lagi tanpa mengantongi lisensi.
Pada 2014, pemerintah telah mengeluarkan lisensi temporer bagi pemilik guest house dan hotel-hotel kecil lainnya di kawasan bersejarah George Town. Tujuannya adalah agar hotel-hotel itu dapat tetap beroperasi di kawasan tersebut, sementara operatornya memenuhi semua persyaratan yang ada untuk mendapatkan lisensi permanen.
Berkat jumlah kedatangan wisatawan yang terus meningkat, para pelaku bisnis perhotelan pemula ini membangun akomodasi trendi yang menempati bangunan-bangunan bersejarah peninggalan kolonial. Namun, beberapa di antaranya tidak memiliki sumber daya finansial yang cukup untuk mengikuti aturan yang ada, seperti menyediakan sarana keamanan kebakaran. Tak heran bila jumlah hotel yang tak berlisensi di George Town sempat mencapai 260.
Pada November 2017, yang merupakan batas waktu pemenuhan persyaratan, MBPP menutup semua hotel yang gagal mendapatkan lisensi, selain menghancurkan kamar-kamar sempit di beberapa hotel tersebut dengan palu godam.
Saat ini, MBPP tengah menunggu instruksi dari pemerintah negara bagian menyusul tindakan keras baru-baru ini terhadap hotel-hotel ilegal. Sementara itu, mereka mendesak para pelaku bisnis perhotelan baru untuk segera mengajukan aplikasi lisensi ke MBPP.
Untuk mendapatkan lisensi itu sendiri, pelaku bisnis perhotelan mesti mengubah status bangunan dari tempat tinggal menjadi komersial. Proses ini membutuhkan izin perencanaan dan penyusunan rencana pembangunan ini biayanya mencapai puluhan ribu ringgit.
Salah satu pengelola hotel baru di Stewart Lane yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa ia tidak sepenuhnya setuju dengan aturan tersebut. Menurutnya, pihaknya telah berdedikasi untuk memastikan keselamatan tamunya, sehingga ia merasa bahwa persyaratan dari MBPP terlalu ketat.
“Mengapa kita harus memiliki lantai beton di bangunan seperti ini? Para tamu justru ingin tinggal di tempat tua yang interiornya berlantaikan kayu. Beberapa peraturan dari MBPP ini tidak masuk akal,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa akan melakukan renovasi untuk mematuhi aturan tersebut, asal tidak mengeluarkan biaya.
“Beberapa persyaratan membutuhkan renovasi besar pada bangunan. Kalau sang pemilik mengakhiri masa sewa setelah saya selesai merenovasinya, saya tak akan mendapatkan kompensasi,” katanya.