Jika ditinjau lebih lanjut, akar kuliner Taiwan begitu beragam berkat posisinya yang berada di antara Tiongkok dan Jepang, selain mendapat sedikit pengaruh dari Barat. Hal ini juga didukung dengan kondisi alam pegunungan dan iklim subtropis sehingga menjadikan negara ini sebagai lahan subur untuk menghasilkan produk-produk makanan terbaik. Dengan segala kelebihannya, pantaslah jika negara ini menyandang predikat sebagai salah satu destinasi kuliner terbaik, di mana Taipei menjadi sentra kuliner yang menarik dengan jajanan pinggir jalan di pasar malam yang marak dengan lentera warna-warni dan uap panas sajian hot pot yang dihidangkan ke pengunjung.
Pemburu kuliner dapat dengan mudah menemukan beef noodle soup yang menjadi opsi favorit warga lokal, braised pork rice kesukaan para turis karena murah dan mudah disajikan, hingga oyster omelette yang menarik diintip proses pembuatannya. Kini, tak hanya mengandalkan eksotisme jajanan pinggir jalan, kuliner di Taiwan makin menunjukkan kelasnya dengan kehadiran restoran-restoran terbaik yang mendapat pengakuan bintang Michelin.
Michelin merupakan buku panduan bersampul merah yang setiap tahun merilis daftar restoran yang layak dianugerahi bintang Michelin. Ada empat macam bintang yang diberi, yaitu 3 bintang, 2 bintang, 1 bintang, dan Bib Gourmand (restoran di bawah kelas bintang tapi tak kalah berkualitas). Mendapatkan bintang Michelin layaknya mendapatkan medali di olimpiade atau Pulitzer bagi penulis.
Tahun ini terpilih 20 restoran yang diberi bintang Michelin, di mana restoran Le Palais meraih penghargaan tertinggi dengan tiga bintang Michelin, sedangkan Shoun RyuGin yang bertema Jepang dan The Guest House yang khas dengan sajian Tiongkok mendapatkan bintang dua. Sisa 17 restoran lainnya meraih bintang satu, yaitu Da Wan, Danny’s Steakhouse, Golden Formosa, Ken An Ho, Kitcho, L’ Atelier de Jöel Robuchon, La Cocotte by Fabien Vergé, Longtail, Ming Fu, MUME, RAW, Sushi Nomura, Sushi Ryu, Taïrroir, Three Coins, Tien Hsiang Lo, dan Ya Ge.
Sosok di Balik Bintang Tiga Michelin
Le Palais, restoran Kanton yang berlokasi di Hotel Palais de Chine, sudah beroperasi selama tujuh tahundan populer di kalangan konsumen lokal. Ken Chen selaku Chef Eksekutif Le Palais menyatakan, “Ini merupakan hari bahagia bagi tim kami (karena dapat meraih penghargaan ini). Tim kami akan berusaha lebih keras lagi untuk memberikan yang lebih baik lagi.”
Chef Chen yang pindah dari Makau ke Taiwan hampir 20 tahun lalu ini memiliki keunggulan di sajian makanan Kanton. Sejak usia 12 tahun, dirinya sudah terlibat di dapur restoran Jumbo Kingdom di Hong Kong dan pada usia 19 tahun sudah menjadi kepala koki untuk restoran vegetarian.
Memasak menjadi keseharian Ken yang sudah menimba pengalaman sebagai koki restoran My Humble House di Hotel Le Meridien Taipei, Chen Garden di Sheraton Grand Taipei, hingga akhirnya pada 2010 ia berkarir di Le Palais. Sempat terpilih sebagai salah satu dari Top 10 Chef Terbaik di Taipei, Ken mengaku kerap mendapat inpirasi memasak yang tak biasa, yang terkadang sulit untuk diterima di ranah kuliner, namun justru di situlah letak keunikan dan kehebatannya sebagai seorang koki. Contohnya seperti menu khas Le Palais, Kung Pai Frog Stomach, yang digorengnya dengan konsistensi tinggi, sehingga membuatnya bertekstur kenyal.
Menyandang tiga bintang Michelin, Le Palais menyambut para tamunya di ruang makan yang mewah, terkesan modern juga chic, namun tak meninggalkan unsur tradisional melalui seni keramik, kaligrafi, dan lukisan. Hidangan makanannya yang lezat, mulai dari menu bebek panggang ala Kanton, hidangan tahu, hingga kue tar telur yang lezat, turut didukung pelayanan yang bersahabat dan ramah bagi setiap tamu.
Serupa Tetapi Tak Sama
Hingga saat ini, masih ada yang menyandingkan Nihonryori RyuGin dengan Shoun RyuGin, dan hal ini wajar karena keduanya sama-sama menggunakan menggunakan filosofi Chef Seiji Yamamoto mengenai penggunaan bahan-bahan musiman yang dipadu produk lokal dan didukung prinsip mengolah makanan dengan berbagai metode memasak. Namun, meski berada di naungan perusahaan yang sama, peraih bintang tiga Michelin Shoun RyuGin Taipei menghadirkan masakan Jepang modern yang kreatif dengan penggunaan bahan-bahan terbaik dari luar pulau, serta membawa gastronomi Taiwan ke level yang lebih tinggi lagi, seperti wine pairing dengan 7 hingga 10 menu.
Enam bulan sebelum pembukaan Shoun RyuGin, koki Ryohei Hieda sempat mengalami sedikit kendala mengenai kualitas dan harga bahan pangan di Taiwan yang tidak stabil. Tak mau terlalu lama berkubang dalam persoalan itu, ia memutuskan mencari bahan-bahan terbaik di Taiwan dan berhenti membuat perbandingan. Ia mulai meneliti berbagai produk Taiwan, seperti mencari bahan di Pasar Bin Jiang serta mengunjungi Tainan, Hualian, dan Nantou untuk berbicara langsung dengan petani lokal dan mengembangkan hubungan kerja sama walaupun terhambat masalah bahasa.
Chef Ryohei Hieda adalah sosok penting di balik Shoun RyuGin Taipei yang tahun ini mendapatkan bintang dua Michelin. Bahan-bahan makanan yang familiar di ranah kuliner Taiwan, seperti daun ubi jalar, daun kemangi, daun krisan, kerang, dan ubi manis, bisa diubah koki Hieda menjadi sajian yang sederhana sekaligus elegan. Setelah sempat bekerja di luar lingkungan dapur, koki Hieda menemukan panggilan hidup setelah diberi saran sang nenek untuk memikirkan kembali apa yang menjadi tujuan dan kebahagiaan hidupnya. Saat itulah ia menyadari memiliki perasaan menyenangkan ketika bisa memasak bagi orangtuanya. Itulah yang menjadi titik balik dirinya untuk mulai mengembangkan kemampuannya di dunia kuliner. Di usia 19 tahun ia bergabung dengan Kappou Nakagawa yang populer di Gion, dan lima tahun kemudian ia mempelajari cara membuat garam dan menggunakannya sebagai salah satu bahan penting di masakan. Di usia 27 tahun ia diterima di RyuGin dan menerima pelatihan langsung dari koki utama, Seiji Yamamoto, sebelum dipindahkan ke Shoun RyuGin.
Kuliner Halal di Taiwan
Walaupun didominasi makanan nonhalal, namun Taiwan kini mulai mengembangkan diri dengan memfasilitasi kebutuhan wisatawan muslim yang bertandang ke negaranya, yakni dimulai dengan pendirian Taiwan Halal Center yang diprakarsai Kementrian Urusan Ekonomi dan dioperasikan oleh TAITRA, organisasi yang mempromosikan wisata ramah bagi turis Muslim dan mengembangkan komunitas Muslim di Taiwan. Menurut Walter Yeh, Presiden dan CEO TAITRA, saat ini tercatat sudah terdapat 100 sertifikat halal yang dimiliki hotel dan restoran di Taiwan, serta sekitar 400 perusahaan yang mengekspor makanan bersertifikat halal setiap harinya.
Sebagai pejalan, perlu diketahui bahwa cukup mudah untuk menemukan makanan nonhalal di Taiwan, dalam artian makanan tidak mengandung daging dan minyak babi, namun sebagian restoran belum menyertakan sertifikat halal untuk membuktikan keabsahannya. Bila memang berniat mencari restoran bersertifikat halal, berikut beberapa di antaranya.
• Mayur Indian Kitchen
• Safranbolu Turkish Restaurant
• Ding Xian 101
• (Ai-Jia) Muslim Beef Noodles Restaurant
Untuk melihat daftar restoran halal lainnya, kunjungi Taiwan Halal.