Rangkaian perayaan Nyepi di Bali tahun ini akan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, ada beberapa rangkaian acara yang terpaksa ditiadakan atau dibatasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari perkumpulan massa yang berpotensi menjadi titik penyebaran virus corona.
Salah satu kegiatan tahunan yang ditiadakan adalah perarakan ogoh-ogoh atau patung raksasa berbentuk manusia yang biasa diadakan pada malam Pengrupukan, sehari sebelum Hari Raya Nyepi. Ogoh-ogoh sendiri kerap dimaknai sebagai simbol dari ‘Kala’ atau kekuatan buruk yang mendorong manusia. Oleh karena itu setelah diarak, ogoh-ogoh akan dibakar sebagai simbol dimusnahkannya kekuatan jahat agar manusia terbebas dari bahaya. Tradisi ini memang tidak secara langsung berhubungan dengan Nyepi, namun identitasnya sangat lekat dengan hari raya Tahun Baru Saka ini.
Selain itu, Festival Ogoh-ogoh di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) pun ikut dibatalkan. Seharusnya festival ini menjadi ajang pameran ogoh-ogoh yang bisa menjadi daya tarik tersendiri menjelang perayaan Nyepi. Rencana awalnya, ada 10 ogoh-ogoh besar dan 50 ogoh-ogoh mini dari bahan ramah lingkungan yang akan dipamerkan dan dilombakan. Perlombaan sendiri tetap akan dilakukan dengan mengumpulkan ogoh-ogoh hasil karya peserta dan dinilai secara tertutup.
Di tahun-tahun sebelumnya, perarakan ogoh-ogoh menjadi salah satu peristiwa yang dinanti-nantikan oleh warga setempat maupun wisatawan. Mengingat potensinya menjadi tempat kerumunan orang, Gubernur Bali I Wayan Koster mengeluarkan instruksi pelarangan di hari Jumat, 20 Maret 2020. Selain melarang perarakan ogoh-ogoh, gubernur Bali juga memerintahkan agar upacara Melasti diikuti maksimal oleh 25 orang. Padahal, biasanya proses Melasti diikuti hampir semua warga adat desa dengan jumlah hingga ribuan orang.
Dalam prosesi Melasti, umat Hindu berbondong-bondong membawa benda-benda sakral dari pura untuk disucikan di tempat-tempat khusus seperti pantai dan danau. Prosesi ini merupakan bagian dari penyucian sebelum melaksanakan Nyepi. Menurut Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Gusti Ngurah Sudiana upacara Melasti dapat dilakukan dengan ngubeng atau upacara jarak jauh. Masyarakat dapat melakukan pemujaan di desa adat masing-masing sehingga tidak perlu berjalan ke pantai untuk mengurangi potensi penyebaran virus corona.
Sementara itu, ritual omed-omedan yang diadakan sehari setelah Nyepi akan tetap dilaksanakan. Dalam ritual ini, anak muda berusia 17-30 tahun yang belum menikah akan saling berciuman. Ritual ini tetap dilakukan karena dipercaya dapat mencegah wabah dan malapetaka. Biasanya ritual omed-omedan juga diisi dengan pesta rakyat dan panggung hiburan. Untuk tahun ini, hanya akan diselenggarakan ritual omed-omedan. Segala kemeriahan dan pesta perayaan harus ditunda terlebih dahulu.
Teks: Levana Florentia | Editor: Melinda Yuliani