Solo bukan saja untuk pecinta kuliner atau pemburu batik yang ingin memborongnya di Pasar Klewer. Kota di Jawa Tengah ini menyimpan bangunan bersejarah berusia ratusan tahun, yang pamornya diakui dunia sebagai pabrik gula terbesar di Asia pada abad 19.
De Tjolomadoe kini menyita perhatian wisatawan yang sedang bertandang di Solo dan menjadi kesukaan para pejalan karena banyak sudut bekas pabrik gula yang dibangun pada 1861 tampak fotogenik untuk menghiasi feed media sosial. Tapi sebelum melahap bagian-bagian Instagramable di museum yang berada di Jalan Adi Sucipto No. 1 ini, mari mundur sejenak dan melihat kemegahannya di masa lalu.
De Tjolomadoe, Riwayatmu Dulu
Dulu, di awal berdirinya, dinamakan Pabrik Gula Colomadu yang didirikan oleh Mangkunegaran IV. Ekspansi tebu sebagai pasokan penting dalam kegiatan perdagangan, berimbas pada perluasan area lahan tebu dan perombakan arsitektur bangunan pabrik pada 1928. Saat itu tebu dipilihnya sebagai komoditas utama karena merupakan produk yang dibutuhkan pasar dalam dan luar negeri, mudah di tanam di kawasan Mangkunegaran, serta dapat meningkatkan penghasilan dari sektor pajak.
Dipilihlah daerah sekitar Desa Krambilan Distrik Malang Jiwan dengan pertimbangan tanahnya yang subuh dan pasokan air yang mencukupi untuk kegiatan produksi. Tepat pada 8 Desember 1861, dilakukan peletakkan batu pertama untuk pembangunan pabrik, di mana biaya pembangunannya mencapai 400.000 gulden yang diperoleh dari keuntungan perkebunan kopi Mangkunegaran. Biaya yang besar ini berasal dari berbagai mesin dan peralatan yang didatangkan langsung dari Eropa.
Menggunakan instalasi standar pabrik gula yang berorientasi jangka panjang, Pabrik Gula Colomadu sanggup menghasilkan sekitar 3.700 kuintal gula di tahun pertamanya. Angka gemilang berhasil dicapai pada 1936, yakni berhasil menggiling tebu hingga 21.900.000 kilogram dan menjadikannya sebagai produsen gula terbesar kedua di dunia, setelah Kuba.
Kini Menjadi Destinasi Wisata
Berhenti beroperasi pada 1998 akibat terkena imbas krisis ekonomi, Pabrik Colomadu terbengkalai selama 20 tahun. Kemudian pada 2017 dibentuklah PT Sinergi Colomadu yang memiliki misi untuk melakukan revitalisasi pabrik sesuai kaidah cagar budaya. Perseroan Terbatas ini terdiri gabungan BUMN, seperti PT PP (Persero) Tbk; PT PP Properti Tbk; PT Taman Wisata Candi Prambanan, Borobudur, dan Ratu Boko (Persero); PT Jasa Marga Properti.
Pada Maret 2018, Pabrik Gula Colomadu berubah rupa dan nama menjadi De Tjolomadoe, yang berfungsi sebagai museum dengan sejumlah fitur menarik. Menyertakan sejumlah mesin berat yang dulu digunakan sebagai alat menggiling tebu, sehingga memberi gambaran situasi pabrik di masa lalu. Stasiun Ketelan kini berubah menjadi area Food & Beverages, Stasiun Penguapan sebagai area arcade, Stasiun Karbonatasi sebagai area Art & Craft, juga tambahan Tjolomadoe Hall atau ruangan untuk konser dan Sarkara Hall sebagai area serbaguna.
Revitalisasi pabrik juga dibarengi dengan tampilannya yang walaupun masih terkesan lawas, tapi fotogenik jika dibidik kamera. Dari tampilan luarnya saja, bangunan berwarna putih ini tampak megah. Manfaatkan pilar dan area taman yang mempertunjukkan keseluruhan bangunan atau di depan tulisan De Tjolomadoe yang ikonik. Di dalam area museum, pengunjung dapat berpose di depan mesin-mesin berat atau memanfaatkan beberapa ruang instalasi seni digital yang menarik.