Museum MACAN menghadirkan pameran tunggal seniman asal Jepang, Kei Imazu, bertajuk “The Sea is Barely Wrinkled”, yang berlangsung dari 24 Mei hingga 5 Oktober 2025. Judul pameran ini secara puitis dapat dimaknai sebagai “Laut yang Nyaris Tak Beriak”, sebuah metafora untuk permukaan yang tampak tenang, tetapi menyimpan arus kuat di kedalaman. Melalui pendekatan multidisipliner, Imazu mengajak pengunjung menyelami sejarah yang kompleks, jejak kolonialisme, relasi manusia dengan alam, serta mitos lokal yang hidup di lapisan budaya Jakarta dan Nusantara.
Inspirasi utama pameran ini berangkat dari kisah nyata tenggelamnya kapal Batavia milik VOC pada 1629. Peristiwa tersebut menjadi titik tolak Imazu dalam menelaah dampak kolonialisme terhadap lingkungan dan warisan budaya, serta bagaimana kisah-kisah tersebut membentuk lanskap sosial dan ekologis kota Jakarta.
Namun alih-alih menyajikan narasi sejarah secara dokumenter, Imazu mengolah berbagai sumber visual—mulai dari peta abad ke-17 hingga citra satelit kontemporer—dengan pendekatan artistik yang intuitif dan simbolis.

Dalam banyak karyanya, Imazu menghadirkan sosok-sosok perempuan dari mitologi Nusantara seperti Nyai Roro Kidul dan Dewi Sri. Imazu memberi ruang bagi figur-figur ini untuk berdiri sebagai narator alternatif, yang menyuarakan sejarah dari sudut pandang lokal dan spiritual.
Ini adalah cara Imazu menyeimbangkan narasi dominan Barat dengan pengetahuan tradisional yang diwariskan lewat cerita rakyat, ritual, dan hubungan manusia dengan alam. Pendekatan ini menjadi semakin relevan di tengah krisis ekologi global dan perdebatan tentang dekolonisasi pengetahuan.

Yang menarik, pengalaman tinggal di Bandung sejak 2018 memberikan Imazu perspektif baru dalam melihat hubungan antara manusia, sejarah, dan lingkungan. Ia menemukan bahwa di Indonesia, banyak kisah diwariskan bukan lewat buku, tapi lewat cerita lisan, ritual, dan tradisi sehari-hari. Pengalaman inilah yang ia bawa ke dalam karya-karyanya – bukan sekadar mencatat masa lalu, tetapi meresapi dan menerjemahkannya dalam bentuk-bentuk visual yang emosional dan simbolik.
Pameran ini juga mencerminkan bagaimana Imazu melihat waktu. Baginya, waktu bukanlah sesuatu yang linier. Masa lalu, masa kini, dan masa depan bisa saling tumpang tindih. Dalam lukisan-lukisannya, kita bisa melihat sisa-sisa sejarah yang berdampingan dengan simbol-simbol masa depan, menciptakan ruang yang membingungkan namun juga memikat. Di sinilah letak kekuatan pameran ini: ia tidak memberikan jawaban, tetapi membuka kemungkinan tafsir.

“The Sea is Barely Wrinkled” merupakan bagian dari program pameran utama Museum MACAN. Dengan satu tiket, pengunjung juga dapat mengakses karya ikonik Yayoi Kusama “Infinity Mirrored Room – Brilliance of the Souls”, yang kini ditampilkan di lokasi baru agar bisa dinikmati dengan lebih intim. Selain itu, ada pula pameran “Pointing to the Synchronous Windows”, koleksi dari museum yang menampilkan karya seniman dari berbagai negara dengan tema tubuh, ruang, dan hubungan antarmanusia.
Bagi pengunjung yang datang bersama anak-anak, Museum MACAN juga menyediakan ruang interaktif bernama Biro Gotong Royong Membangun Angan atau disingkat Biro GORENGAN. Dirancang oleh seniman Adi Sundoro, ruang ini menghadirkan dunia kota imajiner yang penuh warna, di mana anak-anak bisa berkreasi dan berimajinasi tentang bentuk kota yang ideal. Aktivitas ini terbuka untuk umum tanpa biaya tambahan selama jam operasional pameran berlangsung.

Tiket masuk bisa dibeli melalui situs resmi Museum MACAN di museummacan.org/tickets atau langsung di lobi museum lantai 2. Museum MACAN buka setiap hari Selasa hingga Minggu pukul 10.00 hingga 18.00, dengan batas waktu masuk terakhir pukul 17.30. Bagi yang ingin benar-benar menikmati setiap detail pameran, disarankan datang lebih awal dan luangkan waktu untuk merenungi setiap karya yang ditampilkan. Info lebih lanjut, kunjungi akun Instagram @museummacan.