Jika berada di sentra Vietnam, ada tiga kota yang biasa dikunjungi wisatawan, yaitu Da Nang, Hoi An, dan Hue. Nama terakhir merupakan kota penting dalam sejarah Vietnam selama ratusan tahun, yang menghibur pelancong dengan jajaran pagoda tua, bangunan kekaisaran, makam bersejarah, dan romantisme Sungai Huong.
Hue merupakan bekas ibu kota Kekaisaran Vietnam di bawah kepemimpinan Dinasti Nguyen dari pertengahan abad 16 hingga 20. Terletak di kaki bukit Annamese Cordilera, Hue di era Perang Dunia II menjadi tempat kedudukan komite administratif sementara nonkomunis. Namun saat Saigon terpilih sebagai ibu kota pada 1 Juli 1949, Hue kehilangan fungsi sejarahnya.
Hue terkenal karena jajaran bangunan kekaisarannya yang mendapat pengakuan internasional sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pertama di Vietnam pada 1993. Inilah beberapa tempat bersejarah yang dapat dikunjungi di Hue.
-
Imperial Citadel
Kompleks ini merupakan kediaman para Kaisar dahulu kala dan tempat mereka menjalankan bisnis. Sama seperti Forbidden City di Tiongkok, Imperial Citadel di Hue juga memiliki area terlarang yang disebut Forbidden Purple City dan hanya diperuntukkan bagi orang-orang penting.
Berjaya di masa lalu, kemegahan Imperial Citadel rusak parah selama pertempuran dengan Prancis pada 1947. Kuil, paviliun, dinding, dan gerbang menjadi korban pertempuran tersebut. Sebagian lagi hancur oleh pasukan Amerika Serikat saat Serangan Tet (kampanye militer selama Perang Amerika-Vietnam) pada 1968.
Saat ini wisatawan masih dapat mengunjungi Imperial Citadel, walaupun proses restorasinya berjalan lambat. Pengunjung masih dapat melihat beberapa gerbang dan tembok kota yang megah, aula yang telah dipugar, dan parit kuno yang dialiri Perfume River, julukan Sungai Huong.
-
Imperial Tombs
Dari tujuh makam kaisar yang diketahui berada di Hue, tiga di antaranya lebih populer karena kondisinya terpelihara baik dan kemudahan mengakses, yaitu makam Minh Mang, Tu Duc, dan Khai Dinh. Makam Minh Mang dibangun antara 1840 hingga 1843, merupakan makam paling puitis di Hue yang mewakili perpaduan antara kemegahan makam TU Duc dan beton abu-abu dari makam Khai Dinh.
Makam Tu Duc dibangun antara 1864 hingga 1867, yang sempat dijadikan kediamannya selama tahun-tahun terakhir hidupnya. Makam milik Kaisar Nguyen ke-4 ini dibangun di antara hutan pinus, lengkap dengan pulau kecil di atas danau, dan tempat kaisar berburu binatang kecil.
Lalu makam Khai Dinh yang dibangun di sisi gunung dan pengunjung mesti mendaki 127 anak tangga untuk mencapai puncaknya. Dibangun antara 1920 hingga 1931, ada rumor yang mengatakan bahwa Kaisar Khai Dinh merancang makamnya seperti ini di area pegunungan karena menaruh dendam kepada pejabatnya, sehingga mereka akan kesusahan setiap kali mengunjungi makam untuk memberi penghormatan kepada mendiang kaisarnya.
-
Pagoda Tu Hieu
Pagoda Tu Hieu adalah salah satu bangunan paling terkenal di seluruh Hue, yang berasal dari periode 1843. Pagoda ini juga merupakan rumah para kasim pada masa Ancient Citadel di Hue dan saat ini ditempati sekitar 70 biksu. Di sini, pengunjung akan menemukan kuil kembar yang didedikasikan untuk Cong Du dan Buddha.
Jika tertarik untuk menikmati suasana berbeda, datanglah pada pukul 04:30, 10:00, 16:00, dan 19:00, di mana para biksu akan melantunkan nyanyian puji sembah. Tu Hieu dikaitkan dengan guru Zen, Thich Nhat Hanh, yang belajar di biara ini pada 1940-an, tetapi mesti tinggal di pengasingan selama lebih dari 40 tahun dan hanya diizinkan kembali ke Vietnam pada 2005.
-
Pagoda Thien Mu
Berdiri menghadap Sungai Huong, Pagoda Thien Mu terkenal dengan patung Buddha yang terbuat dari emas dan perak. Saat memasuki area pagoda, pengunjung dapat melihat lonceng besar yang dibuat pada 1710, serta kura-kura yang terbuat dari batu buatan abad 17.
Namun fitur paling mencolok dari pagoda ini adalah menara Phuoc Duyen (awalnya disebut menara Tu Nhan) yang dididirikan pada 1884 oleh Raja Thieu Tri. Menara segi delapan ini bertingkat tujuh dan didedikasikan bagi Buddha yang muncul dalam wujud manusia. Disarankan untuk mengunjungi Pagoda Thien Mu menjelang sore, sehingga dapat menyaksikan para biksu melakukan sembahyang, disusul menikmati matahari terbenam di tepi Sungai Huong.
Teks: Priscilla Picauly