Melihat letak kepulauan ini di peta, lokasinya terasing di ujung utara Indonesia. Berada di Laut China Selatan dan berbatasan langsung dengan Malaysia, Singapura, Vietnam, Kamboja, dan Cina membuat Kepulauan Natuna terpencil dan perlu usaha lebih untuk mengunjunginya. Dan yang pasti, hindari perjalanan ke Natuna di saat musim utara (Desember-Februari) ketika cuaca kurang mendukung.
Salah satu destinasi unggulan Natuna adalah Batu Sindu atau bebatuan raksasa yang berserakan di sepanjang bibir pantai Tanjung Senubing hingga ke tengah laut dan mengingatkan akan formasi bebatuan granit di Pantai Tanjung Tinggi, Belitung. Deretan bebatuan dramatis ini akan lebih indah bila dinikmati dari puncak Bukit Senubing yang terletak sekitar tiga kilometer dari Ranai, ibu kota Kabupaten Natuna.
Island hopping di kepulauan ini dapat dilakukan dengan kapal motor pompong. Beberapa pulau dikelilingi gugusan koral yang masih terjaga dan sangat mengundang untuk snorkeling. Sebut saja Pulau Tiga di seberang Selat Lampa, Pulau Setai, dan Pulau Burung yang memiliki table coral utuh.
Merupakan rute perdagangan sibuk di masa lalu, banyak kapal dagang lalu-lalang di perairan ini. Karena beberapa kapal tenggelam, Natuna kemudian terkenal sebagai tempat perburuan harta karun di tahun 1980-an. Untuk mengetahui barang-barang yang pernah tenggelam di perairan Natuna, kunjungi Museum Sri Serendit di Ranai yang menyimpan lebih dari 1.500 keramik kuno China dari masa Dinasti Tang, Song, Yuan, hingga Ming. Daya tarik kunjungan ke museum ini adalah set keramik Cina kuno (celadon) yang nilainya ditaksir mencapai satu miliar rupiah serta kerangka Gajah Mina (sejenis ikan paus).
Para penyelam pun akan dimanjakan dengan bangkai kapal Djadajat milik Bung Karno yang tenggelam tahun 1980-an, selain kapal dagang Inggris yang karam bersama botol wine yang kini tampak berserakan di sekelilingnya. Fasilitas dive center di Ranai tersedia di penginapan yang ada di Alif Stone Park (Eno – 081294740102).
Beranjak dari Pulau Tiga, Anda bisa menuju Pulau Sedanau yang berjarak sekitar 90 menit naik kapal pompong. Dari kejauhan, Pulau Sedanau tampak bagai Venesia dengan kota apungnya. Bangunannya berjejer rapi dan sebagian besar bercat warna-warni. Uniknya, kota ini juga memiliki Chinatown-nya sendiri. Sesekali tampak sepeda motor melintas di jalan beraspal, sehingga membuat Anda lupa bahwa jalan tersebut dibangun di atas laut.
Selagi di sini, jangan lupa mencicipi nasi dagang yang dijual di warung-warung seharga sekitar Rp 3.000. Mirip nasi kucing di Yogyakarta, nasi dagang yang gurih ini dibungkus membentuk kerucut dengan daun pisang dan ditemani potongan ikan. Kuliner lainnya yang bisa Anda coba di Pulau Sedanau adalah tabel mando alias piza ala Natuna yang terbuat dari tepung sagu dan dimakan bersama ikan dan saus sambal.
Akses: Lion Air melayani penerbangan Jakarta-Ranai (ibu kota Kabupaten Natuna) dengan transit di Batam setiap hari. Ranai juga bisa diakses dari Batam atau Tanjung Pinang dengan Sky Aviation. Pastikan sudah memesan tiket untuk keluar dari Natuna, karena transportasi untuk keluar dari pulau ini agak susah. Sarana transportasi di Ranai umumnya motor atau mobil sewaan untuk mengantar ke Pelabuhan Selat Lampa atau menjelajah Pulau Natuna Besar. Untuk berkeliling pulau sebaiknya menyewa mobil, Alif Stone Park sendiri menyediakan layanan tersebut, namun sebagai alternatif terdapat Pelita Rent Car (08126572222 atau 085732872222). Harga mulai Rp 500.000 per hari, termasuk bensin dan sopir.
Akomodasi: Sementara ini hanya tersedia penginapan sederhana dengan tarif mulai Rp 300.000-an, seperti Hotel Central di pusat kota (Jl. Soekarno Hatta, T. 0773-31248) dan Alif Stone Park di Jl. Raya Sepempang Km. 5 (T. 0812-9474-0102).
Teks & foto: Melinda Yuliani