Terletak 200 kilometer jauhnya dari Makassar, atau sekitar lima jam berkendara, Tanjung Bira menawarkan pantai-pantai cantik dengan hamparan pasir putihnya yang hangat. Di sini pulalah Anda dapat mengunjungi tempat pembuatan kapal pinisi yang tersohor itu di tepi pantai.
Untuk mencapai kawasan ini dengan transportasi umum dari Makassar, Anda dapat naik bus dari Terminal Malengkeri dengan pilihan bus AC maupun non-AC melewati Kabupaten Gowa, Jeneponto, dan Bantaeng yang indah. Perjalanan juga diselingi dengan beristirahat untuk menggunakan toilet atau makan.
Selain bus, tersedia pula mobil travel (jenis Toyota Kijang/Isuzu Panther) berplat kuning dari terminal yang sama dengan tarif Rp 80.000 hingga Rp 100.000 per orang (bisa ditawar maupun dicarter bagi yang tidak ingin menunggu mobil sampai penuh). Perhitungan tarif per orang dihitung berdasarkan harga sewa satu mobil (sekitar Rp 600.000) dibagi dengan kapasitas penuh mobil, yaitu bisa sampai dua orang di kursi depan (sebelah supir), empat di baris tengah, dan empat di baris paling belakang, sehingga tarif per orang Rp 60.000. Bila tak ingin duduk berdesakan untuk jarak jauh, negosiasikan dengan supir agar tidak mengangkut penumpang dengan kapasitas penuh, namun dengan kompensasi biaya lebih tinggi per orang.
Selain pilihan dari Terminal Malengkeri, bisa juga memesan mobil travel yang bisa menjemput di bandara atau hotel di Makassar dengan tambahan biaya. Mobil travel ini, baik membayar secara perorangan maupun mencarter, tidak perlu dipesan sebelumnya. Cukup datang ke Terminal Malengkeri, di sisi luarnya berderet mobil menuju Bira. Bisa juga katakan ke supir taksi untuk membawa ke pangkalan mobil menuju Bira di Terminal Malengkeri agar tidak salah turun.
Setibanya, Anda dapat melakukan sejumlah kegiatan berikut ini.
• Melihat Pembuatan Pinisi
Tana Beru di Tanjung Bira merupakan tempat pembuatan pinisi, jenis kapal yang telah membuahkan reputasi nenek moyang bangsa Indonesia sebagai pelaut handal yang keahliannya dalam menaklukkan samudra tak diragukan lagi. Sejak abad ke-14, tata cara pembuatan pinisi masih dipegang teguh para punggawa (tukang pembuat kapal) dan panrita lopi (ahli pembuat kapal). Mereka percaya bahwa ilmu membuat kapal yang diturunkan tak akan membuat mereka celaka. Ritual upacara pembuatan pinisi bahkan dimulai sejak pencarian kayu.
Pinisi biasanya terbuat dari kayu besi yang tumbuh di sekitar Bulukumba, terutama dari Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Sebelum pohon ditebang, dilakukan upacara pengusiran roh dengan mengorbankan seekor ayam. Jenis pohon yang ditebang pun disesuaikan dengan fungsinya dalam konstruksi kapal. Proses terakhir dari kelahiran pinisi adalah peluncurannya ke laut. Seikat daun dimasukkan ke dalam air dan dipercikkan ke sekeliling perahu untuk menolak bala. Hewan kurbannya pun disesuaikan dengan ukuran kapal, yaitu kambing untuk kapal yang berbobot kurang dari 100 ton dan sapi untuk kapal seberat 100 ton ke atas.
• Menikmati Pemandangan Bawah Air
Memiliki sekitar 15 situs menyelam, tempat ini menawarkan paduan taman koral dan pelagis, seperti beragam jenis hiu dan stingray. Jarak pandang di situs-situs ini bagus sepanjang tahun, dengan suhu sekitar 27 hingga 30 derajat Celsius pada Maret hingga Juni, dan September hingga November. Pada Juli dan Agustus, ketika Australia sedang mengalami musim dingin, air di sini pun menjadi lebih dingin. Primadona menyelam di Bira adalah di sekitar Pulau Kambing, pulau tak berpenghuni – kecuali oleh kawanan kambing yang menjadi inspirasi namanya – untuk melihat berbagai spesies hiu. Namun karena arusnya kuat, maka situs ini hanya direkomendasikan bagi para penyelam berpengalaman. Hubungi operator Bira Divers di Pantai Bira untuk jadwal dan titik-titik menyelam terbaik sesuai musim.
• Mengunjungi Kampung Adat Ammatoa
Kampung adat tertua di Sulawesi Selatan ini dihuni oleh suku Kajang Ammatoa yang masih memegang teguh adat warisan para leluhur. Suku ini mirip Baduy yang menolak modernisasi dengan masih menjalankan kehidupan tanpa listrik maupun kendaraan bermotor. Masyarakatnya memakai pakaian serba hitam yang menyimbolkan gelapnya rahim ibu dan gelapnya liang kubur. Desa yang masih dikelilingi hutan lebat dengan akses jalan tanah ini dipimpin ketua adat yang disebut Ammatoa. Wisatawan bisa mengunjungi kampung ini tanpa pungutan biaya, namun untuk berkomunikasi harus didampingi warga setempat, berhubung masyarakat desa hanya bicara dalam bahasa Konjo.
• Menikmati Sunset & Sunrise
Tanjung Bira menawarkan sunrise dan sunset yang menawan. Untuk menikmati sunrise, pantai timur atau di pelabuhan adalah tempatnya. Sedangkan sunset dapat dinikmati di pantai barat, seperti Pantai Bara yang berpasir putih dan berombak tenang di sore hari.
• Bermain Air di Pantai Bira
Pantai Pasir Putih dengan formasi batu-batu karang unik yang membentang di Tanjung Bira adalah tempat bagi warga Makassar dan sekitarnya untuk berakhir pekan. Garis pantainya tidak panjang tapi pas untuk dijadikan “kolam renang” di pagi hari, ketika air masih surut dan aman untuk dijadikan area bermain. Bila hari semakin terik atau lapar sehabis bermain air, di sekitar pantai berjajar warung-warung yang menyediakan minuman dingin, makanan ringan, maupun hidangan ikan bakar.