Letaknya yang relatif jauh dari kota besar membuat kebanyakan turis melewatkan Lasem, atau hanya menjadikannya sebagai tempat persinggahan sebelum melanjutkan perjalanan melalui Jalur Pantura. Padahal kota terbesar kedua di Kabupaten Rembang ini menyimpan wisata sejarah dan budaya yang menarik, seperti berikut ini.
• Kelenteng Cu An Kiong
Tampak mencolok dengan gerbangnya yang berhiaskan ornamen naga, kelenteng tertua di Lasem ini telah berdiri sejak abad 16 dengan beberapa kali renovasi, termasuk untuk meninggikan lantai karena berada di seberang Sungai Lasem yang rawan banjir. Konon, Laksamana Cheng Ho pernah mendaratkan kapalnya di Sungai Lasem yang bermuara ke Laut Jawa dan merupakan bagian dari jalur perdagangan yang ramai. Tak hanya memiliki kisah menarik, kelenteng yang pernah menjadi lokasi syuting film Ca-bau-kan (2002) ini juga memiliki sejumlah keunikan lain.
Ukirannya, misalnya, merupakan karya para seniman ukir dari Guangdong. Konon, setelah memugar Kelenteng Cu An Kiong, mereka tinggal di Kudus untuk mengajarkan keahlian mengukir kepada masyarakat setempat. Di dalam kelenteng terdapat beberapa altar sembahyang dengan dekorasi indah, termasuk altar Tian Shang Sheng Mu yang sakral dan tidak terbuka untuk umum, serta altar untuk Raden Panji Margono, salah satu pejuang yang melawan Belanda dalam Perang Kuning yang dihormati komunitas Tionghoa di Lasem. Hal ini menjadi bukti persahabatan leluhur antarkomunitas.
• Kampung Karangturi
Kota yang berjuluk Tiongkok Kecil berkat akulturasi budaya Barat dan Timur selama lebih dari tiga abad ini tak hanya terkenal dengan kelenteng dan bangunan tua, namun juga produksi batiknya. Motif dan teknik pembuatannya pun masih asli dari dua tokoh yang pertama kali mengajarkan batik pada warga setempat, yaitu Bi Nang Uh, nakhoda kapal armada Laksamana Cheng Ho, dan istrinya, Na Li Ni. Kampung Karangturi merupakan salah satu tempat terbaik untuk mengagumi keindahan batik khas Lasem.
Rumah-rumah tua berarsitektur Tionghoa di kampung ini tak hanya sekadar tempat tinggal, melainkan juga difungsikan sebagai bengkel-bengkel penghasil batik pesisiran dengan warna khas, yakni merah darah ayam, hijau botol, dan biru tua. Berjuluk Batik Tiga Negeri berkat proses pewarnaan tiga kali, kekhasan batik Lasem terletak pada coraknya yang merupakan perpaduan pengaruh Tionghoa, pesisir utara Jawa Tengah, serta keraton Solo dan Yogyakarta. Karena tak ada papan penunjuk, sebaiknya bertanya kepada masyarakat sekitar untuk menuju ke sini.
Jangan lewatkan juga Museum Nyah Lasem (Karangturi Gang IV) yang menyimpan berbagai hal yang berhubungan dengan batik, termasuk surat-surat penawaran harga bahan kimia, pengiriman bahan pewarna, kuitansi dalam aksara Tiongkok dengan rekan bisnis di Juwana; cap batik dalam aneka motif; hingga mesin jahit kuno.
• Tiongkok Kecil Heritage Lasem
Di Kampung Karangturi, terdapat bangunan tua berarsitektur Tiongkok-Hindia Belanda yang diperkirakan didirikan sekitar tahun 1800-an. Bangunan seluas 265 meter persegi ini memiliki detail, seperti pembatas ruangan, daun pintu, dan jendela bergaya Tiongkok, sementara pilarnya bergaya kolonial Belanda. Berdasarkan penelitian, kompleks pecinan di Karangturi sudah ada sejak pertengahan abad 19, begitu pun rumah tua ini. Setelah proyek konservasi selesai, bangunan yang kemudian diberi nama Tiongkok Kecil Heritage Lasem ini tak hanya menjadi pusat budaya dan kegiatan di Lasem, namun beberapa ruangannya pun beralih fungsi menjadi kamar-kamar penginapan.
• Pantai Binangun
Siapa pun yang melalui jalur Pantura di Kabupaten Rembang pasti tak akan melewatkan pantai ini. Meski terletak di tepi jalan, pemandangan di sini sangatlah menawan, terutama saat matahari terbenam. Karena berada di sisi barat Tanjung Bendo, pantai ini pun tenang, sehingga banyak nelayan menambatkan perahu mereka di sini untuk menghindari hantaman ombak Laut Jawa. Pengunjung pun dapat menyewa perahu untuk menyusuri pantai atau memancing seharga mulai Rp 30.000 per perahu.
• Gunung Kajar
Tempat wisata yang mulai ramai dikunjungi berkat unggahan foto-foto di media sosial ini tak hanya menawarkan pemandangan indah dari ketinggian, namun juga memiliki beberapa spot untuk berfoto, seperti rumah pohon, panggung kayu berbentuk huruf I, gambar hati, dan huruf U, serta panggung kayu berbentuk sandal raksasa. Untuk menikmati kawasan ini, wisatawan tak dikenai biaya masuk, namun cukup membayar parkir Rp 3.000 untuk sepeda motor dan Rp 5.000 untuk mobil. Lokasinya sendiri berada di Desa Kajar, atau sekitar 5-10 menit berkendara dari pusat kota Lasem.
• Lontong Tuyuhan
Selagi di Lasem, pastikan mencicipi masakan khasnya, yaitu lontong tuyuhan yang mirip opor ayam. Menu berkuah gurih dengan potongan ayam kampung yang telah direbus hingga empuk ini disajikan dengan lontong dalam irisan besar. Hidangan ini mudah ditemui di tepi jalan arah Lasem – Pandan, tepatnya yang melewati Desa Tuyuhan. Potongan ayam di menu ini pun dapat dipilih sesuai selera, dan yang menjadi favorit adalah kerangka perut ayam betina yang penuh dengan calon telur.