The Vagabond Club, Singapore Tawarkan Pengalaman Menginap Bagai di Galeri

The Vagabond Club, Singapore, a Tribute Portfolio Hotel merupakan hotel berbintang lima pertama di Singapura yang menempati kawasan bersejarah dengan suasana lokal yang kental. Terletak dekat Kampong Glam dan Little India, hotel butik ini menempati ruko Art Deco dari tahun 1950-an yang telah beberapa kali berubah fungsi. Dulu, ruko ini sempat menjadi rumah bordir, sarang obat-obatan terlarang, dan toko sepeda, sebelum kemudian interiornya diubah total dengan memadukan gaya Moor, Rajasthan, dan Paris.

Jacques Garcia adalah perancang di balik perubahan drastis tersebut. Terkenal berkat hasil rancangannya di sejumlah hotel ternama, termasuk Hotel Costes di Paris, Hotel Danielie di Venesia, dan The Nomad Hotel di New York, Garcia menyuguhkan detail-detail rumit yang menawan di setiap sudut dari proyek hotel pertamanya di Asia tersebut.

Meja berbentuk badak sebagai meja resepsionis, misalnya, merupakan salah satu hal yang akan segera menarik perhatian siapa pun yang memasuki lobi. Butuh delapan bulan untuk membuat meja kuningan tersebut dengan lokasi tempa di 15 desa yang berbeda di Rajasthan. Kemudia ada patung logam berbentuk gajah dengan tali yang “mengikat” lift, sehingga seolah-olah tamu dibawa ke lantai atas oleh gajah tersebut. Patung ini dibuat oleh seniman Franck Le Ray dan didatangkan langsung dari Prancis.

Sementara di Vagabond Salon – paduan dari bar, restoran, dan lounge – terdapat enam pilar mirip pohon beringin dengan akar-akar kuningan yang melilit pilar dan dedaunan yang merambah ke langit-langit. Daun-daun dari kuningan ini juga merupakan karya pengrajin India.

Serupa Tapi Tak Sama

Empat puluh kamar di sini memiliki hiasan dinding yang berbeda,” jelas Harpreet Bedi, pemilik hotel ini bersama suaminya, Satinder Garcha. Walau sekilas layout-nya sama – yakni berlantaikan kayu, beralaskan karpet, dan berpartisi untuk membatasi kamar mandi dengan ruang tidur – namun dindingnya dipenuhi foto-foto yang berbeda, dan semuanya merupakan karya Satinder Garcha ketika bepergian ke luar negeri.

Dilengkapi akses Wi-Fi gratis dan mesin Nespresso, para tamu juga dapat memanfaatkan ponsel yang disediakan secara gratis di setiap kamar untuk sekadar mencari informasi atau menggunakan Google Maps, selain menelepon ke nomor domestik.

Bila lapar, tersedia Vagabond Salon untuk bersantap – atau sekadar bersantai di bar sambil menikmati aneka minuman. Di sini jugalah para tamu dapat bertemu sejumlah seniman yang kadang mempertontonkan karya mereka. (The Vagabond Club, Singapore memiliki program Artist-in-Residence, di mana para seniman dapat tinggal di hotel tersebut secara gratis, namun mereka berkontribusi untuk menghibur para tamu atau meninggalkan karya mereka untuk dipajang di hotel ini.)

Karena berada dekat Little India dan Kampong Glam, hotel ini pun menyediakan peta tur berjalan kaki yang terbagi dalam berbagai kategori, termasuk untuk foodie dengan deretan tempat makan baru yang direkomendasikan. Bila ingin mengeksplor kawasan lain di Singapura, hotel ini pun hanya 10 menit berjalan kaki dari Stasiun MRT Lavender.

Tip: Berbagai karya seni di The Vagabond Club, Singapore bakal membuat orang tergelitik dan bertanya-tanya. Misalnya pada lukisan kontroversial berupa Yesus yang disalib di atas pesawat tempur Amerika. Oleh karena itu, bila sedang senggang, mintalah staf untuk mengantar berkeliling dan menceritakan kisah-kisah di balik berbagai karya yang dipajang, seperti instalasi video pada lift yang menampilkan cuplikan film blockbuster, partisi yang pernah digunakan untuk film “Pretty Woman”, dan patung monyet karya Franck Le Ray di Vagabond Bar.

Teks: Melinda Yuliani | Foto: Dok. The Vagabond Club, Singapore

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here