Tak Cuma di Australia, Kanguru Juga Ada di Taman Nasional Wasur

Kanguru pohon di Taman Nasional Wasur

Bukti bahwa Australia pernah menyatu dengan Asia tampak jelas di Taman Nasional Wasur, Merauke, yang juga merupakan habitat bagi kanguru serta sejumlah hewan khas Australasia lainnya.

Dijuluki Serengetinya Papua (Serengeti adalah nama taman nasional terkenal di Tanzania, Afrika), lahan basah di taman nasional ini, terutama Danau Rawa Biru, merupakan ekosistem paling produktif dalam menyediakan bahan pakan dan perlindungan bagi berbagai jenis satwa di Indonesia, mulai dari berbagai jenis ikan, udang, dan kepiting hingga buaya, kasuari, kesturi, cenderawasih, kuskus, sugar glider, dan kanguru pohon (Dendrolagus spadix).

Sekilas, kanguru Papua mirip kanguru Australia. Namun kanguru Papua badannya lebih mungil. Taman Nasional Wasur juga merupakan tempat persinggahan ribuan burung migran dari Australia dan Selandia Baru.

Kanguru abu (Dusky pademelon)

Rumah Rayap Raksasa

Atraksi unik lainnya di taman nasional ini adalah rumah rayap raksasa yang menjulang setinggi lima meter. Berbeda dengan rayap biasa yang merupakan hama pengganggu pemakan kayu, rayap di taman nasional ini hidup mandiri dengan membangun rumahnya sendiri.

Selain memiliki ventilasi di permukaan sarang, rumah buatan semut putih ini memiliki lorong-lorong yang tak hanya mencegah masuknya air hujan, namun juga membuang hawa panas selama musim kemarau.

Disebut musamus oleh penduduk setempat, para rayap menyusun sarang ini hanya dengan menggunakan tanah dan rumput kering dengan air liur mereka sebagai perekat. Saking kokohnya, struktur bangunan ini sanggup menahan bobot manusia dewasa, bahkan gempa sekalipun, sehingga tak heran jika musamus menjadi lambang Kabupaten Merauke.

Para rayap menyusun sarang ini hanya dengan menggunakan tanah dan rumput kering dengan air liur mereka sebagai perekat

Musamus hanya terdapat di Afrika Selatan dan Australia, sementara di Indonesia hanya ada di Taman Nasional Wasur dan di beberapa wilayah di Kabupaten Merauke. Selain untuk upacara bakar batu, penduduk setempat menggunakan musamus kering untuk membungkus ubi atau daging yang sebelumnya telah dibakar dengan suhu tinggi.

Seluas empat ribu kilometer persegi dan membentang dari Merauke hingga perbatasan Papua Nugini, taman nasional ini akan memesona siapa pun yang mencintai alam, terutama bagi yang ingin melihat hewan berkantung dan aneka burung.

Tip

  • Datanglah di musim kemarau, yaitu pertengahan Juli hingga awal November ketika sebagian besar trek di Taman Nasional Wasur dapat dilalui.
  • Tempat terbaik untuk mengamati satwa liar di taman nasional ini adalah di bagian selatan karena merupakan daerah pesisir dan memiliki area padang rumput yang lebih terbuka.
  • Di Rawa Biru, sekitar 45 kilometer timur Merauke (dapat diakses dengan naik ojek atau sewa kendaraan four-wheel drive yang sudah termasuk supir), pengunjung dapat menginap di rumah penduduk dengan membayar sekitar Rp150.000 per orang per malam.
  • Dari Rawa Biru, bersiaplah berjalan kaki sekitar dua hingga tiga jam hingga Prem, sabana mungil yang dikelilingi air dan tempat terbaik untuk melihat walabi dan berbagai burung air. Yakiu di perbatasan Papua Nugini menawarkan peluang yang lebih tinggi untuk menyaksikan cenderawasih raja (Cicinnurus regius) dan cenderawasih merah (Paradisaea rubra) di pagi dan sore hari. Burung ini dilindungi penduduk setempat yang mengenakan biaya tambahan untuk membawa turis berkeliling.
  • Untuk mencapai Yakiu, naiklah kano menyeberangi Danau Rawa Biru, kemudian berjalan kaki sekitar empat jam atau naik ojek ke Yakiu.
  • Mengunjungi taman nasional ini membutuhkan Surat Ijin Masuk Kawasan (SIMAKSI) yang didapat dari Kantor Balai Taman Nasional Wasur (Jalan Garuda Leproseri 3, Merauke, T. 0971-324532, satu jam berkendara dari pusat kota Merauke). Setibanya di Taman Nasional Wasur, melapor terlebih dahulu pada penjaga di pos di gerbang dan membayar tiket masuk.

Teks: Melinda Yuliani

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here