Wow, Ternyata Sulawesi Punya Objek Wisata yang Mirip Pulau Paskah di Chili

Kalau ditanya mengapa pelancong rela bersusah payah ke Lembah Bada, jawabannya sama dengan mereka yang bersedia jauh-jauh naik kereta dari London ke Salisbury untuk melihat Stonehenge – menhir raksasa yang tersusun secara misterius, atau mereka yang jauh-jauh pergi ke Pulau Paskah di Taman Nasional Rapa Nui, Chili, yang terpencil hanya untuk mengagumi deretan patung-patung megalitik raksasa yang berserakan.

Fotografer biasanya mengabadikan gambar Stonehenge maupun patung-patung megalitik Pulau Paskah dengan siluet berlatarkan matahari terbenam, sehingga banyak orang mengimpikan pergi ke kedua tempat tersebut sebelum ajal menjemput. Indonesia pun memiliki peninggalan megalitik yang tersebar di Lembah Bada, Sulawesi Tengah. Tinggal menunggu waktu hingga UNESCO mengakui patung-patung ini sebagai Situs Warisan Dunia seperti Stonehenge dan patung megalitik di Pulau Paskah.

Perjalanan Jauh

Lembah Bada yang ada di kawasan Taman Nasional Lore Lindu ini dapat dicapai dengan menempuh perjalanan terlebih dahulu menuju Palu, ibu kota Sulawesi Tengah yang dapat diakses dari berbagai kota besar di Indonesia dengan penerbangan langsung. Setibanya, perjalanan dilanjutkan terlebih dahulu ke Tentena, sebuah kota kecil yang berada di tepi Danau Poso, selama sekitar lima jam berkendara.

Itu pun mesti menggunakan jip yang memiliki fitur four-wheel drive karena medan jalan yang rusak dengan beberapa bagian tertutup lumpur. Beberapa masyarakat di sekitar Tentena menyewakan jipnya, namun ada juga yang nekat menyewakan Toyota Avanza atau Xenia untuk melayani pasar yang ada. Disarankan untuk tidak mengambil opsi yang terakhir disebut, karena seringkali mobil-mobil selain jip ini bannya kandas dan harus ditarik oleh jip yang berpapasan di jalan.

Setibanya di Tentena, Anda mesti berganti kendaraan ke jip. Di Tentena, terdapat Pusat Informasi Turis yang bekerja sama dengan pemilik jip untuk mengatur perjalanan ke Bada. Di sinilah biasanya para pelancong menyewa jip untuk menuju Lembah Bada.

Jangan terkejut ketika jip sewaan datang dalam bentuk mobil butut yang mungkin Anda pun tak yakin masih bisa jalan. Kursi hanya tersedia di sebelah supir yang muat untuk diduduki berdua. Sisa penumpang harus rela duduk di bak belakang, tepatnya pada sebilah papan yang terpasang melintang di sepanjang body mobil.

Walau demikian, pengemudinya sangat tahu medan dan siap tempur untuk menaklukkan rute ke Bada. Di mobilnya tersedia terpal untuk dipasang sebagai atap bagi penumpang yang duduk di belakang bila hujan, rantai untuk membantu roda jika terperosok, ban serep, batu untuk mengganjal roda, dan bahkan camilan untuk mengganjal perut yang lapar selama perjalanan. Selain itu, lima jam tak akan terasa lama karena pemandangan indah berupa hutan lebat, sungai berarus deras, dan jurang yang menganga berganti-ganti menyegarkan mata.

Terdapat setidaknya 300 patung megalitik beserta bejana batu raksasa yang tersebar dalam radius 15 kilometer di Lembah Bada dan Taman Nasional Lore Lindu. Menemukan patung-patung megalitik di sini bagai mencari jarum dalam tumpukan jerami. Supir jip sewaan hanya mengetahui letak Palindo, patung terbesar, sisanya pengunjung harus bertanya sendiri kepada warga setempat karena lokasinya belum terpetakan. Sangat disayangkan beberapa patung telah dicuri untuk diperjual-belikan. Sejak ditemukan tahun 1908, para arkeolog telah meneliti patung-patung megalitik di sini, namun hingga kini belum ada dokumentasi yang memadai.

Dari Patung ke Patung

Palindo, patung megalitik terbesar di Bada, terletak di Desa Sepe. Tak seorang pun tahu asal-usul patung megalitik setinggi 4,5 meter itu. Masyarakat Bada tahunya patung-patung itu telah selalu bercokol di sana. Para ahli memprediksi patung ini berasal dari milenium pertama, namun karena belum diteliti secara mendalam, asal-usul patung ini masih simpang siur. Dan inilah yang membuat Lembah Bada semakin misterius, selain memang karena letaknya yang sulit dijangkau. Semua patung terbuat dari jenis batu yang bukan berasal dari Bada. Menerka-nerka asal batu itu saja sudah seru!

Para tetua di Desa Sepe percaya bahwa patung Palindo yang berarti sang penghibur dalam bahasa setempat adalah representasi dari pendahulu mereka, yaitu suku Tosaloge. Sesuai legenda, Raja Luwuk memerintahkan 1.800 patung dari Sepe ke Palopo untuk menandai kekuasaannya di Bada. Patung ini seharusnya menghadap ke selatan, namun misi ini gagal, karena penduduk Bada meletakkannya dengan menghadap ke barat. Ketika sang raja meminta untuk mengubah posisinya, patung-patung ini menimpa pasukan raja dan membunuh sekitar 200 orang. Masyarakat Bada di masa lalu memberikan sesajen kepada patung ini sebelum melakukan pekerjaan yang besar, seperti membuka lahan baru untuk pertanian.

Setelah puas berfoto dengan patung Palindo yang menjadi ikon Lembah Bada, lanjutkan perjalanan melihat patung-patung selanjutnya, seperti Maturu atau yang berarti tidur dalam bahasa setempat. Sepanjang 3,5 meter, patung yang mirip Palindo ini dalam keadaan terbaring di tanah – mungkin benar legenda tentang pasukan Raja Luwuk yang tertimpa patung ketika berusaha memindahkannya. Di tengah-tengah sawah juga terdapat patung Oba atau monyet dalam bahasa setempat yang tingginya hanya 40 meter. Karena letak patung-patung ini berjauhan satu sama lain, pengunjung dapat mengunjunginya dengan jip yang dikombinasikan dengan sedikit berjalan kaki.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here