48 Jam di Saumlaki

Tidak apa-apa belum pernah mendengar nama Saumlaki, ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Namun setidaknya setelah membaca artikel ini, Anda akan mengetahui betapa pantai-pantai yang mengelilingi tempat ini memiliki pasir sehalus terigu, pulau-pulau indah tak berpenghuni, dan kehidupan masyarakatnya yang gempita dalam cara mereka sendiri. Saumlaki terletak di Pulau Yamdena yang termasuk ke dalam gugusan Kepulauan Tanimbar yang sarat sejarah dan wisata bahari. Secara jarak, Saumlaki lebih dekat dengan Papua ketimbang Maluku.

24 Jam Pertama

Walau turis domestik belum banyak ke sini, kota ini berambisi untuk memperbaiki infrastrukturnya demi menyambut wisatawan Australia dari Darwin, berhubung letaknya hanya 30 menit naik pesawat dari ibu kota Northern Territory tersebut. Hal ini dibuktikan dengan dibukanya Bandara Mathilda Batlayeri yang telah beroperasi mulai 2014.

Dari bandara, salah satu pilihan hotel terbaik di kota ini adalah Hotel Harapan Indah (Jalan Bhineka, T. 082199908166). Meski terlihat seperti penginapan kelas melati yang sederhana karena belum ada hotel berbintang atau berjaringan internasional di sini, namun Hotel Harapan Indah menawarkan keistimewaan, yaitu kamar di belakang bangunannya berupa bungalow terapung. Di sinilah pula restoran hotel yang berupa saung berada.

Makan di sebuah restoran terapung yang dipagari tanaman asri sambil menikmati pemandangan pantai adalah salah satu cara terbaik mengapresiasi pesona Saumlaki. Tak heran, di sinilah pula menjelang matahari terbenam para tamu berkumpul untuk mengagumi langit yang berganti warna. Sedangkan di pagi hari, karena dekat pelabuhan, kesibukan warga setempat membongkar hasil tangkapan laut pun dapat disaksikan dari bungalow terapung di Hotel Harapan Indah. Bila ingin menjelajahi pulau-pulau di sekitar Saumlaki pun speedboat dapat disewa dari sini dan langsung berangkat dari dermaga kecil di belakang hotel.

  • Island Hopping: Nustabun & Matakus

Dengan speedboat, Pulau Nustabun yang tanpa penghuni bisa dicapai dalam 45 menit dari dermaga Hotel Harapan Indah. Pulau seluas sekitar 100 hektar ini menyambut siapa pun yang merapat di pantainya dengan hamparan pasir lembut, walau di sisi baratnya diseraki karang tajam dan batu-batu besar. Di pantai ini terdapat sebuah batu yang bagian atasnya membentuk kanopi sehingga dapat digunakan untuk berteduh dari sinar matahari yang terik.

Karena landai dan berair tenang, Pulau Nustabun pun sering dijadikan persinggahan nelayan yang terjebak cuaca buruk. Tak ada dermaga di sini dan kapal nelayan biasanya membuang sauh agak jauh dari bibir pantai agar kapalnya tak kandas. Menghampiri Pulau Nustabun tentu saja harus membawa bekal sendiri karena tak ada warung.

Tak jauh dari Pulau Nustabun terdapat Pulau Matakus yang hanya butuh perjalanan 15 menit naik speedboat. Berbeda dengan Pulau Nustabun, Pulau Matakus memiliki sebuah desa berpopulasi sekitar 100 orang.

Merapat di Pulau Matakus harus rela berbasah-basahan karena tak ada dermaga di pulau ini. Speedboat harus berhenti di perairan dangkal sekitar pantai. Jika beruntung, warga setempat kerap menawarkan ikan yang baru saja ditangkap dengan harga murah. Bagi pengunjung yang datang, warga biasanya langsung sigap menawarkan jasa menangkapkan ikan untuk makan siang. Meski tak ada restoran, warga juga berinisiatif untuk sekaligus membakarkan ikan agar dapat disantap di tepi pantai sembari menikmati angin sepoi-sepoi.

  • Menikmati Sunset

Selain dari belakang Hotel Harapan Indah, tempat favorit warga setempat untuk menikmati matahari terbenam adalah di pelabuhan. Saumlaki memiliki dua pelabuhan, yaitu Pelabuhan Besar yang dijuluki “Pelfer” (Pelabuhan Feri) dan pelabuhan khusus kapal-kapal nelayan yang cenderung lebih sepi sehingga sering dijadikan ajang bermain sepak bola di sore hari. Menyajikan pemandangan pantai dan kapal Pelni yang sedang berlabuh, bagi penggemar fotografi dapat memilih pelabuhan nelayan untuk mengabadikan pemandangan langit dengan latar perahu-perahu nelayan yang hilir-mudik.

  • Kehidupan Malam

Saat matahari mulai merayap turun, keriuhan tawar-menawar di pasar ikan akan berganti dengan dentuman musik dangdut remix di lapak-lapak berdinding terpal yang digunakan warga setempat untuk menikmati permainan yang disebut boling. Singkatan dari bola buling, permainan ini semacam Russian roulette, di mana pemain mempertaruhkan keberuntungan pada sebuah bola ping-pong yang digulirkan menuju lubang-lubang yang sudah diberi angka.

Bola akan menggelinding tak tentu arah karena ditaruh pada meja miring yang dihalangi botol-botol plastik untuk mengacak arah bola. Sebelum bola digulirkan, pemain terlebih dahulu membeli kartu dan menaruhnya di atas meja yang sudah dipenuhi deretan angka. Jika bola masuk ke dalam lubang dengan angka yang sesuai dengan angka tempat pemain menaruh kartu, sebungkus rokok akan menjadi hadiahnya. Mengamati masyarakat setempat melakukan ini, keriuhannya tak kalah dengan meja-meja kasino di Las Vegas.

24 Jam Kedua

  • Pasar Ikan

Saumlaki menggantungkan roda perekonomiannya pada perikanan. Menjelang matahari terbit, kapal-kapal nelayan kembali merapat ke pelabuhan dengan hasil tangkapan yang kadang melimpah dan kadang seadanya, sesuai belas kasihan alam di malam itu. Pasar ikan di dekat pelabuhan adalah pusat kegiatan masyarakat setempat yang di hari itu memenuhi kebutuhan pangan mereka dengan melakukan transaksi dengan para penjaja ikan. Sudah pasti objek foto Human Interest banyak terdapat di sini.

Masyarakat setempat menjagokan ikan kulit pasir sebagai ikan kesukaan mereka. Sesuai namanya, kulit ikan ini tebal sehingga terasa bagai ada pasir menempel di lapisan kulitnya. Dagingnya sendiri padat namun lembut, sehingga walau agak sulit untuk memasaknya, tapi ini termasuk jenis ikan yang mewah bagi masyarakat Saumlaki.

  • Antara Pantai dan Kristus

Hanya berjarak dua kilometer dari pusat kota, mampirlah sejenak di Pantai Weluan yang memiliki bentangan pasir sehalus tepung sepanjang dua kilometer. Di akhir pekan, pantai ini dipadati warga yang ingin bersantai bersama keluarga dengan bermain air. Lokasinya tak sulit untuk dicapai, selain didukung dengan akses jalan mulus. Pantai ini juga bisa ditempuh dengan naik speedboat dari pelabuhan dengan rute menyusuri bagian timur Pulau Yamdena. Karena tak memiliki dermaga, merapat di sini tentu saja harus menceburkan diri ke air untuk mencapai pantai. Saat tengah hari, angin akan bertiup cukup kencang dengan deburan ombak yang agak tinggi. Bersiaplah untuk terlelap karena pantai ini banyak ditumbuhi pohon kelapa.

Saumlaki juga memiliki patung Kristus di atas sebuah kapel yang terletak di sebuah bukit. Walau tak semegah Cristo Redentor di Rio de Janeiro, karena memang patungnya sendiri hanya setinggi sekitar 10 meter, namun patung Kristus yang berada di Desa Olilit ini merupakan landmark kota. Dapat ditempuh dalam 20 menit berkendara dari pusat kota Saumlaki, kawasan di sekitar kapel yang dinaungi patung Kristus ini memang sepi dan jauh dari pemukiman. Kapelnya yang berarsitektur unik dan bercat kuning itu juga lebih sering dalam keadaan terkunci karena hanya digunakan oleh masyarakat untuk merayakan hari-hari besar umat Nasrani. Karena merupakan tempat ibadah, masuk ke sini tak ada pungutan biaya.

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan Saumlaki agar lebih siap menjadi daerah tujuan wisata dengan Ambon sebagai gerbangnya. Selain menunggu wisatawan – mancanegara maupun domestik – kembali memadati Ambon, Saumlaki dapat memperbaiki berbagai infrastruktur di kotanya yang memiliki paduan pantai dan bukit dengan hasil laut yang melimpah. Setidaknya kapal-kapal Australia dari Darwin yang kini telah mulai banyak berlabuh di pelabuhannya dapat dengan nyaman tinggal lebih lama.

Akses: Dari Ambon yang dapat ditempuh dari berbagai kota besar di Indonesia, Saumlaki bisa dicapai dengan pesawat Wings Air dan Garuda Indonesia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here